Bulog Kesulitan Serap Beras Petani Pasuruan

Buruh tani memanen padi di lahan persawahan di Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Selasa (12/5).

Buruh tani memanen padi di lahan persawahan di Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Selasa (12/5).

Pasuruan, Bhirawa
Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan meminta agar Bulog secepatnya turun tangan terkait harga gabah kering panen di tingkatan petani terus menurun. Pasalnya, para petani mulai khawatir kenaikan ini merupakan permainan tengkulak. Disisi lain, Perum Bulog Divisi Regional Jatim menyatakan kesulitan menyerap beras dari petani karena diberlakukannya pajak penghasilan (PPh) sebesar satu persen dari harga jual komoditas tersebut.
“Bulog harus turun tangan langsung demi menstabilkan harga gabah kering di tingkat petani itu. Jika tidak, para petani tidak akan punya pilihan lain yakni menjualnya ke tengkulak. Saat ini harga gabah kering panen dipetani terus menurun ,” ujar M Ihwan, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan, Selasa (12/5).
Menurutnya, harga varian beras jenis IR 64 terus mengalami penurunan antara Rp3.400-3.500 per/kg. “Itu merupakan harga dibawah patokan yang ditentukan pemerintah untuk dapat diambil oleh Bulog, yakni Rp 3.700 per/kg. Hingga sekarang Bulog belum juga membelinya,” paparnya.
Luasan lahan panen padi di Kabupaten Pasuruan pada 2014 lalu mencapai 98.000 hektar dengan produksi total sebesar 675.000 ton. Sedangkan 2015 ini, Pemkab Pasuruan menargetkan luasan lahan panen untuk padi meningkat menjadi 101.000 hektar dengan tingkat produktifitas sebesar 6,9 ton/hektar dan total produksi sebanyak 696.900 ton.
Sementara itu, Perum Bulog Divisi Regional Jawa Timur menyatakan kesulitan menyerap beras dari petani karena diberlakukannya pajak penghasilan (PPh) sebesar satu persen dari harga jual komoditas tersebut.
“Pengenaan pajak bagi petani ini seiring dengan upaya Presiden Joko Widodo untuk menaikkan pendapatan negara dari sektor pajak,” kata Kepala Perum Bulog Divisi Regional Jatim, Witono di Surabaya.
Ketentuan itu, ungkap dia, mulai diberlakukan sejak 2014 dan semakin ditingkatkan pada tahun 2015. Kini, dampaknya banyak petani yang enggan menyetor beras ke Bulog. “Bahkan, mereka lebih memilih menjual berasnya sendiri ke pasar karena tidak terkena PPh,” ujarnya.
Dengan demikian, jelas dia, Bulog Jatim hanya menargetkan penyerapan beras petani sebesar 750.000 ton. Besaran target itu kurang dari target tahun lalu yang mencapai 1,1 juta ton.
“Namun, kini target pengadaan beras itu sudah realistis. Khususnya jika kami membandingkannya dengan pencapaian tahun lalu sebesar 760.000 ton,” ucapnya.
Di sisi lain, tambah dia, Bulog Jatim juga menghadapi kendala dalam menjalin mitra bisnis. Apalagi, jumlah mitra yang bekerja sama dengan Bulog untuk pengadaan beras semakin turun. “Selama tahun 2014, kami bermitra dengan 360 petani,” katanya.
Lalu, sebut dia, pada awal tahun 2015 jumlah tersebut menjadi 282 petani. Akan tetapi, dari banyaknya petani itu maka yang telah bekerja sama dengan Bulog Jatim hanya 205 mitra. “Di samping itu, perusahaan swasta yang mengembangkan bisnis di sektor beras kian banyak sehingga pengadaan menjadi kian tersendat,” tukasnya.
Sementara, lanjut dia, ketika tidak ada kendala dari kalangan swasta maka hasilnya bisa menambah volume pengadaan Bulog. Ia meyakini hal itu bisa meningkatkan penyerapan beras hingga 30 persen dari target saat ini.
“Kalau swasta, dengan hasil tani seperti apa pun mereka berani membeli di atas harga pokok penjualan (HPP) yakni Rp7.500-Rp8.000 per Kilogram untuk beras dan bisa dikelola lagi. Di Bulog, penyerapan beras harus sesuai HPP sebesar Rp7.300 per Kilogram,” tambahnya. [hil,ant]

Tags: