Harapan Pasca 100 Hari Jokowi

Novi ArizatulOleh:
Novi Arizatul Mufidoh
Mahasiswi Jurusan Ilmu Falak Fakultas Syari’ah UIN Walisongo, Semarang

Pasca 100 hari masa kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), ternyata masih saja menimbulkan berbagai polemik, mengenai evaluasi yang harus dilakukan dan diperhatikan oleh sang pemimpin negara ini. Banyak masyarakat yang mengeluarkan argumen-argumen kritikan terhadap hasil kinerja Jokowi-JK selama ini. Namun, kebanyakan dari mereka hanya menggunakan kritikan kosong belaka, tanpa dasar ataupun logika yang jelas.
Sebagai masyarakat Indonesia yang cerdas, tentunya kita harus memahami seberapa luasnya negara yang hanya dipimpin oleh seorang presiden. Jadi, kita tidak boleh mengkritik  habis tentang kinerja yang dilakukannya, yang kemudian membuat kita secara total menyalahkannya. Bagaimanapun juga, Jokowi-JK sudah resmi menjadi pemimpin Indonesia, sehingga apa untungnya jika kita semakin disibukkan dengan terus mempermasalahkan kinerja Jokowi-JK. Yang terpenting adalah, bagaimana kita bisa bersama-sama memajukan negara ini, yang tentunya harus ada sinergi antara rakyat dan sang pemimpin.
Namun memang, sebagai rakyat kita mempunyai hak untuk menilai dan memberi evaluasi kepada setiap objek yang terlihat, dalam hal ini khususnya kepada Jokowi-JK dan seputar konsistensinya dengan janji-janji mahamanis, yang telah diungkapkannya pada saat kampanye lalu. Evaluasi memang penting untuk dilakuakan, mengingat kondisi Indonesia yang semakin gawat darurat dan sangat membutuhkan uluran tangan para pejabat yang bisa bertanggungjawab.
Dalam 100 hari pertama, mungkin tidaklah dapat dipungkiri, jika Jokowi-JK sudah mampu meletakkan dasar-dasar pijakan dalam memerintah, dengan mengangkat orang-orang yang berintegritas dan mampu bersinergi dengannya. Namun, layaknya manusia biasa, sudah pasti jika yang dilakukannya itu tidak selalu benar dan terjaga. Presiden juga bisa mempunyai kesalahan. Sedangkan, berbagai kesalahan itulah yang rupanya telah menyebabkan rakyat berada pada haluan masing-masing penilaiannya, ada yang semakin percaya dan ada pula yang menaruh kekecewaan kepada pemimpin ini.
Sebagian besar, rasa kekecewaan masyarakat mulai muncul akibat adanya keputusan-keputusan pemerintah yang banyak menuai kontroversi, dan tidak diwujudkan sesuai harapan masyarakat. Kita ambil contoh saja pada kenaikkan harga BBM yang terjadi baru-baru ini, padahal kita ketahui bahwa harga minyak dunia sedang turun drastis. Kebijakan Jokowi JK yang satu ini  menjadikan turunnya kepercayaan masyarakat pada kepemimpinannya.
Kekecewaan lain yang dirasakan banyak rakyat, ialah karena Jokowi-JK dinilai kurang bermusyawarah dalam membentuk kabinet menteri-menteri yang akan membantu kinerjanya. Hal itu menimbulkan kecurigaan yang sangat dalam, jika faktanya orang-orang pilihannya itu tidak bisa bertanggungjawab pada negara. Seperti contoh, belum lama ini kita mendengar isu Budi Gunawan (BG) yang menjadi tersangka KPK. Padahal BG merupakan orang yang dekat dengan PDIP dan mungkin juga dekat dengan presiden.
Disisi lain, masyarakat juga hendaknya tidak secara total menyalahkan Jokowi dalam memilih orang-orang untuk membantunya. Jokowi sangat penting dikelilingi orang-orang dekat untuk membentuk tim yang solid, mampu berintegritas dan berdedikasi tinggi terhadap bangsa dan negara ini. Jadi, kita harus introspeksi diri sebelum mencurigai dan menilai buruk pada Presiden.
Kita harus berpikir pula, jika seandainya kabinet yang akan membantu Presiden adalah orang-orang dari lawan politiknya, atau dari orang yang belum kenal baik dengannya, atau bahkan dari orang yang sangat tidak mendukungnya. Tentunya, jika hal itu terjadi Indonesia akan semakin berada pada tonggak kehancuran, karena para pengatur politiknya tidak mempunyai pijakan dan tujuan yang sama. Faktanya, tidak ada seorang pemimpin yang dapat sukses tanpa dibantu oleh orang-orang yang loyal kepada pemimpin itu.
Politik memang termasuk seni yang paling praktis, namun harus tetap dilambari dengan ide menata negara. Jadi, untuk kedapannya supaya tidak terjadi berbagai fitnah, Presiden hendakya lebih memperbaiki tata cara dalam memilih orang-orang kepercayaan, agar semuanya membentuk sebuah sinergi yang mampu memperbaiki negara. Agar Indonesia menjadi negara yang benar-benar adil, makmur, dan sejahtera, alangkah baiknya jika Presiden membentuk kabinet dengan sistem Meritokrasi.
Seorang pemimpin jangan sampai hanya bertindak sebagai Presiden boneka. Presiden harus memiliki kekuatan untuk mengatakan tidak kepada siapa pun yang tidak benar. Jika tidak, maka akan menyebabkan pemborosan. Contohnya, Akibat Presiden mencalonkan BG yang sekarang jadi tersangka, harus ada proses-proses politik yang sia-sia. Padahal semua membutuhkan biaya.
Sekarang, yang perlu kita pahami benar adalah bahwa, memperbaiki negara bukanlah hal yang bisa dilakukan semudah membalikkan telapak tangan, apalagi hanya dalam waktu 100 hari. Jadi, marilah kita bersama-sama ikhtiar untuk mendukung berbagai kebijakan pemerintah, agar terwujud Indonesia maju, adil, makmur sesuai yang kita harapkan. Mengkritik boleh, asalkan dengan dasar kritikan yang bisa membangun dan menyadarkan Presiden pada kesalahan yang telah dilakukannya. Wallahu a’lam bi al-Shawab.

                                                                                ———————– *** ————————

Rate this article!
Tags: