Harga Cabai Rawit di Probolinggo Tembus Rp80 Ribu Perkilogram

Harga tembus Rp 80 ribu petani panen lombok lebih awal.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Probolinggo, Bhirawa
Dalam waktu dua minggu, harga cabai rawit di Kota/kabupaten Probolinggo terus naik. Sampai kemarin, harganya mencapai Rp 80 ribu per kilogram. Walupun harga semakin paedas dan tidak terkendali, namun warga belum melirik cabai kering. Hal ini diungkapkan Salah seorang pedagang di Pasar Baru Kota Probolinggo, Karmin, Rabu (13/1).

Dikatakannya, harga cabai memang sudah mahal sejak dari distributor, sehingga para pedagang mengikutinya. “Sekarang sudah Rp 75 ribu hingga Rp 80 ribu per kilogram. Harga dari tengkulak memang sudah tinggi, kami juga mengikuti. Mungkin karena sekarang musim hujan, tanaman cabai rawit banyak yang rusak,” ujarnya.

Meski harganya melambung tinggi, Karmin mengatakan, tidak banyak berpengaruh terhadap konsumen. Pembeli masih cukup banyak, terutama kalangan rumah tangga. “Rumah tangga biasanya membeli cabai rawit sesuai kebutuhan. Misalnya, Rp 5.000-10.000. Cuma dapatnya sedikit kalau harga mahal seperti ini. Mungkin yang susah kalau cabai rawit mahal, penjual bakso dan penjual cilok yang biasanya pakai cabai dalam jumlah banyak,” katanya.

Dua pekan lalu, saat tim gabungan DKUPP serta Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan Kota Probolinggo melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pasar, harga cabai rawit di Pasar Baru masih Rp 45 ribu sampai Rp 50 ribu per kilogram.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Probolinggo melakukan survei indeks harga konsumen. Dalam survei ditemukan makin mahalnya harga cabai rawit dibandingkan Desember 2020. “Akhir Desember 2020, harga masih Rp 60 ribu per kilogram, sekarang kisaran Rp 80 ribu,” ujar Kasi Statistik dan Distribusi BPS Kota Probolinggo Moch. Machsus.

Machsus menjelaskan, tren yang terjadi setiap musim hujan harga cabai rawit terus meningkat. Hal ini bisa terjadi karena kondisi tanaman cabai rawit yang rusak. “Ini membuat stok cabai rawit juga berkurang dan harganya terus naik,” tuturnya.

Dari survei yang dilakukan BPS, kenaikan harga cabai rawit terjadi sejak Desember 2020. Komoditas ini termasuk dalam salah satu komoditas tertinggi yang menyumbang inflasi pada Desember 2020. “Sumbangan inflasi cabai rawit mencapai 0,0970 pada Desember. Bahkan, pada Januari harganya semakin naik,” terangnya.

Pada Desember 2020, Inflasi bulanan Kota Probolinggo tercatat tertinggi, sebesar 0,47 persen. Namun, laju inflasi tahunan tercatat terendah dalam 4 tahun terakhir, yakni 1,88 persen, tandasnaya.

Terus merangkaknya harga cabai rawit di pasaran membuat sejumlah pedagang makanan di Kota Probolinggo harus putar otak. Meski harganya semakin mahal, pedagang masih tetap memakai cabai segar. “Saya sudah biasa harga cabai rawit mahal. Sekarang ini per kilogram saya beli Rp 75 ribu, “ujar Mahrus salah seorang penjual bakso di sekitar pasa baru.

Meski harga cabai rawit mahal, Mahrus tidak mengurangi pembelian cabai rawit untuk bahan baku sambal. Bahkan, sehari bisa menghabiskan 2 kilogram cabai rawit. “Sehari bisa habis 2 kilogram cabai rawit. Lah yang ambil sambal itu kadang satu orang ambil 1-2 sendok. Bahkan, ada yang sampai 3-4 sendok. Kalau dikurangi cabainya malah khawatir rasanya beda, tidak ada pembeli balik lagi, “jelasnya.

Menurutnya, harga cabai rawit Rp 75 ribu per kilogram bukan harga cabai tertinggi. Bapak dua anak ini sempat merasakan harga cabai rawit sampai Rp 100 ribu per kilogram. “Kalau sudah sampai Rp 100 ribu per kilogram, itu sudah ndak bisa ditoleransi. Terpaksa untuk sambal ditambah tomatnya, komposisi cabainya dikurangi. Kami berharap harganya tidak sampai Rp 100 ribu per kilogram lagi, “harapnya.

Tidak berpengaruh dengan harga cabai rawit yang naik, Siti Hotijah, pedagang pentol ini mengaku terpukul. Sebab, harga cabai rawit terus naik signifikan.

“Saya jualan modal kecil ya susah dengan harga cabai rawit sekarang. Cuma buat beli cabai rawit saja sampai Rp 75 ribu per kilogram. Setiap hari saya habis 1 kilogram cabai rawit buat sambal. Pernah harga cabai di atas Rp 80 ribu, saya ndak jual. Modalnya habis cuma buat cabai rawit saja, “tandasnya.

Harga cabai rawit di tingkat petani Kabupaten Probolinggo, Rp 70 ribu/kg. Kondisi tersebut sangat disyukuri petani cabai, lantaran harganya yang sangat tinggi. Seperti yang dirasakan Suyono, petani cabai Desa Sumbersuko, Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo. Menurutnya musim tanam kali ini sangat menguntungkan. Bahkan tak hanya harganya yang tinggi, namun kualitas cabainya juga baik. Namun perawatannya sangat ekstra seperti merawat anak sendiri.

Suyono mengatakan dari lahan tanaman cabai rawit miliknya seluas 3.500 meter persegi, dia mampu memanen cabai rawit sebanyak 3 kali. Jumlahnya bisa 1 kwintal. “Panen cabai rawit sekarang melimpah, awalnya sebanyak 50 kilogram. Dan panen ketiga, tembus sebanyak 1 kwintal,” ungkap Suyono.

Karena harga cabai rawit cukup tinggi saat ini, Suyono mengaku mengeluarkan tenaga ekstra dalam perawatan tanaman cabai. Yakni mulai merawat menggunakan obat-obatan berkualitas, dan mencabut rumput yang tumbuh disekitar tanaman, hingga dijaga pada malam hari. “Karena harganya mahal, ya saya rela tidur di sawah. Soalnya kalau tidak dijaga, bisa-bisa dicuri orang cabai-cabainya,”jelas Suyono.

Dia berharap, tingginya harga cabai saat ini terus stabil hingga musim tanam cabai usai. Menurut Suyono, tanam cabai kali ini merupakan berkah tersendiri bagi para petani cabai. “Ya semoga harganya terus tinggi seperti sekarang, biar petani untung. Karena kalo turun harga, bisa-bisa petani merugi karena biaya perawatan cabai cukup mahal,” lanjutnya.

Senada dikatakan Karto, petani cabai lainnya. Menurutnya lantaran harga cabai cukup tinggi, saat ini petani sudah tak perlu lagi mencari pembeli. Banyak tengkulak yang telah membeli tanaman cabai petani lebih awal, atau sebelum memasuki masa panen. “Sekarang petani sudah tidak repot menjual cabai, karena tanaman saya ini saja, sudah dibeli orang meski belum panen,” tambahnya.(Wap)