“Gunung Es” Vaksin Palsu

Vaksin PalsuTerkuaknya vaksin palsu, wajib diwaspadai sebagai kejahatan luar biasa yang dilakukan secara sistemik. Ini berkait dengan derajat kesehatan masyarakat Indonesia saat ini, maupun generasi mendatang. Intelijen negara harus pula bekerja ekstra keras untuk menguak berbagai kepalsuan lain pada sektor. Termasuk kemungkinan sebaran virus, yang bisa merusak perekonomian (seperti virus flu burung).
Kegelisahan masyarakat terhadap vaksin palsu, niscaya merembet pada sektor lain pada bidang kesehatan. Bukan hanya tingkat kepercayaan terhadap obat  yang goyah. Melainkan juga kepercayaan terhadap fasilitas kesehatan (rumahsakit dan klinik), serta dokter yang menyuntik atau memberi resep. Jangan-jangan, yang diberikan palsu? Jangan-jangan dokternya juga palsu. Jangan-jangan rumah-sakitnya belum terakreditasi pula.
Efek vaksin palsu, adalah berkecamuk-nya rasa was-was telah melanda masyarakat, secara masif. Kegelisahan terhadap jaminan layanan kesehatan, pastilah melebihi kekhawatiran ekonomi. Bahkan banyak masyarakat (tidak kaya) memilih berobat tanpa kartu BPJS. Khawatir diberi obat yang tidak manjur, atau dilayani sebagai pasien bukan prioritas. Masyarakat rela membayar lebih mahal, karena kesehatan berhubungan dengan jiwa dan derajat kehidupan sehat.
Vaksin palsu, mesti direspons bagai “gunung es” upaya kesehatan yang goyah. Semakin meleleh menjadi longsor besar. Walau konon, perusahaan vaksin dalam negeri (oleh BUMN Bio Farma) telah berkelas dunia. Tetapi distribusi vaksin melibatkan banyak pihak. Termasuk tenaga medis (dokter, perawat dan bidan) serta apoteker yang praktik mandiri. Juga importir vaksin.
Padahal konstitusi dasar (UUD) meng-amanatkan hidup sehat sebagai hak rakyat. pasal 28H ayat (1) menjadi hak warga negara. Secara tekstual dinyatakan: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Maka menjadi kewajiban negara melindungi setiap warga negara. Sehingga tidak bisa tidak, seluruh pemangku kepentingaan kesehatan meningkatkan kinerja. Utamanya, aspek transparansi. Harus dipastikan, setiap warga negara aman dari penyakit menular dengan penyediaan vaksin berkhasiat, sebagai upaya promotif preventif. Tidak penting diproduksi di dalam negeri maupun diimpor. Toh, masyarakat terbiasa dibebani biaya obat.
Hanya masyarakat tidak mampu yang memilih vaksinasi gratis. Sedangkan masyarakat (kelas ekonomi rata-rata) memilih membeli vaksin, termasuk yang impor. Misalnya, berbagai jenis vaksin meningitis untuk jamaah haji dan umroh, disuntikkan dengan harga mahal (Rp 450 ribu sekali suntik) yang berlaku selama enam bulan. Hal itu disebabkan suntik meningitis menjadi persyaratan yang diwajibkan oleh pemerintah Arab Saudi.
Kewaspadaan seperti negara Arab Saudi terhadap seluruh jamaah haji maupun umroh, patut di. Bahkan di Arab Saudi pernah disinyalir terpapar virus corona, semacam virus penyakit SARS. Virus ini (biasa disingkat NcoV) menyebabkan pneumonia hingga gagal ginjal, dan dapat menular antar-manusia. Yang mengkhawatirkan, virus ini sejak tahun 2012 terpapar pula di Eropa, dengan 18 korban jiwa. Tetapi pemerintah Arab Saudi cepat tanggap, dapat mencegah penularan lebih lanjut.
Peredaran vaksin palsu, patut diwaspadai seluruh daerah. Pada publikasi pertama oleh Bareskrim Mabes Polri, disarankan kewaspadaan untuk daerah luar Jabodetabek. Diantaranya satu daerah di Jawa Tengah, dan satu daerah di Jawa Timur. Karena itu masyarakat perlu kepastian kemungkinan ke-terpapar-an daerah. Bukan pernyataan sepihak dari Dinas Kesehatan (dan BPOM Propinsi), melainkan jaminan oleh Polda.
Tidak perlu ditutup-tutupi. Sebab, jika tidak benar, maka masyarakat semakin kehilangan kepercayaan. Diperlukan pula sosialisasi antisipasi ke-terpapar-an, manakala ditemukan kasus pemalsuan vaksin. Selain itu, sebagaimana diwajibkan UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan seluruh fasilitas kesehatan seyogianya meng-audit alkes serta sediaan farmasi.

                                                                                                                        ——— 000 ———

Rate this article!
Tags: