Harga Cabe Makin “Pedas”

karikatur-harga-cabeKini saatnya menghemat cabe, karena kelangkaan akibat cuaca. Hujan yang mengguyur deras beberapa daerah sejak bulan Oktober, menyebabkan tanaman cabe gagal berbuah. Bunga dan pentil cabe rontok sebelum menjadi buah. Sedangkan yang tumbuh besar juga dijangkiti jamur. Kerusakan tanaman cabe mengurangi suplai, harga melonjak sampai Rp 40 ribu per-kilogram. Meski mahal, petani (yang gagal panen), dan pedagang, tetap merugi.
Setangkai cabe, tidak cuma menggairahkan selera, tetapi juga pedas secara ke-ekonomi-an. Ibu-ibu rumahtangga pernah diguncangkan melangitnya harga cabe, bersaing dengan harga daging. Sampai Presiden perlu memanggil Menteri terkait bidang ekonomi (Pertanian dan Perdagangan). Tetapi petani lebih sering terguncang karena harga cabe tiba-tiba jeblok hingga nyaris setara harga gula per-kilogramnya. Maka pastilah diperlukan penataan tataniaga hingga industri olahan cabe.
Produksi cabai nasional mencapai 922 ribu ton per-tahun. Padahal kebutuhan cabe hanya sebanyak 822 ribu ton per-tahun. Seharusnya terjadi kelebihan sekitar 12%. Tetapi tak jarang, cabe mendadak hilang di pasar-pasar tradisional. Pedagang di pasar Kramat Jati Jakarta, pasar Pabean di Surabaya maupun di Martapura Kalimantan Selatan, serta di Makssar, tidak tersuplai cabe. Kemana kelebihan sebanyak 100 ribu ton?
Boleh jadi disebabkan gagal panen, siklus lima tahunan. Sebagaimana tahun 2011 lalu, musim hujan lebih panjang menyebabkan cabe gagal berbuah. Dus panen cabe tidak optimal, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Terpaksa impor. Saat ini musim hujan juga bertambah sekitar 2 bulan, walau hujan tidak merata. Beberapa sentra cabe di Jawa Timur (Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Nganjuk dan Jombang) diguyur hujan deras.
Namun panen cabe masih cukup sampai akhir tahun. Tetapi diperlukan sistem penyimpanan hasil cabe pada saat surplus (panen pada musim kemarau). Surplus itu bisa digelontorkan ke pasar untuk menutup kekurangan produksi saat musim hujan. Dengan demikian harga tetap stabil, tidak naik-turun mengejutkan. Juga tidak perlu impor cabe. Walau harus diakui, tidak mudah menyimpan cabe. Tidak cukup hanya dimasukkan cold-storage, seperti daging maupun buah.
Tragedi melonjaknya harga cabe pernah terjadi pada awal Januari 2011. Sampai mengguncang perkonomian nasional. Serasa percaya – tidak percaya, cabe menyumbang angka inflasi melebihi komoditas apapun saat itu. Konon menurut perhitungan BPS, sumbangan angka laju inflasi oleh cabe saat itu mengalahkan dampak kenaikan harga BBM (0,96%). Spekulan cabe rawit coba “bermain panas” dengan mendogkrak harga bumbu dapur yang pedas itu sampai Rp 80 ribuan per-kilo.
Sebagai rumpun hortikultura, cabe memerlukan penanganan. Terutama pemberian nilai tambah melalui basis teknologi industri. Serta diperlukan payung regulasi (terutama peraturan tataniaga). Arus utamanya, pemerintah (dan pemerintah propinsi) mestilah melindungi pedagang gurem, melindungi petani dan sekaligus menjaga inflasi. Diperlukan program aksi penanggulangan spekulasi dagang, distribusi, maupun aspek ke-produksi-an pada lahan.
Jawa Timur telah memiliki Perda (Peraturan Daerah) Nomor 2 tahun 2010. Pada pasal 5 ayat (2) dinyatakan: “Kegiatan yang bersifat menunjang peningkatan tata kelola, peningkatan mutu produktifitas dan pemeliharaan kondisi sosial yang tidak bisa diserahkan kepada mekanisme pasar dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi atau Lembaga yang ditunjuk Gubernur.” Tetapi bukan dengan cara impor.
Sudah terbukti, cabe bisa mengguncang perekonomian nasional, melambungkan inflasi. Maka perlu antisipasi melonjaknya harga cabe. Sebagai daerah penyangga cabe nasional, Jawa Timur seyogianya menggagas agrobisnis cabe berbasis teknologi. Tak lain, dengan inisiasi industri pengolahan cabe. Termasuk industri dengan teknologi sederhana pengeringan cabe berbasis rumahtangga. Manfaatnya, selain melindungi petani juga bisa menambah lapangan kerja.

                                                                                                              ——— 000 ———

Rate this article!
Tags: