Han Jayanata Tegaskan Semua Persyaratan Pemkot Telah Dipenuhi

General-Manager-Jayanata-Han-Jayanata-berkacamata

General-Manager-Jayanata-Han-Jayanata-berkacamata

(Kasus Pembongkaran Rumah Radio Bung Tomo)
Surabaya, Bhirawa
Bisa dibilang cukup beruntung, Bhirawa berhasil menemui  taipan yang perusahaannya terseret kasus pembongkaran bangunan cagar budaya rumah radio Bung Tomo ini. Han Jayanata  bersikukuh semua persyaratan telah diurus perusahaannya PT Jayanata Kosmetika Prima terkait rumah di jalan Mawar 10 Surabaya tersebut kepada Pemkot.
Saat ditemui Bhirawa di restoran The Consulat Surabaya, Senin (30/5) kemarin, General Manager (GM) Han mengaku tidak tahu terkait pembongkaran cagar budaya tersebut. Bahkan, rencana pembongkaran juga tidak diketahuinya lantaran pada saat itu berada di luar negeri.
Ia mengatakan, sejauh ini kesehariannya hanya dihabiskan untuk travelling keliling luar negeri bersama istrinya Amelia Gonta.  “Saya tidak tahu terkait pembongkaran cagar budaya. Karena saya sendiri tidak ikut deal-dealan juga sih. Waktu saya habiskan untuk travelling ke luar negeri saja,” kata Han Jayanata yang kemarin hadir dalam sebuah acara yang digelar Institue Francis-Indoensia(IFI) Surabaya .
Han mengaku semua surat-surat izin mendirikan bangunan (IMB) di Jalan Mawar 10 pun telah dikantonginya. “Setahu saya izin-izin semua sudah ada,” ujarnya.
Han yang juga anak dari Ben Jayanata ini mengatakan lebih berfokus pada pekerjaannya. “Saya disini hanya fokus pada kerja saja,” terangnya.
Han Jayanata dalam pertemuan IFI kemarin disebut akan jadi konsulat kehormatan Perancis pertama untuk Surabaya. Corrine Breuze Duta Besar Perancis untuk Indonesia , yang hadir kemarin,menyatakan, sebentar lagi Perancis memiliki Konsulat Kehormatan (honorary consul) untuk Surabaya.
Corrine  menyatakan hal ini untuk pertama kalinya dalam pertemuan dengan alumni Institute Francais Indonesia (IFI), mitra kebudayaan, dan ekspatriat Perancis. Dubes Perancis telah memilih Han Jayanata General Manager PT Jayanata Kosmetika Prima untuk menjadi konsul kehormatan Perancis pertama di Surabaya.
“Han Jayanata merepresentasikan perusahaan (Jayanata Kosmetika,red) dengan banyak produk bermerek Perancis. Dia juga menyukai kultur kami dan sering berkunjung ke Perancis,” ujarnya.
Karena itu, kata Corrine, menurutnya Han Jayanata mampu mempromosikan Perancis, serta mendukung masyarakat Perancis yang ada di Surabaya.
Han Jayanata mengatakan, ada banyak peluang kerjasama yang bisa ditingkatkan antara Pemerintah Perancis dan Surabaya.
“Potensi itu banyak, ya. Dari segi pendidikan, perusahaan, pariwisata, seni, dan juga arsitektur. Tukar menukar pelajar di bidang-bidang itu juga masih bisa ditingkatkan,” katanya.
Saat ini, sudah banyak pertukaran pelajar dan guru yang dilakukan antara Indonesia dengan Perancis. Dia ingin meningkatkan pertukaran dengan pelajar dan guru dari Surabaya, demi meningkatkan pendidikan di Surabaya.
Dalam bidang bisnis, lanjut Corrine, Han telah mengawalinya dengan kerjasama dengan berbagai perusahaan kecantikan di Perancis. Jayanata juga telah berulangkali terlibat dalam fashion show di Perancis.
“Ini hanya gerbangnya, kerjasama bisnis ini bisa dikembangkan ke berbagai macam bidang. Kecantikan ini sebagai jembatan saja,” ujarnya.
Perancis akhirnya memutuskan untuk mendapuk seorang warga Surabaya menjadi konsulat kehormatan di Surabaya. Han menyatakan, karena dunia sudah berkembang pesat.
“Dalam hal bisnis, Surabaya perkembangannya juga sangat pesat. Karena ini mungkin Pemerintah Perancis akhirnya melirik,” katanya.
Han Jayanata kini tinggal menunggu pelantikan dirinya sebagai Konsulat Kehormatan Perancis di Surabaya. Namun, dia mengaku belum tahu kapan pelantikan akan dilaksanakan.
“Belum, sekarang saya masih menunggu kabar lagi. Nanti pasti ada kantornya, tapi sekarang kami belum tahu di mana,” katanya.
Sementara, Direktur Utama Surabaya Heritage Society, Freddy H Istanto mengatakan Pemerintah kota (pemkot) dan pemerintah kabupaten (pemkab) berperan besar dalam melestarikan bangunan cagar budaya (BCB).
Bukan hanya persoalan bangunan, melainkan juga nilai historis dan sejarahnya yang perlu diselamatkan.
Menurutnya, mayoritas BCB ini berada di lokasi strategis. Apalagi di Surabaya, banyak yang lokasinya berada di tengah-tengah kota.
“Ini yang menarik para investor untuk membelinya guna dikembangkan menjadi pusat bisnis, seperti kompleks ruko, apartemen, perumahan, dan sebagainya,” kata Freddy
Pemerintah, tambah Freddy, seharusnya memikirkan kebutuhan para pemilik atau penghuni BCB. Tidak mudah merawat dan menjaga bangunan bersejarah. Butuh biaya besar untuk mengganti bagian yang rusak.
Semisal keramik atau cat tembok mengelupas, biasanya sangat susah mencari penggantinya, karena mayoritas sudah jarang di pasaran. Beban lain yang juga ditanggung para pemilik adalah Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang harus dibayar setiap tahun. “Nominalnya cukup besar, tergantung luas tanah dan bangunan,” tambahnya.
Namun, mayoritas dari mereka harus mengeluarkan uang jutaan rupiah hanya untuk membayar PBB. Di negara maju, kata Freddy, para pemilik atau penghuni BCB ini mendapat bantuan dari pemerintah, jika membutuhkan biaya perbaikan atau mengganti yang rusak. Selain itu, pajak digratiskan.
“Jadi, keberadaan BCB sangat dihargai di luar negeri. Bahkan, pemerintah berani membuat kawasan wisata dengan mengumpulkan stakeholders untuk patungan membuat destinasi wisata kota lama,” terangnya.
Freddy menerangkan, di Indonesia yang berhasil menerapkan konsep ini adalah Jakarta. Pemprov DKI Jakarta mampu membuat wisata Kota Tua atau Old City patungan dengan para pengusaha. “Seharusnya ini bisa menjadi contoh daerah lainnya,” pungkasnya. (geh)

Tags: