Hariyono: Generasi Muda Harus Merawat dan Jaga Pancasila

Plt Ketua BPIP Prof DR Hariyono (kanan) bersama Rektor Unidha Malang Prof DR Suko Wiyono (kiri), saat menghadiri kegiatan seminar nasional di Unidha Malang

Kab Malang, Bhirawa
Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof DR Hariyono meminta kepada generasi muda untuk menjaga roh Pancasila. Karena Pancasila sebagai dasar ideologi bangsa Indonesia. Sehingga siapa lagi yang bisa merawat Pancasila, kalau tidak generasi muda kita.
“Jika Pancasila tidak dirawat dengan baik, maka bisa hilang. Sehingga kita bisa belajar kasus dari negara Uni Soviet, yang saat itu negara super power, namun bisa hancur. Dan agar bangsa Indonesi ini tidak seperti Uni Soviet, tentunya kita tanamkan rasa nasionalisme pada bangsa ini, serta merawat dan menjaga Pancasila yang saat ini sebagai dasar ideologi bangsa Indonesia, kata Hariyono, Senin  (8/4), kepada Bhirawa.
Menurut dia, Pancasila sebagai meja statis yaitu sebagai alat pemersatu bangsa, karena tanpa kita bersatu tidak bisa Indonesia seperti sekarang ini. Dan ketika kita bersatu harus ada toleransi, namun tidak cukup hanya toleransi saja. Karena di dalam misi kebangsaan, selain kita ingin menjadi bangsa yang merdeka, berdaulat, maju, adil, dan makmur, maka kita harus kuasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga inovasi kreatif terus tumbuh dan berkembang.
“Inilah yang terus kita sosialisasikan kepada mahasiswa dan para generasi muda, agar selalu menjaga roh Pancasila. Sedangkan Presiden Republik Indonesia (RI) Pertama Ir Soekarno atau Bung Karno pernah menyampaikan bahwa Pancasila sebagai meja statis, yaitu mempersatukan semua elemen bangsa, dan Pancasila sendiri sebagai nilai star dinamis,” tutur Hariyono.
Selain itu, lanjut dia, Pancasila juga sebagai penuntun cita-cita bangsa Indonesia, dan Pancasila pun juga sebagai listrik dinamis. Sehingga jika ada konstituen ataupun tim sukses (timses) yang selalu memberikan informasi hoax, serta menyerang tubuh dengan cara-cara yang sarkastik, maka itu sudah jelas sudah menodai azas Pancasila. Sedangkan Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan diselenggarakan pada 17 April 2019 mendatang, adalah sebuah perlombaan untuk memberi kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk memilih pempimpin yang baik.
“Ketika kita sibuk untuk saling bertengkar berkelahi antar elemen bangsa tentang calon pemimpin bangsa, lalu yang akan mengeksplorasi kekayaan alam kita siapa. Karena semua bangsa kita hanya untuk bertengkar, sementara investor asing dan kekuatan asing juga pasti ingin mengambil keuntungan dari bangsa kita ini,” ujar Hariyono, yang juga Guru Besar Universitas Negeri Malang.
Dirinya berharap, agar semua eleman bangsa Indonesia ini terus merawat dan menjaga Pancasila, karena Pancasila yang kita miliki telah membawa Indonesia seperti sekarang ini. Dan jika nanti ada yang merusak Pancasila, tentu kita semua harus berani melawannya. Sehingga diperlukan penanaman rasa nasionalisme atau cinta tanah air, dan siapa lagi yang bisa menjaga roh Pancasila, kalau bukan kita sendiri.
Hal yang sama juga dikatakan, Rektor Universitas Wisnuwardhana (Unidha) Malang Prof DR Suko Wiyono, bahwa lunturnya nilai-nilai Pancasila saat ini diduga adanya reformasi yang tidak didasari dengan pemahaman Pancasila dan Undang-Undang dasar (UUD) 1945. Oleh karena itu, pihaknya merasa terpanggil untuk tetap menjaga kerukunan hidup berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
“Jadi Pancasila merupakan dasar negara yang sekaligus sebagai pandangan hidup bangsa. Namun, setelah adanya reformasi pamahaman Pancasila mulai luntur. Sebenarnya, tujuan reformasi itu bagus, tapi tidak didasari dengan Pancasila,” ungkapnya.
Agar nilai-nilai Pancasila tidak luntur pada generasi muda kita, lanjut Suko, maka perlu adanya pendidikan pemahaman keberagaman bangsa kepada mahasiswa. Hal itu agar untuk menyempurnakan semangat kebinekaan yang sesuai dengan Pancasila. Sedangkan
tahun ini sebagai tahun politik, untuk itu perlu adanya pendidikan Pancasila dan keberagaman, agar tidak mengujar kebencian pada para calon pemimpin.
Karena dalam berpolitik boleh saja berdebat keras tentang suatu pilihan atau sikap, tegas dia, namun jika hal paling fundamental yakni korupsi, berbohong, fitnah, dibiarkan menjadi santapan sehari-hari, masyarakat tidak punya pegangan dan tidak punya teladan. Sebab, tanpa fundamental bernegara yakni sila-sila Pancasila dan juga hukum yang ditegakkan bersama. “Kita harus ingat bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika,” pungkasnya. [cyn]

Tags: