Guru Mitra SLB Karya Mulia Belajar Latih Siswa Disabilitas Rungu Respon Bunyi

Sejumlah guru asal Makassar dan Papua belajar melatih siswa disabilitas rungu dalam merespon bunyi di SLB Karya Mulia Surabaya.

Surabaya, Bhirawa
Sejumlah guru asal Makassar dan Papua belajar berlatih siswa disabilitas rungu dalam merespon bunyi di SLB Karya Mulia. Hal ini perlu dilakukan, mengingat selama ini siswa disabilitas rungu mendapat pembelajaran untuk merespon bunyi melalui praktek Pengembangan Komunikasi, Persepsi, Bunyi dan Irama (PKPBI).
Sebanyak lima guru asal daerah tersebut menjadi guru mitra untuk mempelajari dan praktek PKPBI. Guru SMPLB Karya Mulia, Endah Riwayati mengungkapkan kelima guru tersebut merupakan guru mitra yang mengikuti program Kemitraan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud.
Program ini mempertemukan guru inti dan guru mitra untuk saling berbagi pengalaman, menginspirasi, dan mengembangkan kerja sama dalam upaya peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan.
“Dalam kegiatan ini, saya sebagai guru inti sharing Program Khusus PKPBI. Jadi melatih siswa supaya bisa merespon bunyi. Kalau mereka terbiasa merespon bunyi maka kemampuan merespon suara dan bahasa akan berkembang,” ujarnya, Kamis (17/6).
Tak hanya melihat, para guru mitra juga diminta menyusun asesmen, perencanaan, penilaian dan praktek pada siswa tuna rungu di SLB Karya Mulia. Secara bergiliran para guru mitra melakukan praktik pada tiga siswa disabilitas rungu untuk merespon dan mengidentifikasi bunyi – bunyi yang dibuat dari berbagai media, seperti drum atau rekaman suara.
“Jadi kami mengevaluasi pembelajaran yang selama ini diterapkan oleh sekolah mitra dan kami perbaiki,” kata dia.
Diharapkan setelah kegiatan ini, guru mitra bisa kembali ke sekolah sebagai guru khusus bahkan bisa menambah guru khusus untuk disabilitas Rungu. Sebab selama ini, guru yang menangani anak disabilitas merupakan guru kelas. Sehingga mereka kesulitan dalam mengajar karena tidak mempunyai ilmu dan kompetensi menangani anak berkebutuhan khusus.
“Setelah guru mitra kembali akan ada pendampingan secara online dan dilanjutkan kunjungan guru inti ke sekolah mitra. Dan akhirnya akan ada guru imbas di daerahnya,” pungkasnya.
Sementara itu, Guru SMPN 1 Makassar, Herawati, mengaku banyak mendapat masukan dan ilmu baru selama program ini. Pasalnya ia sebagai guru kelas cukup kesulitan menangani anak disabilitas di sekolahnya.
“Kalau di Makassar selain kami kekurangan sarana dan prasara, kami sebagai guru juga kurang tekniknya selama di sekolah. Setelah praktek di Surabaya, kami bisa lebih atraktif prakteknya,” kesannya.
Herawati mengaku, di sekolahnya terdapat 257 siswa dengan berbagai jenis disabilitas. Sehingga ia perlu mengetahui ilmu dalam mengajar anak dengan disabilitas, khususnya disabilitas rungu.
“Sebelumnya, saya tidak pernah dapat ilmu bagaimana mendeteksi bunyi untuk anak tuna rungu, dan sekarang tahu tujuan kegiatannya dan bagaimana penerapannya,” tandasnya. [ina]

Tags: