Hadapi Revolusi Industri 4.0, Bonus Demografi Harus Dibekali Vokasi

Jakarta, Bhirawa. 
Bonus demografi (usia produktif) Indonesia saat ini, bisa menunjang kemajuan ekonomi untuk menggapai revolusi industri 4,0 bilamana para usia produktif itu punya bekal ketrampilan kerja. Tantangan ini dijawab pemerintah dalam hal ini Kemenaker, dengan membentuk Komite Pelatihan Vokasi Nasional. Lewat pelatihan vokasi ini tenaga kerja Indonesi akan memiliki daya saing untuk masuk pasar kerja.
“Dimulai dengan prioritas di sektor kesehatan yng dilanjutkan dengan memperkuat pembangunan sektor vokasi. Menghasilkan tenaga kerja mumpuni dengan kompetensi yang kompetitif untuk bersaing di pasar kerja dalam negeri maupun global,” ungkap Dirjen Binallatas Kemenaker Bambang Satria Lelono dalam diskusi Ketenagakerjaan dengan tema “Menyongsong Revolusi Industri 4.0 Melalui Pelatihan Vokasi untuk Memperkuat Daya Saing SDM” , Senin (23/7). acara dibuka oleh staf ahli Menteri Aris Wahyudi dan nara sumber Wakil Ketua Kadin Anton J Supit serta Direktur UNI Global Union Asia Pasifik Kun Wardhana.
Anton J Supit yang Ketua Komite Pelatihan Vokasi Nasional berujar : Untuk menghapus
kemiskinan agar rakyat sejahtera adalah dengan memberi lapangan kerja. Hal tersebut memang tugas pemerintah pusat, juga tugas pemerintah daerah. Bonus demografi Indonesia saat ini, akan mubazir bila tidak segera disambut dengan langkah nyata, memberi pelatihan ketrampilan atau vokasi. Sehingga revolusi industri 4.0 ini, Indonesia siap bersaing dengan tenaga kerja yang telah menguasai vokasi maupun teknologi informasi tingkat global.
“Akan lebih baik lagi bila Kementerian Ketenagakerjaan bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pendidikan. Dengan Perindustrian agar angkatan kerja yang berlatih di BLK bisa praktek kerja. Sedang Kemen Pendidikan agar melengkapi kurikulum pendidikan vokasi bagi anak didik SMK,”  tambah Anton J Supit.
Anton mengambil contoh pelatihan vokasi sekolah sekolah kejuruan di Jerman. Dalam meningkatkan vokasi angkatan kerjanya, pemerintah Jerman memulai pendidikan vokasi sejak masuk SMK. Sehingga selamat SMK mereka dengan mudah bisa memperoleh pekerjaan. Pendidikan vokasi di SMK Jerman dimulai dengan praktek kerja di industri. Bahkan praktek kerjanya bisa 70%, selebihnya yang 30% pendidikan teori.Sedang di Malaysia praktek kerja siswa SMK 80% dan hanya 20% pelajaran teori.
Sementara anggota Komite Vokasi  Nasional Kun Wardhana memprihatinkan kondisi; Serikat Pekerja[SP], menghadapi transformasi Ketenagakerjaan. Ada 3 macam tantangan dan kesulitan SP. Yakni pertama tentang awarenes ; Kurangnya tingkat kesadaran SP akan dampak revolusi industri 4.0 terhadap keberlangsungan pekerja dan pentingnya pelatihan vokasi. Kedua tentang fokus : SP cenderung belum memprioritaskan pentingnya peningkatan skill dan kompetensi yang dimiliki anggotanya. Karena masih fokus pada perjuangan UMP/UMK. Sebagai hak dasar pekerja. Ketiga tentang Fragmentasi; SP di berbagai tingkatan dengan tujuan masing masing organisasi yang berbeda. Sehingga sulit untuk membuat “common goals” untuk percepatan pengembangan SDM. [Ira]

Tags: