Gubernur Tolak Penutupan PG di Jatim

Bocoran rencana penutupan PG tertuang dalam dokumen yang disebut Regrouping BUMN Gula yang telah disepakati antara Direktur Utama PTPN IX, X, XI dan PT RNI dengan Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN RI.

Bocoran rencana penutupan PG tertuang dalam dokumen yang disebut Regrouping BUMN Gula yang telah disepakati antara Direktur Utama PTPN IX, X, XI dan PT RNI dengan Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN RI.

DPRD Jatim, Bhirawa
Setelah Komisi B DPRD Jatim yang menentang rencana penutupan sejumlah PG (Pabrik Gula) di Jatim, kini giliran  Gubernur Jatim Dr H Soekarwo melakukan hal serupa. Pakde Karwo, panggilan karibnya, terang-terangan menolak keras rencana pemerintah pusat yang akan menutup sejumlah PG di bawah pengelolaan PTPN yang ada di Jatim.
Alasannya, kalau memang untuk meningkatkan produksi,  lebih baik dilakukan revitalisasi.  Apalagi selama ini Pemprov Jatim tidak pernah diajak komunikasi terkait rencana penutupan tersebut.
“Saya tidak setuju dengan konsep pemerintah pusat itu. Apalagi selama ini Pemprov Jatim tidak pernah diajak komunikasi.  Kalau pun pemerintah memaksa, saya tetap tidak setuju,” tegas Pakde Karwo kepada wartawan, Rabu (12/10).
Menurutnya, pemerintah pusat seharusnya bijak dan segera membenahi manajemen PG. Selain itu, peremajaan mesin atau revitalisasi seharusnya juga dilakukan, bukan malah menutup PG yang telah ada. “Secara nasional, kita itu masih kekurangan 3,8 juta ton gula. Jadi, jangan ditutup.  Itu mesin dan manajemennya yang harus dibenahi, bukan ditutup,” ujarnya.
Selain itu untuk meningkatkan produksi tebu, maka pemerintah lanjut Pakde Karwo juga harus memikirkan untuk menyediakan bibit serta pupuk murah bagi petani. “Teknologi pertanian juga harus dibenahi,” katanya.
Terpisah, Kadis Perkebunan Provinsi Jatim Syamsul Arifin mengakui jika pihaknya telah mengirim surat ke gubernur terkait kabar penutupan sejumlah PG di Jatim. “Meski pusat belum resmi mengirimkan surat ke kami, namun dari rumor yang ada, maka kami mengirim surat ke gubernur,”tegasnya.
Seperti diberitakan Harian Bhirawa sebelumnya, kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian BUMN untuk menutup 10 PG di Jatim dan Jateng meresahkan para petani tebu. Kebijakan ini selain akan membunuh ekonomi para petani, dikhawatirkan akan menambah jumlah pengangguran di Jatim karena dari jumlah itu sebanyak 9 PG berada di Jatim. Sebanyak 10 PG itu adalah PG Rejosari,  PG Kanigoro , PG Purwodadi, ketiganya berada di Madiun. Kemudian PG Pandji, PG Olean, PG Wringin Anom, ketiganya di Situbondo. Dua  PG di Sidoarjo yakni PG Toelangan dan  PG Watoetulis.  PG Meritjan   di Kediri dan PG Gondang Baru di Klaten (Jawa Tengah). Dalam sebuah dokumen yang beredar, pada 6 Oktober 2016 telah terjadi pertemuan antara Direktur Utama PTPN IX, X, XI dan PT RNI dengan Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN RI yang menghasilkan kesepakatan penutupan 10 PG di Jatim dan Jateng.
Tak hanya Gubernur Jatim, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) juga menolak rencana penutupan 10 pabrik gula di Pulau Jawa, yang sembilan pabrik gula di antaranya berada di Jatim. “Penutupan pabrik gula itu akan mematikan petani tebu dan dampaknya produksi gula nasional akan menurun,” kata Ketua Dewan Pembina APTRI Arum Sabil.
Arum mengaku, belum mendapat surat tembusan secara resmi terkait dengan rencana penutupan 10 PG oleh Kementerian BUMN sehingga pihaknya perlu melakukan klarifikasi tentang informasi yang beredar tersebut.
“Saya sudah menerima pesan singkat tentang rencana penutupan 10 PG tersebut, namun kami akan melakukan klarifikasi kepada Kementerian BUMN dan jajaran direksi terlebih dahulu sebelum bertindak lebih jauh karena penutupan PG memiliki dampak sosial yang cukup besar,” tuturnya.
Ia mengatakan, sudah menerima aspirasi ratusan pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) APTRI dari beberapa wilayah yang pabrik gulanya akan ditutup pada 2017 dan hal tersebut menyulut kemarahan banyak pihak, termasuk para petani tebu.
H Masduqi tokoh petani tebu senior di Jatim juga menolak rencana penutupan PG di Jatim. “Ini kenapa kok tiba-tiba sejumlah PG ditutup, bahkan ada banyak sekali yang akan ditutup. Ironisnya petani tidak diajak bicara sebelumnya. Padahal selama ini petani itu adalah mitra PG karena merupakan pemasok bahan baku bagi pabrik. Sehingga bila pabrik ditutup, maka petani pun akan terimbas,” ungkap Masduqi.
Petani tebu asal Situbondo ini mengatakan penentu kebijakan di BUMN gula harus belajar dengan kasus penutupan PG Demas Besuki  sekitar 12 tahun silam. “Waktu itu, masalah sosial demikian berat akibat penutupan. Bukan hanya buat pekerja PG, tapi juga petani tebu setempat yang biasa melayani PG Demas. Semuanya terpukul. Mereka yang awalnya dianggap akan tetap tanam tebu dan pindah memasok PG lainnya, tapi akhirnya malah berbondong-bondong pindah komoditas lain, imbasnya sulit mencari pemasok tebu,” ujar Masduqi.
Melihat pengalaman ini seharusnya pemerintah pusat bisa menyikapi rencana penutupan PG dengan bijak. “Petani berharap ada penjelasan yang terbuka dari Direksi PTPN atau pun Kementerian BUMN soal ini,” pungkas Masduqi yang juga anggota Dewan Pembina DPP APTRI . [cty,iib]

Rate this article!
Tags: