Gubernur Imbau Warga Tak Antipati Kebijakan Impor

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo meminta agar masyarakat tidak antipati terhadap kebijakan impor. Ini karena kebijakan impor dilakukan semata-mata untuk menekan harga kebutuhan agar tidak naik ketika terjadi kelangkaan. Namun masyarakat sering salah presepsi terhadap kebijakan ini.
“Jangan terlalu alergi terhadap impor. Kalau produksi kita lebih, ya ekspor. Jika kurang, ya kita impor,” jawab Soekarwo saat ditanya tentang kebijakan impor usai rapat paripurna di DPRD Jatim, Senin (27/2).
Ditambahkannya masyarakat harus membiasakan menerima kebijakan impor. Jika hal itu tidak dilakukan, yang menjadi korban akibat lonjakan harga adalah masyarakat bawah.
Ditambahkan Soekarwo, garam produksi Madura persentase terbanyak untuk industri. Namun demikian dibutuhkan proses untuk memenuhi standarnya. Dengan anomali cuaca yang terjadi saat ini, produksi garam industri pun jadi terhambat.
“Sebanyak 80% produksi garam di Madura, itu sudah garam industri. Itu memang sudah bagus. Ada peningkatan, tapi pada musim hujan hancur semua. Itu permasalahan. Namun kita tidak bisa menyalahkan musim karena teknologi kita seperti itu. Beda dengan Australia, tinggal keruk sudah jadi. Tidak perlu proses lagi,” papar gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo ini.
Meski demikian, Pakde Karwo menegaskan impor tidak dilakukan terus menerus. Khusus untuk garam, impor akan dihentikan dua bulan sebelum dan dua bulan sesudah panen. “Dua bulan sebelum dan dua bulan sesudah panen garam, dilarang melakukan impor,” tegas Pakde Karwo.
Sebelumnya,  Komisi B DPRD Jatim menyesalkan sikap pemerintah yang berambisi melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam negeri. Salah satunya adalah impor garam dengan dalih kualitas garam lokal yang tidak sesuai standar industri. Padahal jika pemerintah mau, peningkatan kualitas garam lokal bisa dilakukan.
Anggota Komisi B DPRD Jatim Yusuf Rohana menegaskan, pemerintah sekarang ini selalu berambisi melakukan impor untuk solusi pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Mulai soal gula, lombok hingga garam, dengan alasan kualitas lokal tak màmpu memenuhi kebutuhan industri. Padahal di sisi lain pemerintah mampu menangani itu semua kalau memang ada itikat membantu petani.
“Tapi yang terjadi sebaliknya, pemerintah berlomba-lomba melakukan impor yang cenderung mematikan nasib petani. Padahal kalau pemerintah mau bijak sebenarnya petani mau diajak maju dengan memperbaiki hasil produksinya,” tegas politikus asal PKS ini. [cty]

Tags: