Hari ini, Budayawan Ananto Monolog Perobekan Bendera di Hotel Majapahit

Dr Ananto Sidohutomo MARS saat melakukan monolog usai menggelar jumpa pers dalam " Festival Merah Putih" di Hotel Majapahit Surabaya, Sabtu (17/9) lalu.  [Gegeh Bagus Setiadi/bhirawa]

Dr Ananto Sidohutomo MARS saat melakukan monolog usai menggelar jumpa pers dalam ” Festival Merah Putih” di Hotel Majapahit Surabaya, Sabtu (17/9) lalu. [Gegeh Bagus Setiadi/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Sejak empat tahun terakhir peristiwa perobekan bendera di Hotel Yamato selalu ramai dikenang dengan berbagai cara. Tak banyak yang tahu, 19 September 1945 merupakan hari bersejarah yang menjadi pemicu pertempuran 10 November 1945. Ketika itu, Arek-arek Surabaya secara heroik merobek bendera Belanda merah putih biru menjadi merah dan putih, Merah Putih di atas bangunan Hotel Yamato yang sempat berganti nama menjadi Hotel Oranje dan kini menjadi Hotel Majapahit.
Untuk mengenang peristiwa bersejarah itu, Budayawan Ananto Sidohutomo melakukan monolog perobekan bendera yang sudak kali ketiganya. Hari ini, dilakukannya kembali untuk menghormati dan mengenang semangat patriotism Arek-Arek Suroboyo yang gugur, terluka, bersimbah darah dan keringat dalam pertempuran Bendera 19 September 1945.
Keberadaan drama perobekan bendera ini memang tidak bisa lepas dari sosok Ananto Sidhohutomo. Dialah dokter sekaligus budayawan yang getol menegakkan Jalan Tunjungan sebagai ikon Surabaya. Bahkan, Ananto bersama banyak elemen yang kali pertama menggelar drama tersebut.
Termasuk monolog perobekan bendera berpadu pertunjukan seni dan budaya. “Perobekan bendera yang dilakukan pada 19 September 1945 adalah awal perlawanan bangsa Indonesia. Arek Surabaya ketika itu nekad melakukan perlawanan pascaperobekan itu,” kata Ananto kepada Harian Bhirawa saat jumpa persnya di Hotel Majapahit, Sabtu (17/9) lalu.
Dokter berambut gondrong ini menyebut berbagai perlawanan bangsa Indonesia dimulai dari Surabaya, setelah perobekan bendera. Pertempuran 10 November, gerilya dipimpin Jenderal Soedirman, Palagan Ambarawa, Bandung lautan api, serta peristiwa lainnya, dipicu dari semangat arek-arek Surabaya itu.
Salah satunya yang akan digelar yakni Festival Merah Putih yang mengambil tiga venue utama untuk menggelar acara, mulai dari situs menara sisi utara Hotel Yamato atau yang sekarang sudah berganti nama menjadi Hotel Majapahit.
Area lantai II Flag Terrace Hotel Majapahit dan di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang ada di kawasan Jalan Tunjungan. Masing-masing venue ini juga akan digelar kegiatan berbeda dan diramaikan oleh berbagai tokoh masyarakat Surabaya.
Puncak dari festival ini adalah pentas monolog yang di situs menara sisi utara Hotel Majaphit yang akan dibawakan oleh dr. Ananto Sidohutomo yang sekaligus penggagas awal kegiatan tersebut sejak empat lalu.
Berbeda dari tahun sebelumnya yang selalu tampil hanya dengan pentas monolog untuk mengenang peristiwa perobekan bendera. Kali ini dokter yang juga berprofesi sebagai budayawan tersebut memilih menggelar tiga rangkaian acara sekaligus karena makin tahun makin banyak masyarakat yang ingin perpartisipasi dalam kegiatan ini.
“Tahun pertama kita gelar monolog yang ikut sekitar 150 orang, tahun kedua ratusan, lalu di tahun ketiga sudah ribuan yang ingin berpartisipasi oleh karena itu di tahun ke empat, kami buat festival supaya bisa menampung masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam mengenang peristiwa penting ini,”  katanya.
Festival Merah Putih ini akan digelar pada 19 September mendatang sama dengan tanggal terjadinya peristiwa perobekan bendera. Mulai sore akan digelar berbagai kegiatan seni budaya dari berbagai komunitas, masyarakat setempat, pemuda karang taruna dan bertempat di area gedung BPN.
Kemudian berlanjut dengan orasi tiga menitan dari berbagai tokoh, termasuk salah satu rektor PTN yang akan turut berorasi di area Flag Terrace Hotel Majapahit. Puncak acara pada pukul 20.00 WIB barulah digelar monolog.
Monolog yang dibawakan  oleh Ananto kali ini berjudul ‘Merah Putih Jiwa Ragaku’ yang bercerita mengenai perjuangan arek Suroboyo demi membela bangsa. Bahkan demi mengibarkan Bendera Merah Pputih, arek Suroboyo rela bertaruh nyawa untuk bisa merobek Bendera Belanda dengan warna merah putih biru yang kemudian dirobek warna birunya. Durasi monolog akan berlangsung sekitar 1 jam.
Monolog sendiri adalah drama pentas yang dimainkan oleh satu aktor dengan membawakan banyak tokoh. Meski begitu supaya monolog makin greget, dalam monolog ini juga akan diramaikan oleh nyanyian, musik, dan tari-tarian yang semuanya akan pentas di puncak menara situs bersejarah tersebut. Ananto kembali menuturkan sebenarnya tujuan awal untuk mengenang peristiwa perobekan bendara adalah untuk menumbuhkan nilai dan semangat patriotisme, kebangsaan, nasionalisme serta budaya.
“Makanya judul monolog ini ‘Merah Putih Jiwa Ragaku’ karena memang ingin menyemangati anak muda atau generasi penerus bangsa melalui simbol negara merah putih. selain itu tentu untuk menghidupkan kembali suasana Jalan Tunjungan yang sekaligus adalah ikon Surabaya,” pungkas Ananto.
Dokter berambut panjang ini juga berharap ke depan Festival Merah Putih yang dia gagas bisa menjadi agenda tahunan yang digelar selama satu bulan penuh. (geh)

Tags: