Gubernur Jatim Telah Batalkan 105 Perda Selama 2016

Dr. H. Soekarwo (Gubernur Jawa Timur)

Dr. H. Soekarwo (Gubernur Jawa Timur)

Pemprov, Bhirawa
Tidak hanya Presiden Joko Widodo yang melakukan pembatalan sebanyak 3.143 perda, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo juga melakukan hal serupa. Setiap hari mantan Sekdaprov Jatim itu mengaku selalu menandatangani pembatalan perda dari kabupaten/kota yang bermasalah.
“Hampir setiap hari saya membatalkan perda. Bahkan pernah satu hari sampai membatalkan empat perda. Bagaimana lagi, perda tersebut harus dibatalkan karena tidak sesuai dengan aturan yang ada,” kata Gubernur Soekarwo, Selasa (14/6).
Menurut Pakde Karwo, sapaan lekat Gubernur Soekarwo, perda-perda bermasalah yang dibatalkan ini umumnya adalah perda yang bertentangan dengan aturan-aturan hukum di atasnya. “Kalau memang tidak sesuai ya harus dibatalkan. Apalagi sampai bertentangan dengan peraturan di atasnya, ya harus dibatalkan,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Setdaprov Jatim Dr Himawan Estu Subagijo SH, MHum sepanjang 2016 ini setidaknya sudah ada 105 perda yang dibatalkan oleh gubernur. Mayoritas dari 105 perda itu paling banyak dibatalkan karena menghambat investasi, adanya putusan Mahkamah Konstitusi serta kewenangan yang telah berpindah.
Selain membatalkan perda, Pemprov Jatim juga telah menolak dan mengembalikan sebanyak empat Raperda dari kabupaten/kota. “Pembatalan perda ini sebenarnya menguntungkan kabupaten/kota karena mereka tak perlu lagi susah-susah,” kata Himawan.
Koordinator Center for Marginalized Communities Studies Akhol Firdaus mengatakan, selain banyak perda bermasalah di Jatim ternyata juga banyak ditemukan perda-perda bernuansa syariah. “Jatim itu bukan provinsi syariah, tapi kami menemukan adanya 13 perda bernuansa syariah,” kata Akhol.
Diantara perda berbau syariah itu seperto di Probolinggo, Perda No 5 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Pelacuran di Kabupaten Probolinggo. Lalu di Malang Peraturan Daerah Kota Malang No 8 Tahun 2005 tentang Larangan Tempat Pelacuran dan perbuatan Cabul dan Sidoarjo, Perda Kab Sidoarjo No 4 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Sodakoh.
Ada juga di Pasuruan Perda Kab Pasuruan No 4 Tahun 2006 tentang Pengaturan Membuka Rumah Makan, Rombong dan sejenisnya pada Bulan Ramadan. Serta Lamongan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan No 5 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Pelacuran di Kabupaten Lamongan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan 3.143 perda yang bermasalah, yakni menghambat kapasitas nasional, menghambat kecepatan untuk memenangkan kompetisi serta bertentangan dengan semangat kebhinnekaan dan persatuan.
“Dari hasil evaluasi yang dilakukan pemerintah terhadap peraturan daerah dan Peraturan Kepala Daerah, terdapat 3.143 peraturan,” kata  Presiden saat konferensi pers di Istana Merdeka Jakarta, Senin (13/6).
Jokowi mengungkapkan ada empat kriteria perda yang dibatalkan, yakni perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi.
Selanjutnya perda yang menghambat proses perizinan dan investasi, ketiga perda yang menghambat kemudahan berusaha, dan keempat perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Konsultasi Pembentuk Perda
Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamaruzaman menilai pemerintah tidak bisa serta merta menghapus perda bermasalah. Menurutnya, pemerintah wajib melakukan konsolidasi dan konsultasi kepada pembentuk perda tersebut. Ia menyatakan, ada empat atau tiga klasifikasi perda yang akan dibatalkan.
Tiga klasifikasi itu, kata dia, adalah perda yang intoleransi, menghambat pertumbuhan ekonomi dan tidak mendorong investasi. ”Oleh karena itu, Kementerian Dalam Negeri harus melakukan konsolidasi terhadap pembentuk perda di  bawah,” kata Rambe saat dihubungi, Selasa (14/6).
Pemerintah harus menjelaskan dan berkoordinasi dengan DPRD maupun kepala daerah, sebelum dinyatakan untuk dibatalkan atau diperbaiki perda tersebut. Walaupun, kata dia, perda merupakan kewenangan gubernur dan wali Kota/bupati. “Namun, perda akan batal demi hukum kalau bertentangan dengan peraturan di atasnya,” ucapnya.
Rambe menduga banyaknya perda yang dicabut karena dalam tahapan pembuatan perda itu tidak didampingi pemerintah pusat. Sebab, harus ada konseling atau konsolidasi terhadap apa saja yang tidak cocok dengan tiga ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. ”Jadi saya kira tidak ada yang terlalu sulit, tinggal dikonsolidasikan pembentuk perda itu. Jangan terlalu banyak dibicarakan di publik,” jelasnya. [iib,ira]

Tags: