Hakikat Perjuangan Berangkat ke Tanah Suci

Cover Hakikat Perjuangan Berangkat ke Tanah SuciJudul Buku : 9 Days Umratan Perjalanan Spiritual ke Tanah Nabi
Penulis : Ratna Dks.
Penerbit : Tinta Medina (PT Tiga Serangkai)
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, Februari 2015
Tebal  : x, 270 hlm.; 20 cm
ISBN  : 978-602-257-118-6
Peresensi : Junaidi Khab
Akademisi dan Pecinta Baca Buku Asal Sumenep Tinggal di Surabaya.

Melaksanakan ibadah umrah bagi umat Islam menjadi sebuah harapan setelah aturan keberangkatan ibadah haji mengalami perubahan. Umat Islam Indonesia yang ingin berhaji harus menunggu sekitar lima tahun, bahkan bisa lebih dari lima tahun lamanya. Untuk mengobati rasa rindu yang menggalayut di hati mereka, ibadah umrah menjadi solusi pelaksanaan ibadah haji. Umrah bisa dilaksanakan kapan saja, tak ditentukan tanggal, dan bulan. Berbeda dengan haji yang harus dilakukan antara tanggal 9-12 Dzulhijjah tahun Hijriyah.
Sebagaimana termaktub dalam kisah ini, sejatinya ibadah umrah tidak serta-merta hanya berpelesir ke tanah suci Makkah dengan seperangkat atribut rukun-rukun yang harus dilaksanakan di sana. Tapi, nilai-nilai ketuhanan harus diterjemahkan ke dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tidak hanya kewajibab antara manusia dengan tuhannya yang bisa terlaksana, tapi juga bisa memunculkan kewajiban universal untuk kemaslahatan atau kebaikan bagi umat manusia. Begitulah kiranya esensi pelaksanaan ibadah umrah, begitu pula ibadah haji yang tak jauh berbeda.
Berumrah bukan hanya sekali pelaksanaan, bahkan nilai-nilai kewajiban umrah hingga kembali ke tanah air masih harus tetap dipraktikkan. Novel-catatan ini akan mencoba untuk mengantarkan para pembaca dan khususnya mereka yang akan berumrah atau yang sudah berumrah agar menemukan esensi dalam melaksanakan ibadah umrah ke tanah suci. Salah satunya yaitu, kesederhaan tanpa melihat perbedaan antar manusia (hlm. 12) dan nilai-nilai kemanusiaan yang harus dijaga (hlm. 24).
Pada umumnya, masyarakat tidak memahami esensi dari ibadah umrah itu sendiri meski kadang ada yang hingga beberapa kali melaksanakannya. Sementara nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang sangat dianjurkan dalam agama Islam jarang ditemukan, yaitu nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Baik ketika melaksanakan ibadah umrah, atau setelah melaksanakannya. Berumrah bukan sekali selesai, seumur hidup nilai-nilai kemanusiaan yang harus dipegang teguh. Seperti halnya ibadah haji, sehingga muncul istilah berhaji atau berumrah seumur hidup. Sampai kapan pun, ibadah umrah tak akan selesai, kecuali maut menjemput.
Selain kesederhanaan yang dicontohkan dalam novel-catatan ini ketika berumrah yaitu kesabaran dan pertolongan yang harus diingat oleh umat Islam. Sebenarnya, tak harus menunggu ibadah umrah atau haji untuk bersabar dan memberi pertolongan bagi orang lain. Tapi, umat Islam yang telah berhasil melaksanakan ibadah umrah atau haji, kewajiban yang harus dipegang teguh yaitu tetap bersabar dalam menghadapi pelbagai hal dan suka-rela memberikan pertolongan kepada mereka yang membutuhkan.
Kisah-kisah inspiratif yang disuguhkan oleh Ratna Dks. dari pengalaman umrahnya selama sembilan hari di dalam novel-catatan ini perlu dipelajari dan direnungi oleh seluruh umat Islam. Kemudian mengambil hikmahnya dengan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada intinya, dengan berumrah kita harus bisa berbuat dan memberikan yang lebih baik, bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, serta meningkatkan nilai-nilai positif bagi kehidupan umat manusia (hlm. 99).
Jarang sekali umat Islam bisa melaksanakan ibadah umrah atau haji seumur hidup. Padahal, usai melaksanakan ibadah umrah atau haji kewajiban-kewajiban kemanusian yang bernilai positif semestinya itulah yang harus dilaksanakan. Sehingga, mereka tidak hanya melaksanakan ibadah umrah atau haji sekali, tapi seumur hidupnya. Menolong orang yang kesusahan di Makkah karena renta atau hal lainnya, juga harus menjadi fondasi kuat untuk terus tetap berbuat baik dengan menolong sesama. Ini sebagai cermin bahwa umrah atau haji tetap seumur hidup.
Meski novel-catatan ini memiliki kekurangan komunikasi yang tidak akurat dan kesalahan-kesalahan dalam aturan penulisan, tapi akan mampu membuat mata pembaca panas. Bukan panas-nangis karena sedih, tapi karena keharuan melihat keagungan Tuhan dari peristiwa-peristiwa yang dialami penulis. Dengan peristiwa-peristiwa tersebut, pembaca akan menemukan esensi dari pelaksanakan ibadah umrah atau haji dan hakikat nilai kemanusiaan universal yang terkandung di dalamnya, serta harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, kita bisa merasakan ibadah umrah atau haji bukan sekali saja, tapi seumur hidup kita bisa berhaji dan berumrah tanpa harus datang ke Makkah berkali-kali. Selamat membaca dan semoga berkah! Amin.

                                                                                                         ————- *** ————–

Tags: