Gubernur Usulkan Penguatan Ekonomi Domestik di Rakernas APPSI

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo saat berdiskusi dengan para gubernur saat menghadiri pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Tahun 2018.

Pemprov Jatim, Bhirawa
Di tengah ketidakpastian ekonomi dunia, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo mengusulkan perlunya penguatan ekonomi Indonesia khususnya domestik untuk memperkuat ekonomi nasional. Salah satunya melalui penguatan perdagangan antar daerah atau dalam negeri.
Usulan tersebut disampaikannya pada diskusi panel dalam rangkaian Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Tahun 2018 di Trans Luxury Hotel Bandung, Jawa Barat, Kamis (22/2). Usulan ini mewakili para gubernur serta sebagai contoh best practice perdagangan antar pulau di Indonesia.
Pakde Karwo, sapaan lekat Gubernur Jatim ini menjelaskan, jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar yakni 261 juta orang lebih atau sekitar 40 persen jumlah penduduk ASEAN merupakan pasar yang pasti (captive market). Potensi besar ini harus dikembangkan karena mampu menjadi tulang punggung (backbone) perdagangan dalam negeri yang dapat menstimulus investasi, serta mendorong tumbuhnya industri dan meningkatkan ekspor nasional. “Pasar dalam negeri kita sangat besar. Jadi captive market kita yang harus diolah dari pada jadi pasar produk luar negeri,” jelasnya.
Penguatan ekonomi domestik ini perlu dilakukan karena adanya tantangan dalam memperkuat ekonomi nasional. Pertama, masih adanya ketergantungan terhadap impor bahan baku/penolong, dimana nilai impor bahan baku/penolong nasional sebesar 74,99 persen. Impor bahan baku ini untuk komoditas seperti kedelai (bubuk/biji), gandum, kalium klorida (bahan pupuk), tembakau virginia, susu bubuk, biji kopi robusta, besi baja, dan cengkeh.
“Komoditas ini sebenarnya dapat disubstitusi dengan produk lokal dari berbagai provinsi melalui penguatan perdagangan antar daerah. Kalau ini dilakukan, bisa mengurangi ketergantungan impor,” kata Pakde Karwo.
Masalah kedua adalah masih tingginya biaya logistik antar pulau. Sebagai contoh, biaya logistik dari Surabaya ke Makasar 8 juta rupiah per kontainer 20 feet, harga ini masih lebih tinggi dibandingkan Surabaya ke Singapura yakni sekitar USD 150-200 atau 2-3 juta rupiah per kotainer 20 feet. “Maka disamping penguatan infrastruktur tol laut yang menjadi program strategis nasional, juga perlu memperbaiki kemudahan berusaha serta memangkas berbagai prosedur perizinan,” katanya.
Masalah ketiga adalah belum adanya sistem data base yang secara detail menjelaskan potensi dan kebutuhan komoditas antar daerah/provinsi. Untuk itu Pakde Karwo mengusulkan perlunya penguatan informasi potensi dan kebutuhan melalui penguatan kerjasama antar daerah berupa informasi digital atas potensi dan kebutuhan.
Pada kesempatan ini, usai diskusi panel para gubernur melakukan penandatanganan kesepakatan bersama/MoU gubernur seluruh Indonesia selaku anggota APPSI tentang kerjasama perdagangan komoditas dan produk unggulan antar daerah.
Pakde Karwo berharap kesepakatan yang telah ditandatangani bersama dapat menjadi dasar atau landasan memperkuat perdagangan antar daerah dalam rangka memperkuat supply chain surplus-defisit masing-masing daerah untuk menjaga tingkat inflasi.
Sementara itu, Plt Sekjen Kemendagri Hadi Prabowo mengatakan, kerjasama antar daerah belum banyak disentuh karena selama ini pemerintah daerah masih banyak yang fokus dalam peningkatan kualitas pelayanan publik. Selain itu kerjasama antar daerah ini masih belum menjadi prioritas setiap SKPD. Faktor lainnya, kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan sehingga distribusi membutuhkan upaya percepatan.
Hadi menjelaskan, dari sisi regulasi, setidaknya ada tiga hal yang menjadi perhatian terkait kerjasama antar daerah. Pertama, ketika dilakukan kerjasama antar daerah, perlu dibentuk sekretariat kerjasama. Kedua, perlunya melibatkan perusahaan atau BUMD, serta faktor ketiga yakni perlunya membentuk profesional manajemen dalam arti melibatkan pelaku bisnis yang akan merasionalkan bentuk kerjasama ini. “Intinya dari sisi regulasi perlu dipersiapkan dengan baik, selain juga memikirkan bentuk pembiayaannya seperti apa,” katanya.
Untuk itu, Kemendagri memberikan beberapa rekomendasi dintaranya memperbaiki tata niaga, membangun pusat informasi, peningkatan kinerja kelembagaan pemerintah dan percepatan implementasi program cadangan pangan nasional. [iib]

Tags: