Gubernur Kesal Surat Soal Gula Tak Kunjung Dibalas Kemendag

Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo SH, MHum mengaku kesal dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag), karena surat Pemprov Jatim terkait masalah gula di Jatim tak kunjung mendapat jawaban. Padahal pihaknya sudah berulang kali menelepon Kemendag agar jawaban tertulis segara dikirim.
“Kita sudah kirim surat yang isinya keluhan petani tebu di Jatim kepada Pemerintah Pusat. Tapi sudah saya telepon beberapa kali ke Deputinya belum ada jawaban tertulis. Kita minta ada perhatian karena kita tunggu secepatnya jawaban itu,” kata Soekarwo,  Rabu (16/4).
Menurut dia, ada lima keluhan petani tebu di Jatim yang disampaikan ke Pemerintah Pusat yaitu, menetapkan Harga Patokan Petani (HPP), rendemen tebu, larangan pabrik gula rafinasi, produksi gula di Jatim yang surplus agar bisa dijual ke luar provinsi dan harga jaminan petani tebu. Jawaban dari surat tersebut ditunggu petani mengingat sebentar lagi akan datang musim giling.
Selain menghubungi lewat telepon, Pakde Karwo, sapaan lekat Soekarwo, juga telah mengirim Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jatim Dr Budi Setiawan MMT, untuk mempertanyakannya. Namun hingga sampai saat ini belum ada jawaban pasti dari Kemendag.
“Kita minta jawaban yes or no, tapi jawabannya malah or. Kalau begini, petani tebu nanti yang dirugikan. Beberapa waktu lalu, ratusan petani tebu sudah kita temui di Kantor Gubernur dan mereka mengeluarkan keluh kesahnya. Dan kita berjanji untuk segera menjawab keluhannya itu. Tapi pada kenyataannya surat yang kita kirim belum ada jawabannya,” keluhnya.
Kekesalan Pakde Karwo semakin bertambah, setelah mengetahui ada kebijakan dari Kemendag yang memperbolehkan Bulog untuk impor gula. Kondisi ini tentunya akan semakin mempersulit kondisi petani tebu di Jatim, sebab saat ini ratusan ton gula di Jatim belum terserap padahal musim giling sudah tiba.
“Gula impor sudah kita larang tidak boleh masuk ke Jatim. Saya juga minta Kemendag agar gula di Jatim bisa diserap. Memang ada kekurangan gula secara nasional, tapi itu tidak berlaku di Jatim. Begitu juga ada kekurangan gula rafinasi secara nasional sebanyak 27 ribu ton. Kita juga larang gula rafinasi masuk di pasaran,” ungkapnya.
Kepala Disperindag Provinsi Jatim Dr Budi Setiawan MMT mengatakan, Jatim biasanya berkontribusi 50 persen terhadap produksi gula nasional dengan produksi 1,2 juta ton pada 2013. Dari total produksi itu, masih tersisa lebih dari 500.000 ton pada April.
Padahal kapasitas gula nasional tidak bertambah signifikan sehingga diduga ada produk subtitusi beredar di masyarakat. “Faktanya seperti itu. Provinsi lain seperti di Kalimantan, NTT, NTB, Sulawesi ada gula rafinasi di pasar sehingga menghambat penyerapan gula produksi Jatim,” jelasnya.
Sesuai Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.527/2004 tentang Ketentuan Impor Gula menyebutkan gula kristal rafinasi hanya dipergunakan untuk industri dan dilarang diperdagangkan di pasar di dalam negeri.
Budi menguraikan, guna menekan kemungkinan gula impor beredar di pasar Jatim, maka kini gencar dilakukan pantauan pasar. Sedangkan soal peredaran gula rafinasi di provinsi lain, Pemprov Jatim meminta Kementerian Perdagangan mengambil kebijakan dan membantu pemasarannya. [iib]

Tags: