Guru Madrasah Juga (Harus) Menulis

Oleh :
Shorihatul Inayah
Guru Kimia MAN Tuban/ Staf kurikulum

Menulislah Selama engkau tidak menulis Engkau akan hilang dari dalam masyarakat dan dari pusaran sejarah
Pramoedya Ananta Toer
Apa urgensi menulis? Mengapa guru madrasah harus menulis? Sering kali ini menjadi pertanyaan yang mengemuka di berbagai kesempatan. Banyak hal yang mendasari, mengapa guru madrasah itu harus menulis. Pertama, tentu karena tuntutan profesi. Undang-Undang Guru dan Dosen No 14 tahun 2005 pada pasal 8 menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pada pasal 10 Undang-Undang Guru dan Dosen itu juga menegaskan, kompetensi dimaksud meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi social dan kompetensi professional. Nah menulis merupakan salah satu kemampuan yang nantinya akan mendukung lahirnya guru professional. Selain itu berdasrkan Permen PAN RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya, untuk naik pangkat seorang guru wajib membuat karya tulis ilmiah. Kalau melihat ketentuan ini , guru madrasah mau tidak mau dan suka tidak suka harus membekali dirinya dengan kemampuan menulis.
Tidak bisa disangkal bahwa guru adalah sosok yang sangat penting dalam setiap proses belajar mengajar (KBM), sebuah istilah yang lazim di setiap madrasah. Tugas utamanya adalah mengantarkan anak didik menjadi individu yang cerdas, mandiri dan bertanggung jawab. Proses tersebut ditempuh atas landasan dan asumsi bahwa anak didik memiliki potensi yang sebagiannya akan berkembang bersama guru dalam setiap KBM, kontak individu dan keteladanan yang berlangsung di madrasah.
Dalam hal ini guru dipahami sebagai salah satu kunci penting dan menentukan dalam proses pencerdasan dan pembentukan kepribadian siswa. Persoalan kecerdasan, karena guru berada di madrasah dan madrasah selama ini dianggap sebagai salah satu institusi penting yang membangkitkan intelektual anak didik dalam kaitan dengan kepribadian, karena dilingkungan madrasah ada pengajaran, pembimbingan dan keteladanan. Meminjam istilah Robert J Morgens menyebut guru sebagai helper, penolong.
Jabatan guru sebagai pekerjaan, tidak bisa dilepaskan dari sebagai alat pencari nafkah. Sebagaimana dikatakan Nasution, sekalipun pekerjaan guru selalu dipandang dalam hubungan dengan ideal pembangunan bangsa dan guru diharapkan manusia idealis, namun guru sendiri tidak dapat tidak, harus menggunakan pekerjaannya untuk mencari nafkah bagi keluarganya, (S. Nasution, 2003)
Lanjut Nasution, namun didalam pekerjaan sebagai guru, ada tuntutan dan sekaligus tanggung jawab, karena didalamnya menyangkut nasib anak-anak bangsa. Masyarakat tidak dapat menerima pekerjaan guru semata-mata sebagai mata pencaharian belaka, sejajar dengan pekerjaan tukang kayu dengan saudagar. Pekerjaan guru menyangkut masa depan anak, pembangunan Negara dan masa depan bangsa.
Oleh karena itu guru yang profesional adalah guru yang mampu melaksanakan tugas karena jabatannya sesuai pengharapan dan tanggung jawabnya, dan sekaligus sebagai guru tempat menggantungkan hidupnya. Guru menempati posisi yang istimewa dan terhormat dalam ranah masyarakat dan masyarakatpun menaruh harapan-harapan yang tinggi dan seyogyanya harapan-harapan itu tentu tidak dapat diabaikan oleh guru.
Selain guru mengajar, menjadi panutan dan harapan masyarakat (digugu lan ditiru), sebaiknya guru ditunjang pula dengan skill dalam hal tulis menulis. Selain mendapatkan manfaat intelektual dan wawasan umum lainnya, dengan menulis guru dapat meningkatkan kesejahteraan ekonominya. Seorang guru yang cerdas harus mampu memanfaatkan peluang kerja yang lain, salah satunya menulis.
Aktivitas menulis dapat dilakukan oleh semua orang dan dimanapun, termasuk guru. Menulis tidaklah sulit seperti dibayangkan oleh banyak orang selama ini, menulis adalah aktivitas yang mudah, indah dan mengasikkan.
Manusia bisa menjadikan banyak hal yang ada disekelilingnya sebagai bahan pelajaran yang sangat berharga dalam hidupnya. Namun seringkali manusia tanpa sadar menciptakan suasana self imiting beliefs (keyakinan yang membatasi diri) didalam otaknya. Yakni keyakinan atau kepercayaan yang membuat seseorang merasa terbatas atau tidak mampu meletakkan sesuatu. Kesulitan orang untuk menulis, karena mereka belum mengenal diri mereka sendiri. Mereka pada umumnya membayangkan ingin menjadi Agatha Cristie, Helvy Triana Rossa, David Malouf, JK. Rowling, Pramoedya Ananta Toer, NH Dhini dan banyak penulis ternama lainnya, tetapi tidak mau melihat pahit getir proses kreatif mereka dan mencoba kiat-kiat penulisan mereka yang tepat dan sesuai untuk kita terapkan, (Sukino, 2010).
Seorang guru harus berani maju satu langkah dan mendobrak kemapanan. Kemapaman yang hanya bisa berceramah mengajar dikelas, mengikuti workshop-wokshop, pelatihan-pelatihan, dan mengurusi tunjangan sertifikasi, dan lain-lain. Untuk memulai menulis, guru memerlukan pola pembiasaan, latihan tanpa batas, kreatif, inovatif dan tekun (istiqomah). Salah satunya dapat dilakukan dengan memaksa diri untuk secara teratur menulis dalam batasan waktu tertentu. Misalnya, meneguhkan komitmen dan tekad dalam dirinya untuk setiap satu semester sekali menghasilkan karya tulis yang terstruktur.
Bagi guru, menulis jangan dijadikan phobia atau momok, kesulitan menulis, pernah penulis alami sendiri, memang menulis merupakan aktifitas yang menjemukan dan butuh konsentrasi yang khusus. Tetapi, akhirnya dengan kian sering menulis, kemampuan menulis kita akan semakin baik. Sebab, dalam rentang waktu itulah seseorang mampu menilai apakah tulisannya sudah cukup baik atau belum. Sikap evaluative itu pada akhirnya melahirkan refleksi yang dikuti daya korektif terhadap tulisannya.
Peranan kemenag untuk memberdayakan dan meningkatkan mutu pendidikan dari segala aspek, baik managemen., kurikulum, maupun proses pembelajaran, menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar salah satu langkah strategis yang bisa dilakukann kemenag diantaranya dengan memberikan pelatihan kepenulisan guru di lingkungan madrasah. Training kepenulisan bagi guru madrasah yang diselenggarakan secara kontinu, bisa menjadi harapan munculnya perubahan dilembaga pendidikan dibawah kemenag tersebut.
Membuat media komunikasi bagi guru madrasah juga bisa membuat salah satu sarana meningkatkan kemampuan menulis, selain tentunya, pemberian reward bagi guru yang berprestasi dalam berbagai event lomba kepenulisan. Dengan berbagai hal ini ke depan kemampuan menulis para guru madrasah secara nasional bisa terwujudkan. Semoga!
Menulis bukan hal yang sulit kalaukita mau memulainya. Menulis membutuhkan niat, dan kesabaran. Tanpa ada keinginan besar, harapan untuk bisa menulis akan berhenti di tengah jalan. Yang lebih penting mau membaca. Membaca adalah modal utama untuk menjadi penulis. Kemudian banyak berlatih menulis, karena dengan banyak menulis akan menjadi terbiasa menulis.
Para penulis itu memang sungguh berjasa pada generasi berikutnya. Mereka sebagai penyambung lidah umat tentang sejauh mana pemikiran masa lalu berjalan. Bisa dibayangkan seandainya saja mereka tidak menulis, kita tidak akan banyak tahu tentang hal semua. Maka disini plato menjadi sangat berjasa telah mencatat kebijaksanaan gurunya. Andai saja plato tidak menulis, dari siapa kita tahu tentang hal-hal yang dipikirkan oleh orang Yunani ini , atau oleh orang-orang sebelumnya.
Itulah pentingnya menulis, sehingga tidak keliru jika dikatakan, penulis adalah juru bicara bagi masyarakat, bangsa dan umat. Seorang filsuf Francis Bacon pernah mengatakan, “Aku hadapkan ruhku ke haribaan Tuhan”. Meski jasadku dikubur didalam tanah, namun aku akan bangkit bersama namaku pada generasi-generasi mendatang serta pada seluruh umat manusia.
Selamat menulis.

————- *** ————–

Rate this article!
Tags: