Guru BK Harus Siap 24 Jam, bahkan Jemput Bola Datangi Orang Tua Siswa

Guru BK saat melakukan konseling jemput bola, turung langsung ke rumah orang tua siswa terkait anaknya sering minta izin. [Ahmad Suprayogi]

Menanggulangi Pengaruh Buruk Digitalisasi
Kabupaten Sidoarjo, Bhirawa
Perkembangan zaman yang diiringi dengan kemajuan teknologi informasi memiliki dampak yang luar biasa. Salah satu sisinya adalah pengaruh buruk bagi pelajar.
Melihat kondisi tersebut, menurut Ketua MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan Konseling) SMA Negeri/Swasta se Sidoarjo Jupiter Sulifan, MPsi para guru BK diharapkan bekerja lebih ekstra, bahkan kalau perlu harus stay 24 jam. Bahkan jemput bola sampai turun ke rumah orang tuan siswa untuk mencarikan solusinya.
Ia tegaskan, kondisi sekarang Konseling harus lebih kuat, giat dan jemput bola. Bukan menunggu siswa datang, melapor, curhat. Tapi kami datangi, disapa, dirangkul laiknya seorang sahabat. Kondisi keluarga yang penuh kehangatan.
“Karena dampak digitalisasi cepat berefek pada siswa, maka kami guru BK harus mengimbanginya dengan gerak cepat.Ya bila perlu stay 24 jam untuk siswa, kapanapun, dimanapun harus cepat tertangani,” tegas guru BK SMAN 1 Taman Sidoarjo ini.
Menurut Jupiter, era digitalisasi ini, proses konseling begitu cepat terlaksana. Saat ini siswa bermasalah, saat ini juga akan tertangani dengan baik. Karena tidak ada jarak, bisa lewat media elektronik.
Dengan kata lain, siswa yang bermasalah saat ini lebih cepat tertangani. “Bila konseling jaman dulu ya harus menunggu untuk bisa bertemu muka dahulu baru bisa sharing. “Kalaupun ada alat komunikasi, itu sangat mahal biayanya. Dan tidak semua siswa bisa menjangkaunya,” ungkap Alumni Psikologi Untag 45 Surabaya.
Jupiter Sulifan yang mempunyai pengalaman menjadi guru BK sejak 2006, mengungkapkan, kendala dan hambatan dulu dan sekarang. Kalau lewat chat, tidak bisa melihat ekspresi siswa. Dia sedang sedih, senang atau hanya pura-pura saja.
“Dengan melihat ekspresi siswa kita bisa menyesuaikan dengan kebutuhan yang dia perlukan. Kondisi ini bisa ditangani dengan video call jadi bisa melihat ekspresi siswa secara langsung,” jelasnya.
Namun juga ada kendala sinyal yang tidak stabil, sehingga apa yang diutarakan siswa tidk penuh kita terima. “Akibatnya, ya konseling yang kita lakukan kurang efektif. Melalui teknologi, ziswa yang introfert juga akan lebih terbuka dengan bantuan media elektronik ini. Mereka tidak malu untuk konsultasi ke gurunya, karena tidak bertemu muka langsung,” ungkap Jupiter pad Minggu (2/10).
Lanjutnya, jadi untuk konseling masih lebih efektif tatap muka langsung. Untuk waktu atau kecepatan, digitalisasi lebih baik. “Ekspresi, gerak-gerik siswanya itu akan bisa memengaruhi konseling yang berlangsung,” ungkapnya.
Pak Jupe–sapaan akrabnya, punya pengalaman menarik menjadi guru BK hampir semua pengalaman mendampingi siswa itu menarik dan mengasyikkan.
Walaupun pernah dapat ancaman dair wali murid terkait keputusan sekolah yang mengembalikan siswa ke orang tuanya. “Merek mengira itu karena keputusan guru BK, padahal itu keputusan bersama, Kasek, Waka dan dewan guru,” punkas Pak Jupe sembari tersenyum.
Jowena kelas X mengaku senang mendaparkan bimbingan, selain itu ruang BK juga enak, sudah dingin, tenang, banyak makanan ada permen, juga gurunya enak di ajak sharing. “Yang pasti akan dapat solusi di sini,” ungkapnya. [Ahmad Suprayogi]

Tags: