Hakikat Cinta dan Kebahagiaan

Judul Buku : Syeikh Abu Hasan As-Syadzili
Penulis : Rusydie Anwar, MA
Penerbit : Araska
Cetakan : I, Juli 2022
Tebal : 240 halaman
ISBN : 978-623-6335-14-7
Peresensi : Sam Edy Yuswanto
Penulis lepas mukim di Kebumen.

Setiap orang mendambakan cinta dan kebahagiaan. Karenanya, tak heran jika banyak orang berusaha melakukan beragam cara untuk meraih cinta dan kebahagiaan. Yang menjadi persoalan ialah: apakah setiap orang memahami hakikat cinta dan kebahagiaan tersebut? Sebenarnya, apa definisi cinta dan kebahagiaan yang hakiki?
Ricky Atthariq dalam tulisannya (gramedia.com) menjelaskan bahwa cinta sangat identik dengan perasaan kasih sayang, suka, dan sebagainya. Semua orang pastinya juga pernah merasakan cinta, mulai dari bayi, remaja, dan juga dewasa. Cinta tentunya ada pada masing-masing individu, namun cara mengungkapkan sebuah cinta juga akan berbeda-beda. Cinta tidak hanya membahas persoalan pasangan, namun di dalam sahabat dan keluarga juga terdapat cinta.
Menurut pemahaman saya, dari beragam rasa cinta yang kita miliki, cinta yang paling hakiki adalah cinta yang (mestinya) kita persembahkan kepada Tuhan. Ketika kita mencintai Tuhan melebihi segalanya, maka segala aktivitas dan kebajikan yang kita lakukan selalu dilandasi atas nama Tuhan, atau dalam bahasa agama dikenal istilah ‘lillaahi ta’ala’; melakukan sesuatu hal karena mencari keridaan Allah Swt. Jadi bukan karena mengharap pamrih atau karena ada tujuan-tujuan terselubung yang ingin kita raih.
Dalam buku ini, Syeikh Abu Hasan As-Syadzili menjelaskan tentang makna cinta kepada Allah, “Barang siapa mencintai Allah dan mencintai karena Allah, maka sungguh telah sempurna cintanya. Selama engkau mencintai Allah, tentu engkau akan bertindak atas rida-Nya, tunduk kepada-Nya, dan mengerjakan ajaran Al-Qur’an dan sunah rasul-Nya. Kau akan merasa malu mengerjakan sesuatu yang membuatmu terjatuh dari kekasih yang engkau cintai. Maka sucikan selalu dirimu dari syirik. Setiap kali engkau berhadas, bersucilah. Jangan sekutukan Allah dengan sesuatu. Di antara kotoran hati adalah cinta dunia. Setiap kali engkau cenderung pada syahwat, sucikan dirimu dengan tobat, maka jiwamu tidak akan binasa dan terlena oleh hawa nafsu. Hendaklah tekadmu terfokus pada tiga hal; tobat, takwa, dan waspada. Tekad ini diperkuat dengan tiga hal yaitu zikir, istigfar, dan diam sebagai bentuk penghambaan terhadap Allah dan enam perkara ini harus dibentengi oleh empat hal, yaitu cinta, rida, zuhud, dan tawakal” (Muhammad Rizal Ansori, Duski Ibrahim dan Munir).
Selanjutnya kita bicara tentang hakikat kebahagiaan. Saya merasa sangat yakin bahwa setiap orang berharap kebahagiaan selalu menyertai hari-hari di sepanjang hidupnya. Namun, yang menjadi persoalan: adakah manusia di dunia ini yang mengalami kebahagiaan secara terus-menerus tanpa sedikit pun diwarnai dengan kesedihan? Jawabannya tentu tidak ada. Sebab, kebahagiaan dan kesedihan merupakan dua hal yang saling berkaitan, dan biasanya datang dan pergi silih berganti dalam kehidupan manusia. Ada saatnya manusia menghadapi persoalan-persoalan yang membuatnya bersedih hati. Namun, ada kalanya kesedihan tersebut berlalu pergi dan kebahagiaan pun kembali diraihnya.
Hal yang penting dipahami bersama bahwa yang namanya kebahagiaan hidup itu sangat berkaitan erat dengan kondisi hati masing-masing orang. Hati yang bahagia biasanya terbebas dari penyakit-penyakit yang bisa mengotorinya. Penyakit hati misalnya menjelma berupa rasa iri dan dengki terhadap sesama.
Syeikh Abu Hasan As-Syadzili senantiasa mengingatkan kepada murid-muridnya untuk menjaga dan membersihkan hati dari berbagai hal yang dapat menodainya. Beliau berkata, “Singkirkan berhala dari hatimu dan istirahatkan fisikmu dari dunia. Milikilah keketapan hati yang kuat untuk selalu bertakwa kepada Allah dan berbuat kebaikan” (halaman 177).
Dalam buku ini dijelaskan, dalam terminologi kaum sufi, hati menyimpan kecerdasan dan kearifan kita yang terdalam. Dan cita-cita para sufi antara lain adalah menumbuhkan hati yang lembut, penuh kasih sayang dan juga hati yang penuh kecerdasan. Selain itu, hati dalam pandangan kaum sufi merupakan ‘tempat’ menyimpan percikan roh ilahiah di dalam diri kita. Itulah sebabnya hati disebut ‘kuil’ Tuhan. Hati merupakan tempat cinta dan cinta itu sendiri adalah dasar disiplin spiritual sufi (Robert Frager; Hati, Diri, dan Jiwa: Psikologi Sufi untuk Transformasi).
Buku ini merupakan buku biografi Syeikh Abu Hasan As-Syadzili yang layak dibaca dan renungi wejangan serta ijazah zikirnya yang bermanfaat untuk kemakmuran dan kebahagiaan hakiki. Syeikh Abu Hasan As-Syadzili sendiri adalah sosok ulama ternama dan merupakan pendiri Thariqah Syadziliyyah.

———– *** ————–

Rate this article!
Tags: