Gunakan Kaki, Berharap Karyanya sebagai Pengingat Sang Maestro

Sadikin (dari belakang) melukis dengan kaki aktivitas melukis sang maestro lukis Djoko Pekik di hadapannya.

Sadikin (dari belakang) melukis dengan kaki aktivitas melukis sang maestro lukis Djoko Pekik di hadapannya.

Surabaya, Bhirawa
Siapa tak kenal Djoko Pekik? Pelukis kawakan berjuluk seniman satu miliar ini telah melahirkan ratusan karya seni lukis. Bukan hanya lukisannya yang dapat menyihir pecinta seni. Kehadirannya pun tak pelak menyedot mata para seniman lainnya untuk ikut mengabadikan kegiatan melukis sang maestro dalam sebuah lukisan.
Adit Hananta Utama, Kota Surabaya
Earth without art  is just ‘eh’ (Dunia tanpa seni hanyalah ‘eh’). Begitu bunyi pepatah yang ingin menyanjung seni dan pelaku seninya. Memang benar adanya, dunia hampa tanpa lukisan, kering tanpa penyair, sepi tanpa pemusik dan kegalauan hidup lainnya. Beruntung, para seniman masih ada dan tak bosan berkarya. Seperti dalam Pasar Seni Lukis Indonesia yang digelar di Surabaya pekan ini.
Ada ratusan stan yang memajang lukisan berharga dari berbagai aliran di sana. Namun ada satu yang paling menarik perhatian pengunjung dan seniman lukis di sana. Kehadiran sang maestro lukis Djoko Pekik. Tak hanya hadir menyapa para seniman. Dia datang sekaligus menumpahkan imajinasinya secara tiba-tiba dalam sebuah kanvas.
Selagi melukis, perhatian pria kelahiran Grobogan, Purwodadi 2 Januari 1938 tersita hanya pada kanvas. Hingga dia pun tak sadar, ada belasan seniman mengelilinginya dan mengabadikan proses kreatif itu. Ya, para seniman itu begitu antusias melukis Djoko Pekik yang sedang melukis.
Salah satu di antaranya ialah Sadikin Pard yang datang dari Kota Malang. Dia yang lahir penuh dengan keterbatasan tak ingin kalah dengan pelukis lainnya. Sadikin memang tak memiliki dua tangan sejak lahir. Namun di situ, dia masih bisa melukis Djoko dengan dua kakinya. Sesekali dia memindahkan kuas dari kaki kanan ke kaki kiri untuk menjangkau sisi kanvas, berganti kuas dan memilih warna cat.
“Ini pengalaman yang luar biasa. Saya bangga bisa bertemu Djoko Pekik dan melukisnya di sini,” kata seniman yang bernaung di bawah Yayasan Association of Mouth and Foot Painting Artists (AMFPA) Indonesia itu.
Djoko memang idolanya sejak lama. Meski baru pertama bertemu, namun karya-karya Djoko selalu menjadi perhatian dan inspirasi baginya. “Saya ikuti terus karya-karyanya. Termasuk lukisan babi berharga satu miliar itu,” kata dia.
Sadikin termasuk seniman yang cukup menarik perhatian. Selain usahanya melukis dengan dua kaki, Sadikin termasuk seniman yang prestisius di antara rekan-rekannya. Bahkan lukisannya saat masih duduk di bangku SMA sudah laku dibeli orang Belanda. “Saat itu saya mengerjakan tugas prakarya dari sekolah. Kebetulan ada tamu dari Belanda dan tertarik. Dia mengganti lukisan saya saat itu dengan harga Rp 300 ribu,” tutur dia.
Sekitar 60 menit berselang, dia mengakhiri aktivitas melukisnya. Hasil lukisannya pun langsung diberikan untuk idolanya itu. Dia berharap kenang-kenangan itu bisa mendekatkannya dengan Djoko. “Sepertinya saya tidak pantas menyimpan foto maestro ini. Lebih baik beliau yang menyimpannya dan berharap bisa mengingat-ingat saya,” kata dia.
Menerima foto dari Sadikin, Djoko Pekik senang dan memotivasinya dengan pujian. “Lukisannya bagus. Ini dengan kaki kan melukisnya,” tanya Djoko.
Saat itu, Djoko juga melahirkan satu karya. Ditanya tema lukisan, spontan Djoko menjawabnya lukisan ini berjudul ‘Saya Bermain Kartu’. Digambarkan dalam karyanya itu, dua orang yang tengah bermain kartu domino, alias gaple. Satu orang tua berambut gondrong yang menggambarkan dirinya. Dan lawannya seorang bertopi dengan tanda bintang tiga. Yang dimaksud adalah tentara berpangkat letnan jendral. “Ini kan hari ulang tahun TNI. Jadi saya spontan saja melukis ini,” kata dia.
Djoko mengatakan, lukisan berwarna dasar cokelat itu menggambarkan permainan. Dalam permainan setiap orang dituntut harus menang, mengalahkan lawannya. Meski kenyataannya kekalahan justru lebih sering diterima.
Kendati Djoko punya arti demikian dari lukisannya, dia tidak membatasi orang lain untuk menafsirkan makna yang lain. “Silakan yang melihat menafsiri sendiri-sendiri. Saya tidak mau maksa,” pungkas dia. [tam]

Tags: