Gula Lokal Tak Laku, Dewan Jatim Tagih Janji AGRI

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Komisi B DPRD Jatim berjanji akan menagih janji kepada Asosiasi Gula Rafinasi Indonesis (AGRI)  Jatim. Pasalnya, sejak awal asosiasi ini berjanji akan membeli sejumlah gula lokal, namun dalam perjalanannya asosiasi ini ingkar janji,yang mengakibatkan 800 ribu ton gula lokal asal Jatim tidak terserap di pasar alias tidak laku dan ini sangat merugikan petani tebu.
Anggota Komisi B DPRD Jatim, H Rofiq menegaskan pihaknya bersama Komisi B akan meminta pertanggungjawaban AGRI yang selama ini berjanji akan membeli gula lokal, tapi kenyataannya diingkari. Disisi lain Komisi B akan ngelurug ke Kementrian Perdagangan yang telah menyepakati adanya impor gula rafinasi ribuan ton.
‘’Jujur maraknya gula rafinasi di Indonesia dan tidak terserapnya gula lokal Jatim ke pasaran adalah tanggungjawab penuh AGRI. Persoalannya sebelumnya mereka berjanji akan membeli gula lokal, tapi nyatanya hal itu dilakukan. Justru sebaliknya setiap tahun impor gula rafinasi selalu meningkat sehingga merembes ke masyarakat. Atau tak lagi digunakan untuk kebutuhan perusahaan makanan dan minuman,’’papar Rofiq dengan nada intonasi tinggi, Rabu (14/1).
Disisi lain, politisi asal PPP menilai telah ada permainan yang dilakukan oleh aparat negara. Hal ini dibuktikan dengan kiriman gula Jatim ke Tarakan yang berjumlah ratusan ton ternyata ditolak untuk dilakukan bongkar muat oleh otoritas pelabuhan, KP3 (Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan) di Tarakan. Alasannya tidak ada surat untuk dilakukan pengiriman.
‘’Ini jelas ada permainan. Bukankah selama ini gula Jatim dikirim ke Tarakan. Tapi mengapa sekarang ini ditolak. Saya optimis disana telah beredar banyak gula rafinasi sehingga gula lokal tidak diperbolehkan masuk kesana. Karenanya, saya minta Pemprov Jatim melakukan pendekatan di pemeritah Tarakan,’’lanjut Rofiq.
Sementara itu, Anggota Komisi B DPRD Jatim, Pranaya Yuda mengatakan penumpukan gula yang terjadi di pabrik Jawa Timur dan Indonesia ini merupakan tanggung Jawab AGRI. Dimana AGRI telah membuat perjanjian dengan kementerian perdagangan  untuk membeli gula lokal ini sudah mulai tahun 2014 dengan harga 8.500 per kilogram.
“Perjanjian tersebut saat ini tidak lagi dijalankan oleh AGRI dalam membeli hasil gula petani tebu sehingga membuat gula petani, oleh karena itu pihaknya meminta semua pihak untuk duduk bareng bersama dalam menyelesaikan masalah gula tersebut,”ujarnya.
Oleh karena itu dalam waktu dekat pihaknya bersama seluruh anggota Komisi B DPRD Jatim akan mendatangi AGRI untuk menanyakan tentang regulasi yang telah dibuat AGRI dan Kementerian perdagangan dalam hal membeli produk gula para petani kenapa perjanjian tersebut tidak jalan lagi.
Seperti diketahui,   Puluhan pabrik gula yang ada di Jatim terancam mengalami kebangkrutan, jika pemerintah Jokowi tidak segera mengambil keputusan untuk melindungi petani tebu. Mengingat saat ini gula petani yang menumpuk di sejumlah gudang milik PTPN X dan XI hingga mencapai 800 ribu ton. Namun gula-gula tidak dapat terserap di sejumlah wilayah di Indonesia dikarenakan merembesnya gula impor rafinasi.
Direktur Produksi PTPN XI Jatim, Burhan Chotib menegaskan saat ini gula petani telah menumpuk di sejumlah gudang milik PTPN dan tidak dapat terserap dibeberapa wilayah Indonesia Timur yang selama ini menjadi pelanggan gula Jatim. Ini tak lain disebabkan merembesnya gula rafinasi yang seharusnya untuk di suplai pada perusahaan makanan dan minuman (mamin).
‘’Kalau kondisi ini tetap dibiarkan oleh pemerintah, maka dapat dipastikan ada sekitar 60 pabrik gula yang ada di Jatim empat tahun mendatang akan gulung tikar akibat mengalami kebangkrutan. Ini karena pihak bank menolak memberikan kredit kepada petani, dan disatu sisi petani tidak mendapat uang karena gulanya tidak terjual di pasaran,’’tegasnya.
Terpisah, petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI), Iswahyudi menuding jika ada oknum pengurus APTRI yang sengaja bermain mata dengan para importer gula rafinasi. Dimana oknum tersebut menyetujui adanya impor gula dengan imbalan Rp7 miliar sebagai dana pembinaan bagi petani.
‘’Apa yang terjadi ini juga tak terlepas adanya permainan yang dilakukan oleh pengurus APTRI yang mencoba menjual mandat dari kami untuk diperjualbelikan ke sejumlah importer gula rafinasi dengan kompensasi dana pembinaan sejumlah Rp7 miliar. Jujur kami disini tidak butuh itu semua. Yang kami inginkan bagaimana gula yang kini menumpuk di gudang bisa laku di pasaran,’’tegas Iswahyudi dengan nada intonasi tinggi. [cty]

Tags: