Harga Kentang Tingkat Petani Hanya Rp2 Ribu Perkilogram di Probolinggo

Probolinggo, Bhirawa
Harga kentang belum juga stabil. Para petani yang sempat merugi, mulai tanam kembali sayur kentang. Mereka hanya berharap, tiga bulan ke depan harga kentang kembali naik. Selain itu, Gunung Bromo tidak terjadi erupsi kembali. Ketika aktivitas vulkanik Bromo menyemburkan abu, tanaman sayur di daerah terdampak, banyak yang rusak. Termasuk kentang yang membuat sejumlah petani mengalami gagal panen. Lagi pila harga tingkat petani terjun bebas hingga Rp. 2.000,- perkilo.
Supriadi salah satu petani kentang di Desa Wonokerso, Kecamatan Sumber mengatakan, sudah beberapa bulan terakhir harga kentang anjlok. Para petani kentang hampir semuanya sudah melewati masa panennya. Akibat harga kentang tak stabil, petani pun mengalami kerugian.
“Harga kentang hingga di tingkat petani di Sumber dan Sukapura kabupaten Probolinggo hanya sekitar Rp 4.000 perkilogram, itupun yang super sedangkan kwalitas dibawahnya hanya seharga Rp. 2.000,- perkilonya. Petani tetap terpaksa panen dan menjualnya untuk modal tanam lagi. Meskipun para petani ketang mengalami rugi,” katanya Kamis11/4.
Setelah erupsi Bromo, petani kentang mulai menanam lagi. Mereka berharap, tiga bulan lagi, harga kentang mulai stabil dan merangkak naik. Karena diperkirakan masa panen sekitar 3 bulan sejak awal masa tanam. Selain itu, para petani kentang berharap tanamannya tidak terkena abu vulkanik gunung Bromo.
“Kami mulai tanam lagi, karena berharap tiga bulan lagi harga kentang naik. Terpenting lagi, tidak terjadi erupsi Bromo. Karena tanaman sayur kentang jika terkana abu vulkanik bisa rusak dan gagal panen,” terangnya.
Sementara itu, Nanang Trijoko Suhartono kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Probolinggo mengatakan, pihaknya akan melakukan pendataan terhadap dampak dari abu vulkanik Bromo. Kedepan, pihaknya masih menunggu hasil pembahasan dan pengajuan. Untuk sementara, petani diharapkan bisa tetap tanam kentang dan dilakukan penyiraman saat terkena abu vulkanik Bromo.
“Terkait harga kentang yang murah, karena terjadi panen raya bersamaan. Semoga saja, bulan-bulan berikutnya harga kentang mulai naik dan stabil. Karena harga dipengaruhi oleh pasar,” terangnya.
Harga kentang, hasil budidaya petani Bromo hanya dihargai Rp 4.000 per kilogram. Harga itu tak seimbang dengan biaya tanam yang dikeluarkan petani, sebelum musim panen kentang kali ini. Minimal ya diatas sepuluh ribu, baru petani untung,” ujarnya.
Dengan harga rata-rata itu, petani dikatakan merugi. Sebab, saat ini harga bibit mencapai Rp 35 ribu per kilogram. Jika bibit itu, besar-besar maka 1 kilogram, cukup untuk 10 lubang tanam. Dalam 1 hektare ladang, setidaknya petani membutuhkan bibit hingga 1 ton. Bila hasil tanam bagus, petani mampu memanen hingga 10 ton. Tetapi acapkali, petani hanya mendapat hasil panen yang tak memuaskan, karena tanaman kentangnya rusak.
“Kalau bagus ya hasil, namun terkadang petani sering merugi karena hasil panennya tidak maksimal. Salah satu faktornya adalah harga obatan-obatan yang mahal dan curah hujan yang tinggi, membuat pertumbuhan kentang tidak maksimal,” terang Hasmar.
Tak hanya kendala mahalnya obat-obatan, petani juga cukup direpotkan dengan sulitnya mencari bibit yang berkualitas baik. Sebab, disaat musim tanam yang bersamaan, petani di Kecamatan Sukapura dan Sumber, harus berburu bibit kentang ke Kecamatan Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan.
Bibit yang bagus salah satunya, bibit turunan pertama hingga keempat. Dengan bibit bermutu 1 bibit mampu menghasilkan 2 kilogram kentang siap panen. Sementara, jika bibit itu turunan kelima dan seterusnya, hasilnya tidak maksimal karena cenderung menurun.
“Kalau bibit baru, maka hasil panennya banyak. Tetapi yang ketika musim tanam tiba, bibit-bibit baru itu jarang didapat. Banyak petani yang harus mencarinya ke Nongkojajar, untuk mendapat bibit baru,” kata Martam.
Sedangkan di kawasan Kecamatan Sukapura, harga jual sayur di tingkat petani mulai dirasa dampaknya sejak sebulan terakhir. Tidak hanya satu jenis sayuran, hampir semua jenis sayuran, harganya terjun bebas. “Paling merugi petani kentang dan kubis. Tahun lalu harga kentang normal di atas Rp. 10.000/Kg dan kubis di atas Rp. 2.000. Kini kentang kisaran Rp. 3.500 sampai Rp.4.500/Kg sementara kubis Rp. 400 / Kg,” kata Ny. Salamah.
Menurutnya, hancurnya harga jual sayuran tak sebanding dengan biaya pupuk dan perawatan. “Karena itu banyak petani kubis membiarkan kubisnya diladang tidak dipanen hingga membusuk,” terangnya. Untuk kentang tetap dipanen, terutama yang jenis Granola. Kentang ini disebutkan lebih bertahan lama dari pada jenis kentang lain. “Tetapi kentang jenis Kloon tidak bisa bertahan lama, dan harus segera terjual,” paparnya.
Sejauh ini, lanjut Hepan, walaupun ada kelompok tani dimasing-masing desa, tidak berfungsi dengan baik. Padahal kelompok tani ini diharapkan mampu menjaga stabilitas harga sayur ditingkat petani. Harapan para petani sayuran di Bromo, harga sayuran segera naik, tambahnya. (Wap)
Foto: Petani kentang wilayah kecamatan Sumber memanen dan langsung tanam kembali.(Wap)

Tags: