Gubernur Optimistis Budaya Mampu Selesaikan Perselisihan Jawa-Sunda

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo SH, MHum, Gubernur Jabar dan Wagub DIJ serta Ketua DPRD Jatim Halim Iskandar meninjau nama Jl Majapahit di acara Harmoni Budaya Jawa-Sunda 2018 di depan Gedung Sate Bandung.

Pemprov Jatim, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo SH, MHum optimistis pendekatan budaya mampu mengakhiri permasalahan Jawa-Sunda yang terjadi sejak 661 tahun lalu pasca tragedi Pasunda Bubat. Untuk itu, Gubernur Jatim bersama Gubernur DIJ Sri Sultan HamengkuBuwono X, dan Gubernur Jawa Barat Dr H Ahmad Heryawan menggagas rekonsiliasi budaya untuk menghilangkan sekat-sekat antara Jawa dan Sunda.
“Budayalah yang bisa menjernihkan dan membersihkan yang kotor. Lewat pendekatan budaya maka tidak akan yang terluka dan merasa benar atau salah,” ungkap Pakde Karwo pada acara Harmoni Budaya Jawa-Sunda dan Peresmian Jalan Majapahit dan Hayam Wuruk di Gedung Sate Jl Diponegoro No 22 Bandung, Jumat (11/5).
Menurut Pakde Karwo, jauhnya jarak terjadinya Pasunda Bubat dengan munculnya berbagai cerita yang ada di buku-buku merupakan upaya divide et impera oleh penjajah. Karenanya, para tokoh meliputi budayawan, sejarawan, akademisi dan pemerintah sepakat untuk meluruskan hal itu, sehingga tidak menjadi konflik yang berkepanjangan. “Dengan harmoni budaya ini maka akan bisa menjadikan Jawa-Sunda ini bersatu dan memperkokoh NKRI seperti yang dicita-citakan para pendiri republik,” jelasnya.
Pakde Karwo menambahkan, bersatunya Jawa-Sunda memberikan kontribusi ekonomi nasional mencapai hampir 40 persen. Hal ini tentunya akan memberi dampak yang luar biasa pada kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, harmoni budaya ini akan ditinjaklanjuti dengan berbagai kerjasama baik di bidang pariwisata, perdagangan, ekonomi maupun politik. “Banyak hal yang bisa ditumpangkan pada pertemuan budaya kali ini. Saya kira ini pintu yang sangat bagus serta halus untuk pertumbuhan bersama,” tukasnya.
Terkait peresmiaan Jl Majapahit dan Hayam Wuruk, Pakde Karwo mewakili masyarakat Jatim merasa senang dan bangga. Ini penting karena penamaan jalan selain simbolik, dan tempat berlangsungnya transportasi orang, barang dan jasa juga menyimpan nilai sejarah. “Posisi Jalan ini sangat bagus dan cukup strategis, namun sebenarnya substansi utamanya yakni bahwa ini merupakan sumbangan besar bahwa budaya solusi atas berbagai konflik,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Jawa Barat Dr H Ahmad Heryawan yang bertindak selaku tuan rumah menyampaikan, harmoni budaya akan bisa menghadirkan persatuan dan kesatuan. Selain itu, senada dengan yang disampaikan Pakde Karwo budaya bisa menjernihkan yang kotor, mengindahkan yang belum indah, serta merapikan semuanya. “Lewat kegiatan harmoni budaya pada hari ini, mari kita ciptakan cara pandang yang sama, tidak perlu mempermasalahkan lagi siapa yang salah dan benar,” ujar Kang Aher sapaan akrab Gubernur Jabar.
Kang Aher menegaskan, bahwa harmoni budaya ini turut menjadi sejarah dan terobosan yang tepat untuk menyatukan Indonesia. Pasalnya, jumlah etnis Jawa mencapai 42 % dari seluruh etnis di Indonesia, sedangkan etnis Sunda mencapai 14%. Jika digabungkan, jumlahnya mencapai 56% atau separo lebih dari seluruh etnis di Indonesia. “Artinya jika masalah Jawa dan Sunda selesai, maka perkara-perkara besar di Indonesia juga selesai,” imbuhnya.
Ditambahkan, kegiatan ini merupakan kelanjutan dari rekonsiliasi budaya Sunda-Jawa yang digelar di Surabaya pada Maret lalu. Pada waktu itu ditandai dengan digantinya nama dua jalan arteri di Kota Surabaya dengan simbol kesundaan yakni, Jl Prabu Siliwangi menggantikan Jl Gunungsari, dan Jl Sunda menggantikan Jl Dinoyo. Sedangkan untuk penamaan Jl Majapahit di Bandung menggantikan Jl Gasibu, dan Jl Hayam Wuruk menggantikan Jl Cimandiri. [iib]

Tags: