Harga Sembako di Kabupaten dan Kota Probolinggo Turun Draktis

Harga bahan pokok di pasar Probolinggo maki n murah.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Probolinggo, Bhirawa
Sepanjang Agustus hingga September 2020, harga komoditas pangan di Kota dan kabupaten Probolinggo turun signifikan. Bahkan, penurunan harga ini ikut mendorong terjadinya deflasi sebesar 0,07 persen.

“Untuk bulan Agustus, Kota Probolinggo mengalami deflasi. Kelompok pengeluaran yang menyumbang deflasi adalah kelompok makanan, tembakau dan kelompok kesehatan,” ujar Kasi Statistik dan Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Probolinggo Moch. Machsus, Sabtu (5/9).

Meski ada kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi secara signifikan, seperti kelompok perawatan pribadi, tapi penurunan harga makanan membuat indeks harga konsumen turun.

“Dari 10 komoditas yang menyumbang deflasi, semuanya dari kelompok bahan makanan. Seperti cumi, ikan benggol, dan melon. Sampai yang paling besar turunnya itu daging ayam ras,” ujarnya.

Sedangkan, komoditas yang menyumbang inflasi, ada emas perhiasan, rokok kretek, dan sabun wajah.

“Harga emas memang cenderung mengalami kenaikan. Meski kenaikannya bersifat fluktuatif. Tetapi, saat ekonomi sedang tidak stabil, emas ini menjadi pilihan bagi warga masyarakat untuk menyimpan tabungannya,” ujarnya.

Disinggung penyebab deflasi, Machsus menduga ada dua hal. Melemahnya daya beli masyarakat dan pasokan bahan pangan yang melimpah.

“Kondisi pandemi membuat pendapatan masyarakat menurun, sehingga masyarakat, terutama dengan pendapatan terbatas untuk mengeluarkan belanja juga berubah. Jika dulu konsumsinya ayam, sekarang cukup tahu dan tempe,” katanya.

Namun, kata Machsus, bisa jadi karena pasokan melimpah karena kondisi panas saat ini membuat hasil pertanian menjadi bagus. “Sedangkan, konsumsi masyarakat tetap atau turun, maka terjadi penurunan harga,” tuturnya.

Murahnya harga jual tomat saat ini dipicu oleh melimpahnya hasil panen di tingkat petani. Sementara, permintaan pasar sedikit. Akibatnya, harga tomat di pasaran memang sedang anjlok. Bahkan harga sekilo tomat hanya seribu rupiah.

Selain itu, banyak petani memilih bercocok tanam tomat dan waktu panennya bersamaan. Hal itu juga menjadi faktor murahnya harga jual tomat saat ini. Berbagai masalah itu diungkapkan Kabid Tanaman Pangan Hortikultura, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Probolinggo, Yuli Setyaningsih Sabtu (5/9).

“Karena panennya bersamaan, otomatis suplai tomat ke pasaran over produksi. Imbasnya tentu membuat harga tomat anjlok di pasaran, lalu berdampak pula di tingkat petani,” jelas Yuli.

Harga tomat di tingkat petani saat ini hanya Rp1.000 per kilogram. Pun demikian, dengan harga jual tomat di pasaran hanya laku terjual Rp2.000 per kilogram. Harga normal semestinya Rp8-10 ribu per kilogram.

Dampak merosotnya harga tersebut membuat para petani mengeluh merugi. Pasalnya, biaya tanam dan perawatan tomat tak sebanding dengan hasil panen yang akan diperoleh. Dengan kondisi itu, tak sedikit petani di Kabupaten Probolinggo membiarkan tomatnya membusuk lantaran tak dipanen.

Agar hal itu tak dialami kembali, Yuli menyarankan, petani di Kabupaten Probolinggo bercocok tanam sesuai musimnya. Selain agar tak terjadi over produksi, juga bertujuan mencegah tanaman mudah terserang hama penyakit.

“Kebanyakan petani saat ini ikut-ikutan saat bercocok tanam. Itu tidak baik. Meski kami dari Dispertan telah melakukan pendampingan, tapi jika petaninya tak bisa diarahkan, ya hasilnya kurang baik jadinya. Seperti tanaman tomat ini,” jelasnya.

Yuli berharap, petani di Kabupaten Probolinggo bisa mengatur masa tanamnya. Petani diminta lebih cenderung menciptakan kawasan untuk tanaman tertentu, dan tidak membuatnya menjadi sentral.

“Ada baiknya ketika salah seorang petani menanam tanaman jenis A, petani lainnya tidak ikut-ikutan menanam tanaman yang sama. Bisa memilih tanaman jenis lain, yang sekira hasilnya juga menguntungkan,” tambahnya.(Wap)

Tags: