Harapan Kesembuhan Anak Autis Itu Selalu Ada

{Refleksi Hari Autis Sedunia Tahun 2019)

Oleh :
Tuti Haryati
Kepala Sekolah SMP Islam Al Azhaar Tulungagung

“Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya bersamanya. (Hanya saja) tidak mengetahui orang yang tidak mengetahuinya dan mengetahui orang yang mengetahuinya”. (HR. Ahmad 1/377, 413 dan 453 – disahahihkan dalam Ash-Shahihah no. 451)
Autisme adalah gangguan perkembangan berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Penyandang autisme tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara berarti, serta kemampuannya untuk membangun hubungan dengan orang lain terganggu karena ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dan untuk mengerti perasaan orang lain. (Dr. Rudy Sutadi, SpA, MRS, S.PdI).
Penyandang autisme memiliki gangguan pada interaksi sosial (kesulitan dengan hubungan sosial; sebagai contoh, terlihat aneh dan berbeda dari orang lain), komunikasi (kesulitan dengan komunikasi verbal maupun non verbal; sebagai contoh tidak mengerti arti dari gerak tubuh, ekspresi muka atau nada/warna suara), imajinasi (kesulitan dalam bermain dan berimajinasi; sebagai contoh terbatasnya aktivitas bermain, mungkin hanya mencontoh dan mengikuti secara kaku dan berulang-ulang), pola perilaku repetitif dan resistensi (tidak mudah mengikuti/ menyesuaikan) terhadap perubahan pada rutinitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejumlah kondisi (multi-faktor) berpengaruh pada perkembangan otak yang terjadi beberapa bulan sebelum kelahiran, dan faktor genetik (keturunan) merupakan faktor yang penting.
Hal ini menyebabkan gangguan pada bahasa, kognitif, sosial dan fungsi adaptif, sehingga menyebabkan autisi tersebut semakin lama semakin jauh tertinggal dibandingkan anak seusia mereka ketika umur mereka semakin bertambah. Belum lama ini, masih banyak orang yang menganggap autisme suatu kondisi yang absolut, tanpa harapan, dan tidak dapat membaik (incurable).
Bagi mereka yang bersih keras bahwa Autisme tidak bisa sembuh dikarenakan autisme itu disorder, dan yang hanya bisa disembuhkan adalah disease. Maka sudah jelas kita menyalahi ketentuan Allah bahwa Allah memberikan penyakit Allah pula yang memberikan kesembuhannya.
Penulis percaya bahwa Allah maha kuasa atas segala sesuatu, sehingga Allah mampu menyembuhkan disease. Dan Allah juga mampu meyembuhkan disorder.
Dari berbagai sumber, ternyata disease = disorder dan disorder = disease. Kita ketahui bahwa istilah disorder sering digunakan pada penyakit mental. Hal ini hanya untuk menghilangkan stigma negatif atas penderita.sehingga Autism bisa di sebut sebagai Autisme disease, dan juga bisa disebut sebagai Autism disorder.
Padahal dari hasil penelitian diketahui bahwa intervensi dini intensif berdasarkan prinsip Applied Behavior Analysis (ABA) dab BIT (Biomedical Intervention Therapy) pada anak-anak autistik dapat memberikan “kesembuhan”.
ABA dan BIT menyebabkan autisi mencapai suatu tingkat yang sebelumnya dikira merupakan hal yang mustahil. Penyandang autisme dikatakan “sembuh”, yaitu bila mereka berhasil masuk ke dalam mainstreaming.
Artinya, mereka dapat masuk dan mengikuti sekolah reguler kemudian berkembang dan hidup mandiri di masyarakat dengan tidak tampak gejala sisa, sehingga sering tidak ada yang menduga bahwa seseorang adalah (mantan) penyandang autisme.
Dari hasil penelitian juga diketahui, bahwa semakin dini autisme didiiagnosis dan ditatalaksana, hasilnya akan semakin baik. Jadi dari definisi di atas, maka jelaslah bahwa penyandang autisme yang harus diperbaiki adalah otaknya, sedikit sekali manfaatnya kalau melatih ototnya (hanya sedikit sekali yang perlu dilatih ototnya), maka kalau terapinya diserahkan kepada lulusan-lulusan yang mengurusi otot maka tidak ada sinergi penerapan terapi..
Seperti yang saat ini kita lihat semua anak autistik dilatih meronce, dilatih naik turun tangga, dilatih masuk terowongan, dilatih bicara dengan memijit mijit mulut anak, menggosok gosok mulut anak dengan aneka sikat, bahkan umumnya anak autistik menjadi trauma. Untuk ABK yang lain, misalnya Down Syndrome, tunarungu, retardasi mental, CP mungkin cara diatas efektif, tapi tidak untuk Autisme. Penanganan Autis bukan pada ototnya tapi yang terpenting pada otaknya.
Penanganan AUTISME adalah dengan smart ABA, terapisnya direcruit dari lulusan S1 semua jurusan yang dilatih intensive khusus hanya menangani anak autistik (tidak ABK yang lain), dan smart BIT dimana beberapa dokter di Indonesia sudah menjalani berbagai rangkaian pelatihan tentang smart BIT. Jadi untuk AUTISME, lakukan hanya 2 , yaitu smart ABA dan smart BIT.
Banyak pelatihan yang menyuarakan ABA, namun dari kenyataan yang ada penanganan dan tata kelola ABA tidak seperti yang diajarkan Dokter Rudy Sutadi. Kalau kenyataannya demikian pelatihan tersebut di katakan abal-abal bukan ABA.
Jangan buang umur dan waktu anak autistik kita, kejar ketinggalan pada otaknya sedini mungkin dengan smart ABA dan smart BIT. Dengan menjalankan tata kelola ABA dan BIT dengan benar maka sedini mungkin verbal Autisi akan segera nampak dan semakin tercapai kesembuhannya.
Semoga kita menjadi orang tua yang bijak dalam menentukan pilihannya dimana, kapan dan segera dalam menerapinya, karena umur anak semakin bertambah dan sebisa mungkin kita tidak berlama-lama termenung “Mengapa Allah memberi cobaan kepada kita”. Tapi proses ikhlas dan segera bersikap adalah jalan yang harus kita pilih. Autis is curable, inshaallah.

——– *** ———-

Tags: