Hanya Separo PKBM di Surabaya Terakreditasi

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Dindik Surabaya, Bhirawa
Pembinaan terhadap Pusat Kegiatan Pembelajaran Masyarakat (PKBM) tampaknya harus semakin ditekankan. Ini mengingat banyaknya PKBM yang kurang pro aktif dalam mengurus akreditasi. Di Surabaya misalnya, dari 36 PKBM yang ada hanya separo yang sudah terakreditasi.
Padahal saat ini tren pendidikan kesetaraan terus mengalami peningkatan. Jumlah siswa yang mengenyam pendidikan di jalur non formal ini terus bertambah. Dengan demikian, peningkatan jumlah siswa ini harus diiringi dengan peningkatan kualitas pendidikannya.
Karena itu, Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya terus melakukan pembinaan terhadap seluruh PKBM yang ada di Surabaya. Kabid Kesenian, Olahraga dan Pendidikan Luar Sekolah  (PLS) Dakah Wahyudi mengatakan, peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di Surabaya tidak hanya dilakukan terhadap pendidikan formal saja. Melainkan, juga pendidikan non formal. Yakni, pada lembaga PKBM yang selama ini menjadi tempat belajar bagi siswa yang ingin mengikuti ujian kejar paket A, B, maupun C.  “Pengembangan pendidikan PKBM harus terjamin juga. Karena itu, PKBM pun harus terakreditasi,” tutur Dakah, Kamis (21/8).
Dakah menyebutkan, dari 36 PKBM di Surabaya, sebagian ada yang belum pernah mengantongi akreditasi sama sekali. Separonya lagi sudah pernah terakreditasi, tapi sekarang status akreditasinya habis alias mati. Karena itu, akreditasinya harus diajukan lagi.   “Akreditasi itu penting untuk mengetahui status kualitas lembaga pendidikan yang bersangkutan,” jelasnya.
Karena itu, Dakah berharap semua PKBM harus terakreditasi pada 2015 mendatang. Untuk mengejar target ini, yang pertama seluruh PKBM harus tahu tentang standardisasi dan kualifikasi penyelenggaraan pendidikan. “Itulah yang terus kami ingatkan kepada pengelola PKBM. Agar PKBM segera mengurus akreditasinya,” imbuh Dakah.
Dia menambahkan, peran PKBM di Surabaya sangat penting. Lembaga pendidikan tersebut banyak membantu masyarakat. Terutama, para siswa putus sekolah, mereka yang mempunyai hambatan masuk sekolah formal, maupun mereka yang sudah berusia lanjut. Termasuk, para buta aksara yang telah mengikuti program keaksaraan fungsional. Lantaran yang membutuhkan lembaga ini sangat banyak, maka kualitas pendidikannya harus ditingkatkan. Salah satunya, lewat pengajuan akreditasi.
Pakar Pendidikan dari Unesa Goenarti mengatakan, peningkatan mutu serta kualitas PKBM dapat ditingkatkan dengan adanya akreditisi lembaga yang jelas. Khusus untuk akreditasi pendidikan non formal dan informal dilakukan oleh Badan Akreditasi Pendidikan Non Formal (BAN PNF).
BAN PNF merupakan badan  otonom yang bertanggungjawab langsung kepada Mendikbud. “Badan ini nanti yang akan menguji kelayakan program PKBM, apakah sudah memenuhi standar yang ditetapkan atau belum memenuhi,” jelasnya.
Goenarti menjelaskan, menurut pasal 60 ayat 1 dan 3 UU  Nomor 20 Tahun 20013 Sisdiknas, standar kelayakan yang diuji oleh BSNP meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana/prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. “Jadi PKBM harus memenuhi standar yang ditetapkan, sehingga kualitasnya dapat terjaga dengan baik,” imbuhnya.
Terpisah, Ketua BAN PNFI Jatim Abdun Nashor mengatakan, sebanyak 34.651 lembaga PNFI berdiri di Jatim. Secara rinci, jumlah lembaga PNFI antara lain Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebanyak 31.079 lembaga, PKBM 731 lembaga dan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) 2.841 lembaga. Sayang, di antara lembaga PNFI yang berdiri itu, baru 360 lembaga yang telah memiliki akreditasi. “Khusus untuk PKBM, di Jatim  terdapat 731 lembaga. Namun, hanya 16 di antaranya yang telah terakreditasi,” kata dia.
Nasor yang juga menjabat sebagai Kabid PNFI dan Nilai Budaya Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim mengatakan, langkah percepatan harus dilakukan agar layanan PNFI dapat terukur dengan baik. Dalam hal ini, tugas Pokja BAN PNFI adalah menggelar sosialisasi dan lokakarya akreditasi sebanyak mungkin. Tujuannya, agar masyarakat yang sudah mendirikan lembaga patuh terhadap ketentuan yang ada. “Kalau tidak terakreditasi dan izin operasionalnya dicabut, bisa saja PKBM tidak bisa mengusulkan Ujian Nasional Kejar Paket (UNPK). Ini sudah terjadi di beberapa daerah di Jatim,” tutur dia. Untuk sanksi semacam itu, lanjut Nasor, merupakan kewenangan kabupaten/kota. [tam]

Tags: