Guru Besar Unair Surabaya Jelaskan Proses Hukum Pinangki Sudah Tepat

Tidak Ada Kaitan dengan Jaksa Agung
Surabaya, Bhirawa
Pro kontra sidang perkara (proses hukum) terdakwa Pinangki terus disorot. Terutama terkait putusan banding terhadap mantan pegawai Jaksa Agung itu. Yang mana JPU menuntut 4 tahun, namun diputus Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat 10 tahun.

Kemudian saat banding pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta diputus 4 tahun penjara. Pro dan kontra pun menyelimuti pengurangan pidana tersebur. Bahkan timbul dugaan bahwa Kejaksaan Agung andil dalam penentuan vonis tersebut.

Terkait dugaan tersebut, Guru Besar Hukum Pidana Korupsi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof. Nur Basuki Minarno menyayangkan hal itu. Menurutnya, dugaan maupun tudingan tersebut tidak berdasarkan fakta yang ada. Dan tidak beralasan hukum yang benar.

“Berat ringannya putusan itu wewenang Hakim sepenuhnya. Dan yang mempunyai hak maupun kepentingan terhadap putusan tersebut adalah Pinangki secara pribadi,” kata Prof. Nur Basuki Minarno, Rabu (14/7).

Dijelaskannya, jika dicermati tidak ada kejanggalan dalam proses persidangan itu. Jaksa mengajukan tuntutan pidana 4 tahun, tetapi oleh Majelis Hakim diputus pidana penjara 10 tahun. Tentu posisi ini Jaksa tidak akan mengajukan banding.

“Bagaimana dengan Pinangki? tentu Pinangki sebagai terdakwa keberatan atas keputusan tersebut. Sehingga Pinangki mengajukan banding,” jelasnya.

Terkait putusan banding itu, mengapa JPU tidak mengajukan kasasi?. Prof Basuki kembali menjelaskan, jika putusan hakim kurang dari 2/3 tuntutannya, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan mengajukan upaya hukum. Sedangkan dalam perkara Pinangki putusan pidana pada Pengadilan Banding sama jumlahnya dengan tuntutan Jaksa.

“Sehingga tidak logis dan tidak beralasan untuk mengajukan upaya hukum kasasi dan lagi alasan untuk mengajukan kasasi syaratnya telah ditentukan secara limitatif sebagaimana Pasal 253 KUHAP,” tegasnya.

Saat disinggung menganai tuntutan itu tak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat, Prof Basuki menyebut bicara keadilan tidak ada batasan yang jelas dan ini selalu menjadi diskursus yang tidak berujung. “Menurut saya dengan pidana 4 (tahun), bukanlah pidana yang ringan. Tentunya JPU mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu sampai pada kesimpulan untuk menuntut pidananya 4 tahun penjara,” ucapnya.

Di tengah pro dan kontra, Prof Basuki mengapresiasi atas kinerja aparat penegak hukum dalam penanganan kasus kasus korupsi besar, khususnya Kejaksaan Agung. Pengungkapan kasus mega korupsi PT Jiwasraya, PT Asabri dan lain-lain ini menurut saya pekerjaan yang sangat luar biasa dan kompleks, berbeda dengan penanganan kasus korupsi karena OTT yang relatif sangat mudah pembuktian.

“Saya sebagai akademisi memberikan acungan jempol kepada aparat kejaksaan dalam mengungkap 2 kasus besar itu,” pungkasnya. [bed]

Tags: