Hadirkan Sudjiwo Tejo, Angkat Budaya Pendalungan Ciri Khas Jember

Budayawan Sudjiwo Tejo saat tampil dalam Pagelaran Budaya Srawung Satra dan Seminar Nasional bertema ‘Pendalungan Adalah Kita’ di Gedung Sutardjo Universitas Jember. [Effendi]

Pagelaran Budaya Srawung Sastra
Kabupaten Jember, Bhirawa
Gelar Seni dan Budaya yang diselenggarakan Bakorwil V Jember bersama komunitas seni Srawung Sastra Universitas Jember mengangkat tema budaya Pendalungan (budaya campuran Jawa-Madura). Acara yang digelar di Gedung Sutardjo Universitas Jember ini, dihadiri budayawan kondang Sudjiwo Tejo. Pria kelahiran Jember yang bernama asli Agus Hadi Sudjiwo ini menjadi salah satu narasumber dalam seminar nasional bertema ‘Pendalungan Adalah Kita’ bersama budayawan dan akademisi Mohammad Ilham serta pegiat seni dan budaya lokal Supartu.
Budayawan nyentrik Sudjiwo Tejo mampu menghipnotis seribu lebih undangan yang hadir, dengan tembang-tembang Jawa yang mengandung petuah dan sarat dengan pesan religi. Kegiatan yang dihadiri mayoriras kaum milenial ini, mengangkat budaya lokal pendalungan sebagai sebagai salah satu ciri khas kabupaten Jember.
“Budayawan Sudjiwo Tejo memiiki karakter Pendalungan sangat kuat sekali. Sehingga banyak generasi milenial tertarik dengan Pendalungan, dan mereka sadar bahwa mereka generasi pedalungan,” ujar Ketua Komunitas Sawung Sastra, Bagus, Sabtu (18/1).
Seminar yang berdurasi empat jam ini, semakin menarik ketika Sudjiwo Tejo menyairkan tembang-tembang Jawa yang di rilisnya. Dalam pesan moralnya, Sudjiwo Tejo mengajak kepada para generasi milenial agar untuk lebih mengenal kebudayaan yang di miliki, hendaknya mengetahui jati diri kita masing-masing. Karena budaya ini akan menjadi identitas diri.
“Sebelum mengenal kebudayaan, kita harus mengenal jati diri dulu. Karena dengan begitu, kita akan lebih mengenal budaya kita,” ujarnya. Kemudian pria yang indentik dengan topi lakennya ini, menyairkan tembang jawanya berjudul Ingsun atau dalam bahasa Indonesia berarti ‘saya’, Titi Kolomongso dan beberpa lagu Jawa lainnya.
Sementara, akademisi dan budayawan Mohammad Ilham dalam kajiannya memetakan, bahwa Jawa Timur terdiri dari 10 wilayah yakni wilayah Mataraman, Jawa Panaragan, Arek Samin (Sedulur Sikep), Tengger, Osing, Madura Pulau, Madura Bawean, Madura Kangean dan Pendalungan. Untuk Pendalungan, terdiri dari Pendalungan barat (Pasuruan, Probolinggo), Pendalungan Timur (Situbondo, Bondowoso) dan Pendalungan selatan (Lumajang, Jember, dan Banyuwangi.
“Ndalung atau Pendalungan, merupakan percampuran dari berbagai suku yang menghasikan entitas baru. Bukan hanya dari gen orang Madura-Osing, atau gen orang Jawa-Madura, tapi bisa dari lingkungan yang hidrogent, karena pertemanan dan masih banyak lagi. Kebudayaan ini merupakan identitas pilihan, senyampang kita nyaman dengan budaya disekitar kita, tidak ada persoalan,’ ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh pelaku seni dan budaya lokal Supartu. Menurutnya, dalam proses ndalung dalam budaya yang ahirnya menjadi budaya yang berpendalungan, bisa dari perkawinan silang, lingkungan kita banyak suku dan sebagainya.
“Dari dua perbedaan menjadi satu persamaaan. Apakah Jawa kita sama dengan Jawa orang Mataraman? tidak sama, apakah Madura kita sama dengan Madura lainnya? jelas tidak sama. Pernah saya bikin acara, dan diputar di Surabaya, orang Madura yang ada di sana bingung ini Madura mana. Karena Madura pendalungan, kata wedhus (kambing) masih dipakai, kalau Madura asli embik, Jember tidak punya kata gumun (heran) tapi gettun, padahal kata gettun (heran) itu bahasa Madura. Kata ‘mak taker’, ‘ojo ngunu’, ‘duh kah’ masih dipakai di Pendalungan,” terangnya.
Kepala Bakorwil V Jember V Jember R Tjahjo Widodo mengaku Pagelaran Seni Budaya Srawung Sastra dan Seminar Nasional bertema ‘ Pendalungan adalah kita’ untuk mengingatkan agar para generasi melinel agar tidak melupakan jatidiri bagsa.
“Apalagi di era 4.0 budaya sebagai jati diri bangsa terus kita pelihra. Karena sesuai dengan arahan Presiden dan Gubernur Jawa Timur, dengan terus memelihara budaya berbasis kearifan lokal sebagai jati diri bangsa, menjadi daya tarik tersendiri utamanya bagi wisatawan,” katanya.
Hadirnya Sudjiwo Tejo dalam Pagelaran Srawung Sastra ini, diharapan memberikan support terhadap budaya pendalungan agara para generasi milenial lebih mengenal kebudayaan yang dimiliki. “Kagiatan ini salah satu cara untuk mengenalkan budaya kepada milineial, pesan moral ini yang terus kita dengungan, agar para milenial lebih mengutamakan budayanya sendir dari pada buaya orang lain,” pungkasnya. [Effendi]

Tags: