Guru Wajib Sejahtera

Karikatur Ilustrasi

Keteladanan perilaku guru menjadikan semua menghormati guru, menjadi perilaku sejak lama. Bahkan seluruh penjahat juga takluk pada guru. Lebih lagi pada paradigma agama, guru dianggap sebagai “wakil” Tuhan untuk menjaga martabat kemanusiaan tetap pada derajat yang luhur. Tetapi sejak lama pula kemuliaan guru tidak inharent dengan tingkat kesejahteraan. Banyak guru (terpaksa) nyambi bekerja serabutan, menjadi kuli bangunan, sampai menjadi pemulung.
Kesederhanaan guru, tersimbol pada peringatan hari guru tahun (2017) ini. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memilih tema “Membangun Pendidikan Karakter Melalui Keteladanan Guru.”Tema ini untuk mengingatkan kembali peran dan fungsi guru, seperti jargon ke-guru-an. Yakni, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.” (Di depan menjadi teladan, di tengah membangun cita-cita, di belakang mendukung dengan segala daya).
Guru (termasuk pengajar di perguruan tinggi dan pengajar di pendidikan usia dini) berhak memperoleh imbalan yang lebih layak sebagai jaminan kesejahteraan. UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah meng-amanatkan penghasilan guru yang pantas dan memadai. Tercantum pada pasal 40 ayat (1) huruf a, bahwa guru berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai.
Tak jarang, sarjana (dan lulusan Diploma-4) ke-guru-an, penghasilannya jauh di bawah lulusan SMK. Realitanya sebagian terbesar guru (80%) masih hidup dalam tingkat kesejahteraan yang rendah. Masih banyak guru diberi honor Rp 600 ribu se-bulan. Bahkan di desa-desa, guru sekolah swasta (SD, MI, SMP dan MTs) honornya disesuaikan dengan ketersediaan uang kas. Kadang, baru bisa dihonor sekali dalam dua bulan. Namun tetap terus mengajar.
Pada beberapa situasi sosial, rendahnya kesejahteraan guru dapat menyebabkan perasaan inferior (rendah diri). Hal itu berkait erat dengan kemampuan guru dalam meng-akses pengetauan baru melaui sarana teknologi informasi. Misalnya, guru SMP swasta di desa, akan keberatan (secara ekonomi) untuk berlangganan paket layanan internet seharga Rp 60 ribu per-bulan.
Tiada murid bodoh ditangan guru ber-dedikasi. Begitu pula tiada kecerdasan potensi non-akademik yang bisa digali oleh guru yang “biasa-biasa saja.”Paradigma itu sejak lama diyakini kalangan ke-pendidik-an. Bahkan konon, guru sejati menempatkan kepentingan murid diatas kepentingan (kesejahteraan) dirinya. Itulah sebabnya profesi guru dianggap paling mulia, melebihi tentara dan dokter.
Tidak semua orang (yang tergolong cerdik pandai)bisa menjadi guru. Melainkan dibutuhkan minat dan persyaratan khusus ke-guru-an. Karena itu terdapat pendidikan tinggi yang secara khusus mematangkan minat seseorang untuk menjadi guru. Masihbanyak guru yang memiliki minat dan bakat pengajaran, namun tidak memiliki ijazah sarjana ke-guru-an. Pemerintah (dan daerah, sampai Pemerintahan Desa) berkewajiban meningkatkan kompetensi guru.
UU Sisdiknas pada pasal 41 ayat (3), menyatakan, “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.”Amanat ini lebih ditegaskan lagi melalui pasal 42 ayat (2). Yakni, “Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, … dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.”
Pada peringatan hari guru 2017, patut dijadikan momentum peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru. Pada sisi lain, masih banyak guru harus berjuang keras melawan infrastruktur wilayah, dan infrastruktur kependidikan. Namun pemerintah (terutama Pemerintah Daerah) masih setengah hati memenuhi hak layanan pendidikan. Masih banyak sekolah (SD Negeri) yang bersengketa dengan pemilik lahan. Juga masih banyak sekolah yang bocor. Apalagi nasib gurunya?!

——— 000 ———

Rate this article!
Guru Wajib Sejahtera,5 / 5 ( 1votes )
Tags: