Hari Jadi Nganjuk Ditandai Tradisi Boyongan

Prosesi boyongan peringatan hari jadi Nganjuk ke 1078 merupakan simbol perpindahan pusat pemerintahan Kabupaten Nganjuk yang dulu dipusatkan di Kecamatan Berbek. [ristika/bhirawa]

Prosesi boyongan peringatan hari jadi Nganjuk ke 1078 merupakan simbol perpindahan pusat pemerintahan Kabupaten Nganjuk yang dulu dipusatkan di Kecamatan Berbek. [ristika/bhirawa]

Nganjuk, Bhirawa
Sudah menjadi tradisi Kabupaten Nganjuk untuk melakukan tradisi boyongan sebagai pertanda peringatan hari jadi Nganjuk. Pada peringatan yang ke 1078 ini, pawai alegoris cukup meriah karena seluruh masyarakat Nganjuk menyempatkan diri untuk menonton acara boyongan.
Pawai Alegoris dengan menggunakan kereta kuda menyemarakkan peringatan Hari Jadi Nganjuk ke-1078 ini. Rute yang diambil dimulai dari alun-alun Berbek menuju pendopo Kabupaten Nganjuk melewati Loceret, Jl Anjuk Ladang, Jl A Yani dan finish di depan Pendopo Kabupaten Nganjuk, Jl Jendral Basuki Rahmat.
Rombongan kereta yang pertama adalah yang ditumpangi oleh Bupati Nganjuk, Drs. H. Taufiqurrahman beserta Ny. Ita Triwibawati, Ak, MSi, di belakangnya Wakil Bupati Nganjuk, KH. Abdul Wachid Badrus, MPdI beserta Ny. Nur Abidah Wachid Badrus, jajaran Forum Pimpinan Daerah, dan Kepala SKPD di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk termasuk 20 Camat dan perangkatnya.
Pawai iring-iringan pejabat teras ini merupakan simbol perpindahan pusat pemerintahan Kabupaten Nganjuk yang dulu dipusatkan di Kecamatan Berbek, berpindah ke jantung Kota Nganjuk seperti sekarang, yakni di Pendapa Kabupaten Nganjuk. Iring-iringan ini mendapat sambutan yang meriah dari seluruh masyarakat yang tumplek-blek berjajar di sepanjang jalan yang dilewati pawai, hingga berjubel di alun-alun Nganjuk. Sampai di depan pendopo Kabupaten, rombongan turun dari kereta kuda kemudian berjalan menuju pendopo. Pawai alegoris diakhiri dengan penyerahan dua pusaka berupa tombak dan payung kepada Bupati dan Wakil Bupati
Usai menerima pusaka, Bupati Nganjuk, Taufiqurrohman berkenan membuka pawai budaya. Berbagai atraksi budaya ditampilkan dalam pawai kali ini. Mulai dari kesenian tradisional hingga menampilkan baju karnival kebudayaan modern. Selain diikuti oleh warga Nganjuk, pawai budaya ini juga diikuti oleh beberapa kabupaten tetangga sekitar Nganjuk.
Berbagai kebudayaan tradisional yang ditampilkan yakni, Jaranan, Bantengan, Reog hingga berbgai tarian disuguhkan untuk menghibur masyarakat Nganjuk. Sedangkan jenis pakaian karnival ditampilkan oleh para pelajar SMA/SMK di Kabupaten Nganjuk. Sedikitnya ada sekitar 200 gaun karnival yang ditampilkan dalam acara ini. Salah satu peserta yang mengenakan baju karnival, Diana (17), mengaku jika gaun yang dikenakan ini beratnya sekitar 7 kilo gram dan mempunyai aksen sayap dengan lebar 3 meter dan panjang 4 meter. Menurutnya, gaun ini didesain dari limbah produksi rumah tangga dan membutuhkan waktu 3 minggu untuk membuat gaun ini.
“Saya bangga bisa memeriahkan Hari Jadi Nganjuk,” kata Diana.
Pawai budaya ini mengambil start di depan Pendapa Kabupaten Nganjuk, melewati Jl Merdeka lalu belok kanan langsung finish di GOR Bung Karno Kelurahan Begadung Kecamatan Nganjuk. Arak-arakan pawai budaya diawali dengan tampilan marching band dan disusul kirap pusaka dan tari tradisional serta karnival.
Bupati Nganjuk mengatakan, acara boyongan ini sebagai pertanda bahwa perpindahan pusat pemerintahan dari Berbek ke Nganjuk.
“Ini adalah tradisi dan akan kita lestarikan serta kita peringati setiap tahun,” terang bupati. [ris.adv]

Tags: