Gubernur Pusing Pilih 16 Pjs Bupati/Wali Kota

Dr H Soekarwo

Dr H Soekarwo

Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo mengaku bingung dan pusing memilih calon Penjabat Sementara (Pjs) bupati/wali kota yang tahun ini akan habis masa jabatannya. Sebab harus memilih pejabat eselon II di lingkungan Pemprov Jatim yang menguasai pemerintahan dan keuangan.
“Jujur, saya kesulitan mencari 16 pejabat eselon II yang mumpuni dan menguasai bidang pemerintahan dan keuangan sekaligus. Angel tenan (sulit sekali). Tak banyak pejabat pemprov yang menguasai dua hal itu secara bersamaan,” kata Gubernur Soekarwo, Selasa (13/1).
Sekadar catatan, pengisian kepala daerah dengan status Pjs harus dilakukan Gubernur Jatim mengingat Pilkada bakal diselenggarakan serentak pada akhir 2015 ini. Padahal, masa jabatan bupati/wali kota yang habis masa jabatannya tahun ini mencapai 16 kepala daerah. Sedangkan kepala daerah yang paling awal masa tugasnya berakhir adalah Bupati dan Wakil Bupati Ngawi pada 27 Juli 2015.
Permasalahannya tak hanya memilih 16 Pjs, Pakde Karwo, sapaan lekat Gubernur Soekarwo juga akan dilanda resah karena harus ditinggal 16 eselon II itu. Sebab jika 16 pejabat tersebut telah ditunjuk sebagai Pjs, dia harus meninggalkan SKPD untuk mengemban tugas baru.
“Kalau waktunya hanya dua sampai tiga bulan saja tidak apa-apa menjabat dobel. Tapi kalau harus menjabat Pjs selama enam bulan lebih kan bermasalah juga bagi SKPD tersebut. Sebab Pjs nanti tidak boleh meninggalkan tugasnya sebagai kepala daerah,” ungkapnya.
Untuk mengatasi masalah itu, Pakde Karwo akan menunjuk Plt (Pelaksana Tugas) Kepala SKPD untuk menggantikan Kepala SKPD yang ditunjuk menjadi Pjs bupati/wali kota. “Memang tidak ada aturannya pejabat yang menjadi Pjs bupati/wali kota harus melepas jabatannya di SKPD. Tapi normanya harus seperti itu, sebab nanti tidak ada yang ngontrol,” jelasnya.
Pakde Karwo mengatakan, ada beberapa daerah yang Pjs-nya nanti tidak boleh menjabat dobel. Salah satunya adalah Kota Surabaya sebagai ibukota provinsi. Selain itu, banyak hal yang harus mendapat perhatian serius di Kota Surabaya.
Menurut mantan Sekdaprov Jatim ini, semua pejabat eselon II berpeluang menjadi Pjs. Tidak ada peluang yang lebih besar menjadi Pjs, meski sebelumnya sudah pernah menjadi kepala daerah.
Perlu diketahui, ada dua Kepala SKPD di lingkungan Pemprov Jatim yang pernah menjadi kepala daerah, yaitu Kepala Dinas Kesehatan Harsono yang pernah menjabat Bupati Ngawi, dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Heru Tjahjono.
Salah satu peneliti Balitbang Jatim Bidang Pemerintahan, Amir HT mengatakan Gubernur Soekarwo selaku kepanjangan pusat memang mempunyai kewenangan menunjuk Pjs Bupati/Wali Kota dengan kriteria pejabat aktif eselon dua Pemprov Jatim.
Selain itu, pejabat tersebut harus mempunyai pengalaman di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. “Terpenting penunjukan itu juga didukung dan diterima masyarakat setempat, kalangan elit hingga politikus di daerah tersebut,” katanya.
Menilik hal itu, maka Amir juga mengatakan biasanya penunjukan Pjs  memang ada pertimbangan khusus yaitu mampu memimpin daerah tersebut. “Bisa jadi pejabat yang sudah pernah bertugas di daerah lebih berpeluang besar,” ujarnya.
Ia pun juga menegaskan kalau dalam pemilihan ke depan seluruh calon bupati/wali kota harus melalui rekam jejak terlebih dulu. “Sebab, kebanyakan setelah terpilih ternyata tersandung kasus dan berhadapan dengan hukum, sehingga pemerintahan yang dipimpinnya tidak berjalan maksimal,” ujarnya.

Bukan Pejabat Internal
Berakhirnya masa jabatan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada Agustus mendatang dipastikan bakal diganti oleh Pjs mengingat pelaksanaan Pilkada baru akan dilakukan pada 2016.
Ketua Fraksi Gerindra DPRD Surabaya BF Sutadi menyatakan pengangkatan PJs Wali kota Surabaya diharapkan berasal dari pejabat Pemprov Jatim untuk menghindari  resistensi  politik dalam tubuh birokrasi Kota Surabaya.
Jika Pjs berasal dari internal Pemkot dikhawatirkan menurunkan derajat legitimasi Pilkada mengingat semua pejabat Pemkot Surabaya saat ini adalah bawahan Wali Kota Tri Rismaharini yang kemungkinan besar masih maju dalam pemilihan.
“Secara politik yang paling aman  Pjs wali kota nanti berasal dari pejabat Pemprov Jatim, bukan dari internal Pemkot Surabaya. Resistensinya besar jika yang ditunjuk Sekdakota misalnya. Sebab semua masih bawahan Bu Risma,” terang Sutadi.
Sutadi mengapresiasi jika Gubernur Jatim menunjuk salah satu pejabatnya sebagai Pjs Wali Kota Surabaya. Menurutnya tugas dan kewenangan Pjs kepala daerah  tidaklah banyak. Pjs hanya meneruskan semua kebijakan yang sudah ada dalam APBD tanpa diperbolehkan mengambil keputusan strategis.
“Semua sudah pernah dilakukan terkait Pjs, bahkan untuk Surabaya juga sudah pernah mengalami waktu Pjs-nya Pak Khusnul Arifien Damuri dulu,” ujar pria yang terakhir menjabat Asisten I Wali Kota Surabaya sebelum pensiun ini.
Mengenai  pengajuan RAPBD 2016 yang kemungkinan besar bakal dilakukan Pjs Wali Kota Surabaya, Sutadi menegaskan hal tersebut tidak akan menjadi masalah. Menurutnya mekanisme pembuatan RAPBD berjalan mulai sekitar Maret. Sehingga saat Wali Kota Tri Rismaharini menyelesaikan jabatannya  pada Agustus , posisi RAPBD sudah 90 persen.
“Jadi Pjs nanti tinggal menyerahkan saja pada DPRD, yang penting dua urusan wajib tidak boleh diutik-utik yaitu pendidikan dan kesehatan karena itu sudah final,” terangnya. [iib,gat,rac]

Tags: