Gubernur: Tinjau Ulang Izin Pengeboran Lapindo!

Setelah diprotes warga sekitar, aktivitas pengurukan yang dilakukan oleh Lapindo Brantas di Sumur Tanggulangin 1, Desa Kedung Banteng, Kec Tanggulangin mulai Senin (11/1) hari ini  dipastikan berhenti.

Setelah diprotes warga sekitar, aktivitas pengurukan yang dilakukan oleh Lapindo Brantas di Sumur Tanggulangin 1, Desa Kedung Banteng, Kec Tanggulangin mulai Senin (11/1) hari ini dipastikan berhenti.

Pemprov, Bhirawa
Rencana PT Lapindo Brantas Inc yang ingin mengebor gas lagi di Dusun Kalinguwu RT 3 RW 2 Desa Banjar Asri Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo terus mendapat banyak hadangan. Salah satunya dari Gubernur Jatim Dr H Soekarwo yang meminta rencana pengeboran dihentikan sementara, karena akan mengundang banyak persoalan seperti keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Saya sebagai gubernur harus bisa menciptakan suasana aman di daerah saya. Rencana pengeboran tersebut harus dihentukan sementara, jika tidak akan menimbulkan konflik di masyarakat dan bisa menjadikan gangguan keamanan dan ketertiban,” tegas Gubernur Soekarwo,  Minggu (10/1).
Pakde Karwo, sapaan lekat Gubernur Soekarwo, mengakui izin yang digunakan PT Lapindo untuk mengebor lagi memang izin lama. Oleh karena itu, sejak dulu dirinya sudah meminta Bupati Sidoarjo Saiful Illah untuk meninjau ulang seluruh perizinan pengeboran gas di wilayah Sidoarjo. Namun sayangnya, saran dari Gubernur Soekarwo diabaikan Pemkab Sidoarjo dan meneruskan proses perizinan ke Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) hingga akhirnya izinpun turun.
Perlu diketahui, hasrat PT Lapindo ingin melakukan pengeboran di sumur gas Tanggulangin 1 sebenarnya sudah berlangsung lama, sejak 2012 lalu. Tapi saat muncul keinginan untuk mengebor itu, selalu muncul penolakan dari warga karena masih trauma dengan meluapnya lumpur panas Lapindo di Porong Sidoarjo.
Mantan Sekdaprov Jatim itu mengatakan, Pemprov Jatim tidak mempunyai kewenangan terkait perizinan. Semua persoalan perizinan ada di tangan pemerintah pusat yakni Menteri ESDM. Pemprov Jatim hanya bisa mengirimkan berbagai pertimbangan tentang persoalan yang akan dihadapi, dan surat tersebut dapat dijadikan pertimbangan oleh pemerintah pusat.
“Fungsi kewilayahan kami tentang keamanan dan ketertiban masyarakat dan kami sampaikan ke menteri agar dilakukan evaluasi dan pendekatan kepada masyarakat. Kementerian ESDM perlu mengevaluasi permasalahan apa saja yang akan timbul dan bagaimana pendekatan yang dilakukan,” jelasnya.
Menurut dia, apakah pengeboran itu berbahaya atau tidak, harus dijelaskan kepada masyarakat. Sebab  masalah saat ini selain problem kekurangan energi juga problem masyarakat. “Kita memang kekurangan energi dan setiap tahun terus mengalami penurunan. Itu dua kepentingan antara masyarakat dan kepentingan energi. Saya minta kepada Pak Menteri untuk mengajak dialog masyarakat. Kalau ada kekhawatiran harus dijelaskan dengan menjelaskan bahwa negara akan ikut bertanggungjawab,” paparnya.
Dengan kondisi tersebut, apakah pengeboran yang akan dilakukan Lapindo harus dihentikan?. “Ya. Sampai ada titik temu antar mereka yakni masyarakat, pemerintah, dan pihak ketiga. Fungsi pemerintah selain sebagai regulator juga sebagai pengawas,” katanya.

Kaji Kerusakan Bumi
Ketua Dewan Penasihat Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Andang Bachtiar mengatakan semburan lumpur di Porong Sidoarjo harus menjadi pelajaran serius bagi Lapindo Brantas Inc sebelum melakukan kembali kegiatan pengeboran di wilayah yang berdekatan. Bukan tidak mungkin dilakukan. Hanya saja, perusahaan wajib mengkaji derajat lapisan bumi di sekitar pusat semburan.
Menurut Andang Bachtiar, banyak tahapan yang harus dilalui sebelum melakukan pengeboran di Sumur Tanggulangin 1, Desa Kedungbanteng, Tanggulangin Sidoarjo. Ini tidak semata-mata lantaran Sumur Tanggulangin 1 berada tidak jauh dari pusat semburan lumpur panas Lapindo. Namun lebih dikarenakan keharusan syarat-syarat yang ada.
Menurut dia, selain tahapan, perhitungan terkait risiko juga harus dilakukan. Khususnya dalam mengkaji derajat kerusakan lapisan bumi di sekitar pusat semburan. Misalkan pengeboran dengan kedalaman 300 ft. Meski dangkal, tapi karena bawahnya rusak maka harus diperhitungkan. Ini bukan berarti (pengeboran) tidak bisa dilakukan.
“Kami (IAGI) belum diajak bicara sama mereka (Lapindo). Kalau ngebor kedalamannya 3000 ft atau sekitar 1 kilo, itu dangkal. Tapi kalau hingga 9000 ft itu yang bahaya,” kata Andang yang juga aktif di Dewan Energi Nasional ini seminar bencana dan punahnya peradaban di ITS kemarin.
Andang merekomendasi Lapindo dan pihak berwenang lainnya melihat terlebih dulu lapisan bumi. “Harus ada preventif action. Masyarakat di dekat lokasi pengeboran harus diedukasi, dan memastikan aman atau tidak.  Perlu dilakukan survei, indikator retakan ada apa tidak?,” tanyanya.
Andang juga mempertanyakan keberadaan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), serta Antisipasi Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Itu sudah ada apa belum?. Sekiranya sudah ada dan dibuat sejak lama maka perlu ada UKP-UPL, Amdal ulang.
“Segala informasi harus diketahui publik. Terutama pada masyarakat sekitar lokasi pengeboran. Termasuk keberadaan izin dari SKK Migas maupun Dirjen Migas,” tegas pria yang juga Ketua Komite Eksplorasi Nasional ini.
Sementara itu, Koordinator Pusat Studi Kebumian Bencana dan Perubahan Iklim (PSKBPI) ITS Amien Widodo mengatakan gempa, tsunami, gunung meletus, gunung lumpur Lapindo, longsor, banjir, hujan badai, kilat, angin puyuh, kekeringan, serangan hama, serangan virus dan kejadian yang berisiko tinggi lainnya merupakan peristiwa yang harus terjadi dan akan terus terjadi sebagai bagian dari dinamika alam.
Banyak bukti peradaban masa lalu yang sempat hilang, hingga akhirnya ditemukan kembali. Misalkan keberadaan situs yang tertimbun tanah pasca letusan gunung berapi, atau karena tsunami. Masing-masing fenomena alam itu mempunyai skala, kadar, kekuatan dan periode ulang yang sudah tertentu. Masing-masing mempunyai manfaat terhadap satu dengan lainnya untuk menjaga keseimbangan bumi-atmosfer bahkan untuk menjaga keseimbangan alam. [iib,tam]

Tags: