Gugatan Kota Blitar Ditolak, Surabaya Tunggu Jadwal Sidang

Kegiatan di dalam studio Broadcasting SMKN 1 Surabaya.

Surabaya, Bhirawa
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan menolak terhadap gugatan Pemkot Blitar terkait alih kelola SMA/SMK ke provinsi. Keputusan ini otomatis membuat penggugat UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dari Kota Surabaya semakin pesimistis.
Berbeda dengan Kota Blitar yang gugatannya diwakili oleh pemkot, di Surabaya penggugat dilakukan oleh sejumlah perwakilan dari wali murid. Salah satu penggugat Enny Ambarsari mengaku cukup cemas melihat hasil putusan pemerintah Kota Blitar dengan perkara sama yang ditolak MK.
“Surabaya per 30 menit lalu agenda jadwal putusan kami belum keluar. Agak deg-degan juga karena materi isi review kami hampir sama dengan Kota Blitar,” ujar wanita yang juga  Koordinator Paguyuban orangtua kelas 9 di SMPN 1 Surabaya ketika dikonfirmasi, Rabu (19/7) sore.
Dikatakan Enny, ia sudah melihat putusan MK yang tercantum dalam dua amar terakhir untuk menolak gugatan Kota Blitar. Dengan urutan nomor perkara Kota Surabaya setelah Kota Blitar, kini dirinya dan 3 wali murid lainnya masih menunggu panggilan sidang putusan.
“Kami dan Pemkot Blitar mempermasalahkan hal yang sama. Kami ingin pengelolaannya kembali ke kota karena kami melihat banyak kendala. Termasuk PPDB yang terlihat belum siap untuk Kota Surabaya saat dikelola provinsi. Kami rapatkan barisan ya karena nunggu,”ujarnya.
Menurutnya, perbedaan pengalihan wewenang sangat terasa pada PPDB. PPDB Jatim dinilai kurang transparan karena masih ada sistem offline untuk jalur prestasi dan mitra warga.
“Dulu semua online, satu pintu dan terlihat semua. Jalur prestasi juga terlihat semua. Kalau jalur offlinenya tidak tahu, siapa yang mau melihatnya tiap hari ke sekolah kalau wewenangnya semua di sekolah,”lanjutnya.
Gugatan ke MK ini merupakan upaya terakhir wali murid untuk kembali mendapat pengelolaan SMA/SMK dari Kota Surabaya. Jika tidak dikabulkan, maka jalan satu-satunya adalah perbaikan sistem agar pelaksanaan pendidikan bisa berjalan transparan dan adil.
Kuasa Hukum Wali Murid Kota Surabaya Edward Dewaruci menambahkan, gugatan Kota Surabaya dan Kota Blitar berbeda konteks. Jika di Blitar penggugatnya adalah wali kota yang mempertanyakan kewenangannya mengelola pendidikan. Kota Surabaya diwakili wali murid sebagai warga negara yang merasa dirugikan terkait putusan undang-undang.
“Tahun lalu kami sudah sempat menyurati juga menanyakan kapan diputus, sudah dua kali. Dan dijawab suruh nunggu, jadi ya kami masih menunggu panggilan,”pungkasnya.
Kuasa Hukum Wali Murid Kota Surabaya Edward Dewaruci menambahkan, hingga kemarin pukul 20.00, pihaknya masih belum menerima jadwal sidang untuk pembacaan putusan. Agenda tersebut merupakan agenda sidang terakhir terkait gugatan Kota Surabaya terhadap pelimpahan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi.
“Tahun lalu kami sudah sempat menyurati juga menanyakan kapan diputus, sudah dua kali. Dan dijawab suruh nunggu, jadi ya kami masih menunggu panggilan,”kata dia.
Edward menjelaskan, gugatan Kota Surabaya dan Kota Blitar berbeda konteks. Jika di Blitar penggugatnya adalah wali kota yang mempertanyakan kewenangannya mengelola pendidikan. Kota Surabaya diwakili wali murid sebagai warga negara yang merasa dirugikan terkait putusan undang-undang. “Untuk saat ini kita sudah tidak bisa lagi melakukan upaya penguatan gugatan. Karena bukti-bukti dan saksi-saksi sudah kita sampaikan. Termasuk potensi anak putus sekolah akan meningkat,”  pungkas dia. [tam]

Tags: