Gubernur Tetapkan 35 Daerah Berstatus Siaga Darurat Bencana

Sejumlah warga di Dusun Karangasem Kelurahan Karangketug Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan menaiki perahu yang disediakan pihak BPBD Kota Pasuruan menuju tempat tinggalnya, Selasa (11/10). Di Dusun Karangasem ketinggian air banjir mencapai 1-2 meter.  [hilmi husain]

Sejumlah warga di Dusun Karangasem Kelurahan Karangketug Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan menaiki perahu yang disediakan pihak BPBD Kota Pasuruan menuju tempat tinggalnya, Selasa (11/10). Di Dusun Karangasem ketinggian air banjir mencapai 1-2 meter. [hilmi husain]

Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo akhirnya menetapkan status siaga darurat bencana di 35 dari 38 kabupaten/kota di Jatim. Langkah ini bertujuan agar pemerintah bisa memobilisir semua sumber daya yang dimiliki untuk menangani bencana.
“Keputusan tersebut dikeluarkan oleh Gubernur Jatim Dr H Soekarwo pada 12 Oktober 2016 dengan nomor surat 188/585/KPTS/013/2016 tentang status siaga darurat bencana, banjir, tanah longsor, puting beliung dan rob di Jatim,” kata Kepala Biro Hukum Setdaprov Jatim Dr Himawan Estu Bagijo?, Minggu (16/10).
Dengan adanya keputusan tersebut, kata dia, maka semua sumber daya yang dimiliki pemerintah untuk menangani bencana tersebut bisa dikeluarkan.? ?Adapun 35 kab/kota itu, yakni Kabupaten Madiun, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kota Pasuruan, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kota Kediri, Kota Malang dan Kota Batu.
Kemudian, Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Sampang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Kediri. “Dari 38 kabupaten/kota di Jatim, hanya tiga daerah yang belum ditetapkan status siaga darurat bencana?, yakni Kota Surabaya, Kota Mojokerto, dan Kota Blitar,” ujarnya.
Alasannya, menurut Himawan, ketiga daerah tersebut belum memiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Sementara siaga darurat bencana dikeluarkan untuk mempermudah pemda dalam segi administrasi, misalnya seperti kebutuhan anggaran, peralatan, dan lainnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD? Jatim Sudarmawan menambahkan bahwa tiga daerah yang belum ditetapkan status siaga darurat bencana ada beberapa faktor. Di antaranya, tiga daerah seperti Kota Surabaya, Kota Mojokerto dan Kota Blitar belum memiliki BPBD.
Selain itu, status siaga darurat bencana dikeluarkan sejatinya untuk mempermudah urusan administrasi seperti anggaran untuk bencana, peralatan dan lainnya. “Ketiga daerah itu saat ini sedang proses pengurusan pembentukan BPBD,” tandasnya.

Nganjuk Antisipasi Bencana
Sementara itu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nganjuk memberikan peringatan dini terhadap masyarakat untuk waspada saat masa pancaroba. Terutama masyarakat yang bermukim di tepi bukit, lereng gunung maupun rumah yang berada di bawah pohon besar  yang sewaktu-waktu harus siaga jika terjadi cuaca ekstrim.
Kepala BPBD Nganjuk Ir Soekojono mengatakan yang harus diwaspadai  terjadinya angin kencang atau seperti puting beliung, petir, banjir  dan tanah longsor.  “Langkah antisipasi yang dilakukan BPBD adalah banjir, karena itu persiapan sarana dan personel sudah kami mantapkan,” ujar Soekojono.
Soekojono mencontohkan kejadian angin puting beliung yang menimbulkan kerusakan, seperti yang terjadi di jalur alternatif Nganjuk-Surabaya tepatnya di Desa Rejoso Kecamatan Rejoso, di mana sedikitnya lima pohon besar tumbang. Kemudian, jalur alternatif  Desa Tamanan menuju Desa Rejoso itu sempat tertutup total selama beberapa jam, sebelum dilakukan evakuasi dan pemotongan pohon roboh oleh anggota Polri, TNI dan petugas BPBD Nganjuk.
Beruntung saat terjadi pohon tumbang tidak ada pengendara yang sedang melintas saat peristiwa terjadi, sehingga tidak sampai jatuh korban jiwa. “Kami merujuk surat dari Pusdalops BMKG nomor KT.304/807/MJUD/IX/2016 . Dalam surat disebutkan soal prakiraan cuaca yang berpotensi bencana di berbagai wilayah yang ditenggarai akibat peralihan musim yang tidak menentu, hal ini menjadi perhatian serius bagi BPBD Nganjuk,” tandas Soekojono.
Sementara itu Basori Sag, anggota DPRD Nganjuk mengungkapkan bahwa Pemkab Nganjuk dalam menangani bencana tidak hanya bersifat reaktif. Setelah musibah terjadi baru bertindak. Seharusnya, menurut Basori, penanganan bencana harus bersifat terpadu dari masing-masing satuan kerja.
Dicontohkan Basori, keberadaan tenaga penanggulangan bencana memiliki arti strategis, di mana keberadaan tenaga tersebut mampu memberikan antisipasi dan membantu langsung ketika bencana terjadi. Atas kondisi tersebut, DPRD meminta kepada Bupati Nganjuk untuk mempertimbangkan kembali jumlah personel dan sarana prasarana agar ke depan menjadi lebih baik.
Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup memiliki makna yang sangat komplek dan strategis. DPRD melihat apa yang dilakukan oleh Kantor Lingkungan Hidup masih kurang maksimal khusus pengantisipasian terhadap tanah longsor,  pengelolaan hutan lindung, pengamanan sumber mata air maupun pemetaan daerah rawan bencana tanah longsor. “Sehubungan dengan antisipasi bencana alam, DPRD telah meminta kepada eksekutif untuk memberikan perhatian serius,” tandas Basori. [iib,ris]

Tags: