Gubernur Proyeksikan Jatim Jadi Provinsi Industri

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo memberikan sambutan sekaligus paparan pada acara Pertemuan Tahunan dengan Bank Indonesia Tahun 2015 di JW Marriot Surabaya.

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo memberikan sambutan sekaligus paparan pada acara Pertemuan Tahunan dengan Bank Indonesia Tahun 2015 di JW Marriot Surabaya.

Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr. H. Soekarwo memproyeksikan provinsi yang dipimpinya akan menjadi provinsi industri argo on farm pada 2016. Itulah ia mendorong masyarakat terutama petani untuk tidak menjual hasil panen secara langsung, namun mengolahnya terlebih dahulu.
Jika sebelumnya petani menjual pisang, maka ke depan tidak diperbolehkan lagi menjual hasil pertanian  yang masih mentah ke pasar melainkan harus  menjual  sudah dalam bentuk makanan olahan.
“Jangan menjual pisang mentah tetapi juallah keripik pisang  atau jangan menjual nangka tapi jullah keripik nangka, sehingga petani memiliki nilai tambah, karena hasil pertanian dalam bentuk olahan bisa diterima langsung oleh produsen. Petani jual hasil pertania tidak lagi pada konsumen atau tengkulak,” kata Soekarwo pada arahan pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2015 di Hotel JW. Marriot Surabaya, Kamis (10/12)
Lebih lanjut pejabat yang akrab disapa Pakde Karwo itu mengatakan, jika itu bisa terlaksana maka
income generiknya naik sehingga kemampuan untuk belanja petanipun naik, tapi jangan lupa sebagaian dari tambahan pendapatan harus disimpan dan ditabung  sebagai bekal dikemudian hari. Jdi, jangan samapi dihabiskan semuanya untuk belanja konsumsi.
Saat ini pertumbuhan industri pengolahan di Jatim dari tahun 2010 hingga 2015 triwulan III kondisinya terus naik. Tahun 2010 pertumbuhan  nasional 3,79 %, Jatim pada posisi 2,23% dan tahun 2011, nasional 6,26 %, Jatim 4,57 % serta Tahun 2012 nasional 5,62 %, Jatim naik menjadi 6,73 %. Sedangkan tahun 2013, nasional 4,49, jatim tetap diatasnya yaitu 5,85 % dan tahun 2014, nasional sebesar 4,63 %, jatim pada posisi 7,66 % serta tahun 2015 semester III, nasional sebesar 4,22 %, jatim masih pada posisi 5,60 %.
“Jadi, pertumbuhan industri pengolahan di prov. Jatim hingga semester III tahun 2015 ini sebesar 5,6 %,” tegasnya.
Sementara  kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim terhadap Produk Domistik Bruto (PDB) Nasional, kata Pakde Karwo, terus meningkat, yakni tahun 2012, Nasional sebesar Rp 8.615,70 triliun, PDRB Jatim sebesar Rp1.247.77 triliun atau share 14,47 %. Tahun 2013, PDB Nasional sebesar 9.524,74 triliun, PDRB Jatim sebesar Rp1.382,43 triliun (share) 14,51 %, dan tahun 2014, PDB nasional 10.542,69 triliun dan PDRB  jatim Rp 1.540,69 triliun (share) 14,60 %  serta tahun 2015 triwulan  III, PDB nasional sebesar Rp 8.578,30 triliun sedangkan PDRB jatim sebesar Rp 1.260,02  triliun atau share 14,68 %.
Untuk memperlancar investasi di jatim, maka pemprov. Jatim memberikan  empat kemudahan atau garamsi yakni mempermudah pengadaan tanah, mempermudah masalah perijinan dan yang ketiga mempermudah masalah listrik dan yang keempat menyediakan tenaga kerja dengan SDM yang mumpuni. Ia mencontohkan, kalau sebelumnya mengurus ijin masalah limbah itu sampai memakan waktu hingga dua bulan, maka setelah menggunakan IT maka waktunya tinggal 14 hari saja.
Sebelum mengakhiri pengarahannya, Gubernur  menjelaskan, Jatim telah membangun infrastruktur sangat memadai  guna  memperlancar arus transportasi serta pengembangan investasi di Jatim, Pembangunan infrastruktur antara lain dengan membangunan jalan  darat ( Tol an Ateri): Rute Utara mulai dari Tuban, Surabaya – Banyuwangi sepanjang 218 Km. Rute Tengah mulai dari Ngawi, Jombang – Surabaya sepanjang 251 Km dan JLS mulai dari Pacitan, – Trenggalek (selesai) dan pembangunan sarana jalan ini mendapat dukungan dari APBN 2015 sebesar Rp 180 Miliar.
Selain jalan Tol, Jatim juga telah membangun 29 stasiun Kereta Api se Jatim dan membangun  double trak jurusan Bojonegoro – Surabaya  dengan total keseluruhan sepanjang 895,750 Km. Bandara Udara, di Juanda Surabaya, Abdul Rahman Salah Malang, Blimbingsari Banyuwangi, Trunojoyo Sumenep dan Kuthohardinegoro Jember. Khusus untuk Airport Juada kapasitas kargo sebanyak 152 juta ton. Ditambah dermaga laut yang ada di Tanjung Perak Surabaya, Tanjungwangi Banyuwangi Tanjung Probolinggo dan di Teluk Lamong, Lamongan. Semua ini dibangun untuk menyambut Investor untuk menanamkan modalnya di Jatim .
Pada kesempatan yang sama Kepala Perwakilan BI Prov. Jatim, Benny Siswanto, mengatakan, antara BI Jatim dengan Pemprov. Jatim telah menjalin kerjasama yang baik untuk saling bersinergi dalam memperjuangkan tujuan bersama yakni pertumbuhan ekonomi Jatim pada khususnya dan nasional umumnya, agar semakin baik, kuat dan mandiri serta mampu mensejahterakan masyarakat.
Dikatakan, transformasi sangat dibuthkan untuk membawa perekonomian Indonesia dan Jatim menjadi jauh lebih baik, dari negara yang berorientasi konsumsi menjadi negara produksi dan dari negara importer menjadi negara eksportir serta dari negara penghasil sumber daya alam mentah menjadi negara pengolah yang menghasilkan produksi bernilai tinggi.
Dengan latar belakang tersebut, maka BI menyampaikan beberapa pemikiran dengan thema” Sinergi untuk percepatan Transformasi, menjaga dan meningkatkan Keunggulan Perekonomian Jatim .
Gejolak perekonomian global tersebut juga berdampak pada perekonomian regional, Jatim khususnya. Perlambatan ekonomi mitra dagang disertai dengan penurunan harga komoditas menyebabkan tren eksport luar negeri cenderung melambat, dari 28,11 % pada pola normal menjadi 1,5 % pada tahun 2015. Disisi lain, adanya depresiasi nilai tukar rupiah bersekuensi pada meningkatnya biaya produksi di sektor industri pengolahan. Dari hasil survey BI Jatim menunjukkan bahwa 31 % bahan baku industri di Jatim berasal dari bahan import, sehingga harga baku menjadi semakin mahal.
Disini, masih diuntungkan oleh posisi perdagangan antar daerah yang bisa menjadi penggerak perekonomian Jatim, namun juga masih terjadi perlambatan sebagai dampak dari perlambatan ekonomi kawasan Timur Indonesia (KTI). Melambatnya kinerja sektor usaha ini, berkonsentrasi pada perlambatan penyaluran kredit yang semula mampu tumbuh cukup tinggi, yakni 26,7 % pada tahun 2012 menjadi 10,7 % pada triwulan III tahun 2015. Hal tersebut mendorong pertumbuhan kredit Jatim pada rtahun 2015 diperkirakan pada kisaran 10 – 12 %.  [ma,iib]

Tags: