Hakim Ikut Korupsi, Apa Kata Dunia ?

Oleh :
Agus Samiadji
Wartawan Senior di Surabaya

Pada akhir-akhir ini berita penanganan dan tangkap tangan korupsi setiap hari ada di media masa di seluruh Indonesia. Korupsi dilakukan oleh pejabat publik, oknum gubernur, bupati, walikota, penegak hukum dan wakil rakyat yang duduk di DPR RI dan DPRD di seluruh Indonesia. Yang mengejutkan lagi adalah pekan lalu masyarakat dikejutkan dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Bengkulu Dewi Suryana dan Panitera Pengganti Hendra Kurniawan. Keberhasilan  Operasi Tangkap Tangan KPK tersebut hasil kerjasama KPK dan Mahkamah Agung (MA) dalam upaya melakukan pembersihan pelaku korupsi di tubuh Pengadilan di seluruh Indonesia.
Menurut keterangan Ketua KPK Agus Rahardjo, kerjasama KPK dan MA tersebut akan terus dilakukan dalam rangka memberantas korupsi oleh mafia pengadilan. Ketua Muda Bidang Pengawasan Mahkamah Agung Sunarto menambah bahwa Mahkamah Agung mengapresiasi penangkapan hakim oleh KPK tersebut, karena hal tersebut merupakan bagian dari tugas Mahkamah Agung dalam “Bersih-Bersih” yang kini sedang dilakukan. Karena terjadi tangkap tangan oleh KPK tersebut, maka untuk sementara Hakim Dewi Suryana dan Panitera Pengganti Hendra Kurniawan dinonaktifkan untuk kelancaran penyidikan. Kalau ternyata nanti dakwaan tak terbukti dan mereka bebas dari tuduhan maka akan dikembalikan aktif, ujar Sunarto Ketua Bidang Pengawasan Mahkamah Agung.
Selain di Bengkulu, KPK juga menangkap pensiunan Panitera Pengganti Dahniar (DHN) dengan barang bukti Rp 125 juta rupiah diduga dari seorang PNS di Bengkulu, adik dari Kepala Badan Pengolahan Aset Daerah Bengkulu. Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, uang suap tersebut diduga untuk meringankan kasus hukum terhadap Wilson yang perkaranya ditangani oleh Dewi Suryana.
Sejak adanya KPK tahun 2003 lalu sampai dengan tahun 2017 ada sebanyak 16 hakim melakukan korupsi atau suap yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedudukan Jabatan Hakim adalah sangat mulia dibandingkan pejabat penegak hukum lainnya. Jabatan hakim diperlukan orang yang dapat dipercaya, jujur, tidak bisa dipermainkan  dan dapat memberi keputusan yang seadil-adilnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Karena hakim merupakan benteng terakhir bagi masyarakat dalam mencari keadilan dan dapat dipertanggungjawabkan bagi negara. Kalau terjadi sampai petugas hakim tidak jujur dan memutuskan perkara tidak adil lalu kemana lagi rakyat mencari keadilan ?
Butuh Hakim Sekaliber Artidjo
Karena itu, untuk menjaga keputusan hakim dapat dipertanggungjawabkan bagi bangsa dan negara, maka pemerintah dalam hal ini Mahkamah Agung dalam sidang di pengadilan dalam kasus besar dilakukan oleh Majelis Hakim. Majelis Hakim terdiri dari Hakim, kemudian Hakim Anggota. Sekalipun demikian Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Muchtar yang dipercaya sebagai Mahkamah Konstitusi (MK) masih berani mencari kesempatan dalam kesempitan untuk memperkaya diri. Yang akhirnya Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Muchtar diputus penjara seumur hidup. Selain Akil Muchtar, ada Patrialis Akbar Mantan Menteri Hukum dan HAM kemudian diterima menjadi Mahkamah Konstitusi masih bermain-main dengan hukum dan menyalahgunakan wewenang melanggar hukum, diputuskan penjara 8 tahun dalam Pengadilan  Tipikor di Jakarta pekan lalu.
Dengan besarnya korupsi di Indonesia, yang dilakukan oleh pejabat publik, penegak hukum, wakil rakyat di DPR RI, DPRD maka Indonesia memerlukan sedikitnya 100 hakim sekelas Hakim Agung Artidjo Alkostar untuk menangani korupsi besar.
Dalam karirnya sebagai Hakim Agung Artidjo Alkostar memberikan nuansa tersendiri dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Segala putusannya yang kerap menjatuhi hukuman lebih berat daripada hakim di tingkat pertama dan banding. Tidak hanya memenjarakan koruptor, tetapi juga membela rasa keadilan publik. Karena ketegasan Hakim Agung Artidjo Alkostar memberikan hukuman lebih besar tidak pandang bulu.
Sebagai contoh, politisi anggota DPR RI dari Demokrat Angelina Sondakh dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 12 miliar. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang semula 7 tahun penjara naik menjadi 14 tahun penjara dan kewajiban membayar uang pengganti Rp 57 miliar. Memutuskan hukuman dilakukan dengan melalui pertimbangan yang detail dan memutuskan keputusan dilakukan dengan suatu debat dan diskusi antar majelis hakim, sehingga menemukan keputusan yang lebih tinggi tetapi dapat dipertanggungjawabkan.
Artidjo pernah menyatakan bahwa korupsi itu kejahatan yang bisa merusak negara. Karena itu, segala putusannya digodok dan didiskusikan dengan matang melalui proses hukum sehingga keluarlah hukuman lebih berat. Dengan adanya hukuman lebih berat tersebut, maka para koruptor tidak berani kasasi ke Mahkamah Agung lagi, khawatir akan diputuskan lebih berat sampai dua kali lipat hukukmannya. Selama Artidjo Alkostar menjadi Ketua Majelis Hakim MA telah memutuskan sekitar 14 kasus yakni kasus Moh. Nasarudin, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Irjen Pol. Joko Susilo, Budi Mulya, Zulkarnaen Djabar.
Menurut hemat saya, karena perbuatan korupsi di Indonesia masih merajalela dan sudah menjerat lapisan pejabat publik dari berbagai lembaga, instansi, termasuk wakil rakyat di DPR RI, DPRD di seluruh Indonesia bahkan oknum hakim. Kalau sampai para hakim ikut melakukan korupsi lalu “Apa kata dunia?” Untuk memberantas korupsi di Indonesia maka diperlukan hakim sekelas Hakim Agung Artidjo Alkostar sebanyak 100 hakim agung untuk menangani korupsi yang besar.
Memang mencari hakim agung atau hakim sekelas Artidjo Alkostar memang perlu waktu. Melakukan seleksi mental, pengetahuan masalah hukum yang kuat serta mempunyai dedikasi yang inovasi sesuai dengan kemajuan masalah hukum dalam dan luar negeri. Sebenarnya banyak sumber daya manusia bangsa Indonesia yang pandai dan banyak profesor dan dokter bidang hukum apa saja, yang penting adalah mereka yang mau mengabdi kepada nusa dan bangsa untuk keadilan seluruh rakyat Indonesia.
Saya sebagai bagian dari penduduk Indonesia yang terbesar di ASEAN, merasa malu banyak korupsi terjadi di Indonesia. Sementara negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan sekitarnya tidak terdengar pejabat publik dan wakil rakyat yang di parlemen melakukan korupsi. Selamat berjuang memberantas korupsi.

                                                                                                    ————- *** ————–

Rate this article!
Tags: