Gus O’ong Bangga Kiai Bisa Nulis Puisi

Bedah buku 'Rindu Sebatang Pohon' di Rumah Dinas Wakil Bupati Jalan Ahmad Yani Bondowoso, Minggu (22/1) kemarin.

Bedah buku ‘Rindu Sebatang Pohon’ di Rumah Dinas Wakil Bupati Jalan Ahmad Yani Bondowoso, Minggu (22/1) kemarin.

Bondowoso, Bhirawa
Pemandangan tak lazim ditunjukkan oleh KHR Azaim Ibrahimy, pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo, yang menjadi pembicara dalam bedah buku yang ditulisnya dengan judul ‘Rindu Sebatang Pohon’ yang merupakan karya refleksinya selama belajar di Mekkah, bertempat di Rumah Dinas Wakil Bupati Jalan Ahmad Yani Bondowoso, Minggu (22/1) kemarin.
Dianggap tak lazim, karena selama ini kiai di Jawa Timur khususnya, umumnya datang untuk memberikan pengajian atau ceramah, tapi saat ini kiai muda tersebut datang membawa bukunya untuk dikaji dan dibedah bersama dengan mendatangkan pembanding sastrawan dari Jember yaitu Fathurrahman atau yang biasa disapa Gus O’ong yang tak lain adalah guru Spiritual dari para artis ternama seperti Opick, Uje, Charlie dan Hanung Bramantyo.
Kiai Azaim yang diberi kesempatan untuk memaparkan isi bukunya memulai cerita dari sejak dia belajar dipesantren, yang selalu merefleksikan setiap kata hikmah yang disampaikan gurunya, sehingga dari itu semua dikumpulkan menjadi sebuah tulisan yang saat ini diterbitkan menjadi buku tersebut.
Dengan gaya kental ala pesantren inilah menurut Azaim yang memulai pendidikannnya di Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo hingga di Mekkah, dia mengakui tulisannya yang sarat penuh pesan dakwah tersebut merupakan perpaduan dari gaya penulisan puisi dan penyampaian pesan dakwah yang merupakan renungan dari berbagai sumber kitab yang dibacanya. “Karena tulisan ini merupakan refleksi, tentu setiap bab tidak bisa saya selesaikan sehari ada yang sampai dua tahun,” kata Azaim menyampaikan isi tulisannya.
Dipilihnya judul Rindu Sebatang Pohon menurutnya, karena dirinya terinspirasi akan cerita kerindangan pohon kurma di masjid Nabawi yang digunakan Rasulullah saat berdakwah karena saat itu belum ada mimbar. “Sebuah pohon saja menangis karena rindu Rasulullah, masak kita yang umatnya kalah dengan pohon kurma,” kata Azaim kemarin.
Gus O’ong yang diberi kesempatan untuk mengkritisi karya Kiai Muda tersebut mengaku bangga, karena selama ini kiai hanya bisa ceramah tanpa mampu merefleksikan melalui tulisan, walaupun dirinya mengakui cukup perlu referensi yang banyak untuk memahami isi buku yang menggunakan bahasa Filsafat yang tinggi tersebut.
Dia mencontohkan terkait tulisan bagaimana menggambarkan kecintaan Azaim pada ayah bundanya yang membawanya seolah-olah larut dalam permainan bahasa penulis yang juga menggugahnya untuk terus mengabdi pada kedua orang tuanya walaupun saat ini sudah tiada. “Saya tentu berharap karya Kiai Azaim terus bermunculan, karena dakwah melalui tulisan saat ini cukup langka di kalangan kiai Jawa Timur,” katanya.
Pada kesempatan terakhir dari sesi tersebut setelah dilakukan tanya jawab yang membuat para penulis dan pembicara cukup terinspirasi karena ternyata banyak tulisan kalangan santri yang saat ini belum terpublikasi dengan baik dan akan menjadi ontology.
Hadir dalam acara bedah buku tersebut Wakl Bupati Bondowoso KH Salwa Arifi, Ketua Dewan Pendidikan H Syaeful Bahar MSi, serta para aktifis pemuda dan tokoh agama di Bondowoso. [mb7]

Tags: