Hadapi AFTA, Jatim Perlu Rekayasa Ekonomi

4-inflasiSurabaya, Bhirawa
Menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA), Gubernur Jatim, Dr H Soekarwo menyatakan kalau perlu untuk melakukan rekayasa ekonomi. Perlu juga ada pengaturan tentang kualitas produk dan perdagangan dan mengkoordinisasi kualitas produk dan packaging produk.
“Rekayasa tersebut antara lain melakukan standarisasi barang-barang masuk dan keluar Jatim. Pekerjaan ini harus dilakukan Asisten II untuk menyiapkan standarisasi barang keluar dan masuk yang memenuhi syarat perdagangan ASEAN,” katanya, Senin (4/8).
“Hubungan dengan ASEAN harus diperluas namun tetap ada batasan yang harus dilakukan. Produk dalam industri yang dijual ke luar provinsi dan luar negeri, maupun masuk dari luar provinsi dan luar negeri harus distandarisasi,” tambah pejabat yang akrab disapa Pakde Karwo itu.
Meskipun perdagangan dilakukan dengan NTT, kata dia, namun kualitas barangnya harus bagus dengan packaging yang bagus juga serta jangan sampai produk UMKM Jatim sulit dilakukan perdagangan.
“Selain standarisasi, setelah Hari Raya, Pemprov Jatim bekerja sama dengan laboratorium-laboratorium yang ada di Jatim untuk mengecek jamur, toksin, pestisida, merkuri, dan bahan-bahan berbahaya lainnya,” katanya.
Menurutnya, Pemprov Jatim juga terus melakukan pembenahan peraturan daerah sebagai filter, bisa memisahkan mana yang boleh dan tidak boleh. “Dalam hal ini, Asisten I dengan Tim Hukum memilah perda-perda yang akan diusulkan dalam menghadapi AFTA. Sebelumnya, Perda kesehatan sudah dibuat yang mengatur dokter masuk Jatim harus menguasai penyakit tropis, harus bisa berbahasa Indonesia,” katanya.
Selain rekayasa ekonomi, juga diperlukan rekayasa pembangunan sebagai salah satu upaya yang dapat meningkatkan pelayanan publik dengan reformasi administrasi. “Orang akan berubah jika administrasinya dibenahi. Ukuran dalam kegiatan pemerintahan yakni administrasi. Seperti pada kebijakan pendapatan terdapat rekonsiliasi kas yang dilakukan setiap tanggal 10 bulan berikutnya,” katanya.
Ia mengatakan, rekonsiliasi ini sudah rutin dilakukan, namun yang belum dilakukan yakni rekonsiliasi pengeluaran. Untuk itu, setiap tanggal 10 bulan berikutnya Pemprov Jatim perlu melakukan pengecekan terhadap pengeluaran, stok opname di brankas.
“Ini termasuk pelayanan publik, apakah program yang dilakukan uangnya tersedia atau tidak. Jangan sampai uangnya tidak ada, tetapi programnya disusun. Maka perlu cek aliran kas dalam pengeluaran,” katanya.
Ia mengatakan, rekayasa kemasyarakatan yang dapat dilakukan seperti deklarasi penutupan lokalisasi Dolly, penanganan masalah anak jalanan (anjal) dan gelandangan dan pengemis (gepeng), kegiatan yang menyangkut pluralisme kehidupan berbagai kelompok seperti di Sampang. “Untuk penutupan lokalisasi ini tidak ada kompromi, tetapi dengan pendekatan humanis. Ini perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah mengingat di Dolly, sebelumnya sejumlah 84 orang terkena HIV/AIDS, terakhir 228 orang terkena HIV/AIDS,” katanya.
Untuk penanganan anjal dan gepeng, menurutnya, agak tertunda sedikit di tahun 2014. Pemprov Jatim melalui Asisten III harus melakukan cek terhadap anjal dan gepeng, serta mendidik dan melatih mereka. [iib]

Tags: