Guru Daerah Tertinggal

Karikatur GuruNASIB guru belum sejahtera benar. Terutama yang mengajar pada sekolah swasta, di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (T-3). Namun kenyataannya, masih banyak yang merasa “terpanggil” menjadi guru. Ironisnya, “panggilan” banyak terjadi pada daerah T-3, direspons oleh warga setempat. Walau dengan bekal “seadanya,” termasuk tanpa kualifikasi dan kompetensi, selama puluhan tahun.
Siapa bersedia (menyusul) menjadi guru T-3? Itulah sebenarnya problem yang mesti diselesaikan oleh pemerintah. Guru swasta di daerah T-3, mesti disejahterakan. Satu-satunya jalan: di-PNS-kan. Pemerintah mesti agresif berburu data guru swasta di daerah T-3. Bisa bekerjasama dengan Kepala Desa, atau tetua adat. Juga harus dibuktikan dengan data faktual, kesaksian warga kampung. Masih ribuan guru daerah T-3 mengharap “keajaiban” bisa diangkat menjadi PNS.
Sebenarnya setiap guru (negeri dan lebih lagi swasta) memiliki hak memperoleh penghasilan memadai. Sebagaimana diamanatkan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 40 ayat (1) huruf a, dinyatakan berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. Selain itu juga hak yang tercantum pada pasal 40 ayat (1) huruf huruf b (penghargaan).
Guru juga berhak (pembinaan karir sesuai tuntutan pengembangan kualitas (huruf  c), hak perlindungan hukum dan hak atas kekayaan intelektua (huruf  d). Serta berhak memperoleh kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas (huruf  e). Tetapi guru swasta di daerah T-3, nyaris tidak terjamah kelima hak mandatory itu. Ke-guru-an dilakukan berdasar ke-sukarela-an, serta “penggilan.”
Maka tidak banyak yang “terpanggil,” karena tidak ingin tingkat kesejahteraan tidak terurus. Sehingga pemerintah lebih inovatif, termasuk  menyediakan “insentif ” khusus untuk memenuhi ketersediaan guru di daerah T-3. Itulah yang dilakukan oleh presiden Jokowi terhadap 798 orang yang bersedia menjadi guru di daerah (paling) T-3. Yakni Papua, Papua Barat, NTT, dan Aceh. Yang “terpanggil” akan diberi status sebagai guru PNS, gajinya dari APBN.
UUD juga meng-amanatkan pembiayaan gaji guru. Pada pasal 31 ayat (4) dinyatakan, “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.” Alokasi anggaran pendidikan, diprioritaskan untuk penyelenggaraan pendidikan (Bantuan Operasional Sekolah, BOS).
Seluruh peserta didik di sekolah negeri maupun swasta berhak memperoleh BOS secara langsung. Kecuali yang mampu (di sekolah internasional, dan sekolah ber-bayar mahal) boleh tidak menerima BOS. Amanat konstitusi (UUD) juga di-breakdown dalam UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003. Pada pasal 11 ayat (1) dinyatakan, “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.”
Ke-terpanggil-an menjadi guru di T-3, memang tidak sembarang respons. Melainkan pilihan hidup. Sebab sekali memulai mengajar, akan dituntut (oleh masyarakat maupun situasi) terus berlanjut. “Upahnya,” bukan memperoleh kesejahteraan, tetapi penghormatan dan kemuliaan oleh masyarakat. Guru menjadi panutan, menjadi tokoh, menjadi pengharapan meningkatkan taraf kehidupan.
Begitu paradigma di seluruh dunia. Sehingga program millennium development growth (MDG’s) bertumpu pada indeks ke-pendidik-an. Di Indonesia, IPM (Indeks Pembangunan Manusia), juga menempatkan ke-pendidik-an sebagai pilar utama, selain derajat kesehatan. Hingga kini indeks (lama) ke-pendidik-an secara nasional masih senilai 7,2. Artinya, hanya sampai pada tingkat SLTP kelas 1, naik ke kelas 2, lalu putus sekolah. Padahal, UUD pasal 31 ayat (2), secara tekstual mengamanatkan, “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”

                                                                                                                  ———- 000 ———–

Rate this article!
Guru Daerah Tertinggal,5 / 5 ( 1votes )
Tags: