Harga Bawang Merah dan Putih Makin Melambung

Salah satu pedagang bawang merah di pasar tradisional Bojonegoro mengeluhkan naiknya harga. [Ahmad Basir]

DPRD Jatim, Bhirawa
Minimnya pasokan bawang merah dan putih diperkirakan menjadi penyebab naiknya harga salah satu jenis bumbu dapur itu. Komisi B DPRD Jatim juga khawatir kondisi ini bisa pemicu naiknya harga kebutuhan pokok lainnya.
Ketua Komisi B DPRD Jatim, Firdaus Febrianto akan mengecek dilapangan terkait dengan minimnya pasokan bawang putih di Jatim yang membuat harganya melambung tinggi.
“Kami masih coba cross chek di lapangan dahulu, sebelum ada keputusan untuk impor bawang putih. Yang pasti jangan sampai petani bawang dirugikan,”tegas politisi asal Partai Gerindra, Senin (16/4).
Sedangkan di Bojonegoro harga kebutuhan pokok di sejumlah pasar tradisional juga mengalami kenaikan terutama harga bawang merah. Berdasarkan pantauan dilapangan, harga bawang merah naik 70 persen dari Rp 20 ribu dalam sepekan terakhir ini menjadi Rp 35 ribu/kg. komoditas pangan juga terjadi pada cabai rawit merah, dari semula Rp 30 ribu/kg menjadi Rp 35 ribu/kg.
Untuk cabai keriting dari semula Rp 35 ribu/kg menjadi Rp 40 ribu/kg. Sedangkan untuk cabai hijau besar dari Rp 14 ribu/ kg naik menjadi Rp 22 ribu/kg. Sedangkan untuk cabai merah besar, dari semula Rp 35 ribu/kg, dijual Rp 40 ribu/kg.
Suparman, salah seorang pedagang sembako di Pasar kota Bojonegoro, mengaku, dalam sepekan terakhir ini harga bawang meraih naik cukup signifikan sehingga omset penjualan bawang merah juga sedikit menurun.
“Kenaikan harga bawang merah ini kemungkinan dipicu adanya penurunan hasil panen petani, sehingga pasokannya di pasar juga berkurang,” kata Suparman, kemarin (16/4).
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan provinsi Jatim, Hadi Sulistyo menegaskan untuk bawang merah Jatim mengalami surplus, tapi tingginya harga saat ini dikarenakan angka panen yang masih rendah. Sedangkan untuk bawang putih Jatim mengalami minus, sehingga mengandalkan suplai dari impor dari sejumlah negara yakni Tiongkok, India, Vietnam dan Mesir.
“Untuk bawang merah produksi Jatim di 2017 sebesar 306.280 ton, sedangkan konsumsi Jatim hanya di angka 93.124 ton mengalami surplus 213.156 ton. Di 2018 target produksi 321.402 ton, mengalami surplus 228.278 ton,” ungkapnya.
Hadi menjabarkan, untuk bawang putih di 2017 produksi Jatim hanya di angka 761 ton, sedangkan konsumsi Jatim sebesar 55.000 ton terjadi minus sebesar 54.239 ton. “Angka itu menunjukan Jatim hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi sekitar 1,4 persen. Sedangkan di 2018, target konsumsi mengalami peningkatan di kisaran 2.310 ton, dengan begitu mengalami minus sebesar 52.690 ton,” ujarnya.
Ditambahkan minusnya bawang putih terjadi dikarenakan keterbatasan benih, bahkan untuk memenuhi target produksi di 2018 dibutuhkan benih sebanyak 5.500 ton untuk lahan 11.000 hektar, namun masih terjadi kekurangan benih sebesar 4.634 ton, untuk itu Jatim berusaha mengembangkan benih di sejumlah daerah dataran tinggi.
“Tahun ini dinas pertanian juga mengalakkan program tanam bawang, dikarenakan beberapa tahun lalu banyak petani yang merasa kualitas garamnya kalah dengan impor, mengakibatkan mereka beralih menanam kentang dan sayuran, tahun ini akan kembali digalakkan untuk tanam bawang, dikarenakan sebenarnya kualitas bawang lokal dari segi rasa tidak kalah dengan bawang impor, bahkan lebih baik,” ungkapnya
Sementara itu Plt Kepala Dinas Perdagangan Sekretaris Dinas Peradagangan (Disdag) Bojonegoro Agus Hariyana mengatakan, kenaikan Rp 15 ribu tersebut masih terbilang wajar. Sebab, kenaikan harga juga terjadi dikalangan para petani yang ada.
“Memang dalam sepekan terakhir bisa dikatakan mengalami peningkatan yang cukup drastis, lantaran juga disebabkan petani lokal juga belum melakukan panen semua,” ujarnya.
Lanjut Agus mengatakan, kalau untuk ketersediaan bawang merah di pasar tradisional kota Bojonegoro masih cukup memadai dan bisa dipastikan untuk stok sementara masih aman. ” Persedian atau setok bawang merah masih aman,” pungkasnya. [cty,bas]

Tags: