Guru, Marketplace dan Pendidikan yang Tidak Memanusiakan

Oleh :
Rangga Sa’adillah S.A.P.
Wakil Ketua 1 STAI Taswirul Afkar Surabaya,

Pengurus Aswaja NU Center PCNU Sidoarjo Pendidikan merupakan pilar utama dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Namun, akhir-akahir ini dunia pendidikan di Indonesia mengalami goncangan yang cukup mengagetkan.

Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Republik Indonesia, telah melontarkan ide yang kontroversial yakni Marketplace Guru.

Dalam pandangan progresivisme ide Marketplace Guru tentu saja begitu aktual lebih-lebih saat ini dunia pendidikan juga akan mendapat imbas konsep Society 5.0 yang menggabungkan teknologi dan inovasi dalam dunia pendidikan. Akan tetapi, perubahan ini menimbulkan berbagai permasalahan. Sebab pendidikan tidak semata mengejar kecanggihan zaman melainkan pendidikan memiliki peran untuk memanusiakan manusia.

Kehendak untuk mengejar ketertinggalan pendidikan dalam bidang teknologi merupakan ikhtiar yang patut untuk diapresiasi tetapi jangan sampai “pengejaran” tersebut justru malah meninggalkan aspek-aspek ruh dalam dunia pendidikan seperti tergerusnya nilai-nilai spiritualitas dan pendidikan humanis dalam proses belajar mengajar.

Tulisan ini bukan bermaksud untuk menyepakati atau menentang lontaran ide brilian Marketplace Guru akan tetapi mari merefleksikan bersama ide tersebut patut untuk dikejar kita memilih berlari untuk mengikuti kompetisi yang lain.

Society 5.0 dan Pendidikan di Indonesia
Society 5.0 merupakan konsep yang diusung oleh pemerintah Jepang yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan inovatif melalui pemanfaatan teknologi. Di Indonesia, konsep ini diadopsi oleh Nadiem Makarim dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air.

Salah satu implementasi Society 5.0 dalam dunia pendidikan adalah dengan menggabungkan teknologi dalam proses belajar mengajar, seperti penggunaan platform e-learning, sistem pembelajaran daring, dan penggunaan teknologi informasi dalam mengelola administrasi pendidikan. Selain itu, Nadiem Makarim juga mengusulkan konsep “marketplace guru” yang bertujuan untuk menyediakan akses yang lebih luas bagi guru dan siswa dalam memperoleh sumber belajar yang berkualitas.

Tetapi sejatinya yang perlu dipikirkan ialah mengapa konsep society 5.0 ini hadir? Mengapa revolusi industri 4.0 tidak diteruskan hingga mencapai klimaksnya? Sebab sejatinya hadirnya era society 5.0 ini merupakan sebuah aksi “taubat” terhadap “dewa”isasi teknologi yang mengakibatkan manusia lupa akan esensinya sebagai makhluk sosial.

Revolusi industri 4.0 memacu adrenalin manusia untuk terus berkompetisi menningkatkan kualitas pribadi tanpa menyapa insan yang lain. Lalu, layakkah bila era society 5.0 yang sejatinya bermaksud untuk membangkitkan daya insaniyah manusia justru malah memendam ruh spiritualitas manusia?

Pendidikan yang Tidak Memanusiakan
Namun, di balik kemajuan teknologi yang diusung oleh Society 5.0, terdapat beberapa permasalahan yang muncul dalam dunia pendidikan. Salah satunya adalah tergerusnya nilai-nilai spiritualitas dan pendidikan humanis dalam proses belajar mengajar.

Pendidikan humanis merupakan pendidikan yang menekankan pada pengembangan potensi individu secara utuh, baik secara intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual. Akan tetapi, dengan adanya konsep Marketplace Guru yang sangat mengandalkan teknologi, proses belajar mengajar menjadi lebih terfokus pada pencapaian target-target akademik yang kuantitatif, seperti nilai ujian, peringkat, dan prestasi.

Hal ini tentunya berdampak pada tergerusnya nilai-nilai spiritualitas dalam proses belajar mengajar. Spiritualitas merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia yang berhubungan dengan pencarian makna hidup, kebahagiaan, dan kesejahteraan batin. Dalam konteks pendidikan, spiritualitas berperan dalam membentuk karakter siswa yang memiliki kepekaan terhadap nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan.

Marketplace Guru dan Dampaknya
Konsep “marketplace guru” yang diusulkan oleh Nadiem Makarim sejatinya memiliki tujuan yang baik, yaitu untuk memberikan akses yang lebih luas bagi guru dan siswa dalam memperoleh sumber belajar yang berkualitas.

Akan tetapi, konsep ini juga menimbulkan beberapa permasalahan.

Pertama, marketplace guru dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat di antara para guru. Dalam sistem ini, guru yang memiliki prestasi lebih tinggi akan lebih mudah mendapatkan siswa dan penghasilan yang lebih besar.

Hal ini tentunya akan menimbulkan ketidakadilan bagi guru yang memiliki kualifikasi yang sama baiknya, tetapi belum mendapatkan kesempatan yang sama.

Kedua, konsep marketplace guru juga dapat mengurangi interaksi sosial antara guru dan siswa. Dalam sistem ini, proses belajar mengajar menjadi lebih terpusat pada transaksi jasa pendidikan yang bersifat komersial, sehingga hubungan antara guru dan siswa menjadi lebih bersifat profesional daripada emosional.

Pendidikan yang Memanusiakan
Untuk mengatasi permasalahan yang diakibatkan oleh konsep Society 5.0 dan marketplace guru, ada beberapa solusi yang dapat diusulkan.

Pertama, pemerintah perlu memastikan bahwa implementasi teknologi dalam dunia pendidikan tidak mengorbankan nilai-nilai humanis dan spiritualitas. Hal ini dapat dilakukan dengan mengintegrasikan pendidikan karakter dan pengembangan potensi individu secara utuh dalam kurikulum pendidikan.

Daripada pemerintah sangat bersyahwat untuk mengejar implementasi teknologi akan lebih baik bila pemerintah Meningkatkan akses teknologi dan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia, terutama di daerah pedesaan dan terpencil, agar semua siswa dan guru dapat memanfaatkan teknologi dalam proses belajar mengajar. Sangat banyak sekali wilayah-wilayah 3T yang masih perlu akses pemerataan teknologi untuk menunjang pendidikan.

Kedua, pemerintah perlu mengkaji ulang konsep marketplace guru dengan mempertimbangkan dampak sosial dan psikologis yang ditimbulkannya.

Salah satu solusi yang dapat diambil adalah dengan menggabungkan konsep marketplace guru dengan sistem pendidikan yang lebih inklusif, seperti sistem zonasi atau sistem bantuan pendidikan yang lebih merata. Selain itu, pemerintah baiknya menyediakan pelatihan dan dukungan yang memadai bagi guru dalam mengadaptasi teknologi yang ada, serta mengembangkan kompetensi mereka dalam menghadapi perubahan ini.

Pendidikan merupakan pilar utama dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Akan tetapi, implementasi konsep Society 5.0 dan marketplace guru yang diusung oleh Nadiem Makarim perlu dikaji ulang agar tidak mengorbankan nilai-nilai humanis dan spiritualitas dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, pendidikan di Indonesia akan dapat menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter yang baik dan kepekaan terhadap nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan.

———- *** ————-

Tags: