Hasan Prasojo, Belajar Bertani Melon Secara Otodidak

Hasan Prasojo, di kebun melon Dalmation dari Korea Selatan. Hasan tidak memiliki bekal ilmu khusus dalam bertani, meski begitu dia berhasil merail penghargaan petani berpretasi tingkat Jatim. [wiwit agus pribadi]

Pernah Meraih Petani Berpretasi, Satu-satunya yang Bertanam Melon Jenis Dalmation
Kota Probolinggo, Bhirawa
Tidak memiliki bekal ilmu khusus dalam bidang pertanian, bukan berarti tidak bisa menorehkan prestasi. Hal ini dibuktikan Hasan Prasojo, warga Kebonsari Kulon, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo yang meraih pengharagaan petani prestasi tingkat Jawa Timur.
Lahan pertanian di Kota Probolinggo semakin berkurang saat ini. Berdasarkan data Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispertahankan) Kota Probolinggo, pada 2020 luas lahan pertanian di kota sekitar 1.700 hektare.
Dengan lahan yang terbatas, petani dituntut kreatif agar bisa berproduksi secara maksimal. Salah satu petani yang kreatif itu adalah Hasan Prasojo, warga Kelurahan Kebonsari Kulon, Kecamatan Kanigaran. Kreativitasnya bahkan mampu mengantarnya menjadi petani prestasi tahun 2019 tingkat Jawa Timur. Saat itu, dia meraih juara pertama. Pada tahun yang sama, Hasan dinobatkan sebagai lima petani prestasi tingkat nasional.
Hasan sendiri saat ini dikenal sebagai petani melon, walau sebelumnya dia biasa bertanam padi dan jagung. Bahkan, saat ini dia satu-satunya petani di Kota Probolinggo yang bertanam melon jenis Dalmation. Varietas melon baru asal Korea Selatan yang biasa ditanam di green house di negara asalnya. “Saya mulai bertanam melon sejak tahun 2013. Waktu itu diajak oleh Dinas Pertanian untuk mengenal metode menanam melon,” terangnya.
Beberapa jenis melon pernah ditanamnya. Seperti jenis Golden Luna dan melon lokal. Yang terbaru, Hasan bertanam melon jenis Dalmation. “Melon ini bibitnya dari Korea Selatan. Umumnya ditanam di green house. Tapi, saat ini saya mencoba untuk menanam melon Dalmation ini di luar green house,” ujarnya.
Uji coba penanaman melon Dalmation ini dilakukan sejak dua bulan lalu. Dimana pada Minggu (7/3) lalu, tanaman ini dipanen untuk pertama kalinya. “Kalau melihat dari hasilnya lumayan bagus. Jika ditanam di green house, rata-rata per buah itu beratnya 1,5 kilogram. Kalau ditanam di tanah ini beratnya bisa 2 sampai 3 kilogram,” terangnya.
Dengan masa tanam melon 60 hari, Hasan bisa mendulang omzet kotor Rp 36 juta dalam sekali panen. Apalagi, melon yang dibudidayakan memiliki segmen pasar serta harga yang jelas. Hasan pun tidak takut produknya tidak terjual.
“Saat disortir sebelum dikirim ya ada yang tidak memenuhi kualitas dari perusahaan. Kalau yang seperti itu ya dijual biasa, kadang dibeli orang Dinas Pertanian juga,” terangnya.
Tidak hanya berhenti pada uji coba bertanam melon di tempat terbuka. Hasan juga melakukan uji coba bertanam melon Dalmation dengan cara tumpang sari. Di lahan yang sama, dia menanam melon Dalmation, tomat dan cabai merah besar.
Tanaman melon secara tumpang sari itu dilakukan di sisi timur sawah yang digunakan untuk tanaman melon Dalmation dengan cara biasa. Meskipun ditanam secara tumpang sari, tanaman melon Dalmation tetap tumbuh subur.
“Buah melon bagus ditanam saat musim kemarau. Tapi, rawan kutu kebul. Kutu kebul ini hama yang sering menyerang melon,” tuturnya.
Saat kutu kebul yang menyerang hanya sedikit, Hasan mengusirnya dengan ramuan tradisional. Yaitu, daun mimba yang dihaluskan dan dicampur dengan sabun sebagai pembunuh hama alami. “Kalau yang menyerang banyak, pasti pakai disinfektan. Tapi, Alhamdulillah selama ini serangan kutu kebul tidak banyak. Sebab di sini kan bukan sentra pertanian melon,” lanjutnya.
Sementara saat musim hujan seperti sekarang ini, kutu kebul menurutnya jarang menyerang. Tapi, tanah rawan berjamur karena kandungan airnya tinggi. “Maka, saat musim hujan harus rajin-rajin ditabur kapur pertanian untuk menurunkan keasaman tanah menjadi normal,” terangnya.
Meski fasih menjelaskan tentang cara bertanam melon, Hasan sebenarnya tidak punya pendidikan khusus yang berlatar belakang pertanian. Pria yang pernah mondok di Pesantren Nahdlatut Tholibin, Desa Blado wetan, Banyuanyar ini hanya belajar dari ayahnya yang seorang petani tradisional.
Dia juga banyak belajar dari kegiatan yang dilakukan bersama Dinas Pertanian. Termasuk kreativitasnya dan kegemarannya uji coba di lapangan. “Saat kunjungan dengan Dinas Pertanian ya belajar juga soal tanam melon. Sebelumnya ya tanam biasa seperti padi dan jagung,” tandasnya.
Saya berharap apa yang saya lakukan ini bias terus berkembang dan ditiru oleh para petani khususnya petani melon di Probolinggo, soalnya petani melon yang ada saat ini kurang maksimal dalam menanam melon jika caranya masih seperti yang ada sekarang, perlu merobah kebiasaan petani dan memilihh bibit yang lebih baik baik seperti yang saya tanam ini.
Untuk itulah saya akan terus memberikan ilmu kami ini dan mensosialisasikan kepada petani Probolinggo, dengan begitu maka melon jenis Dalmaton menjadi melon andalan kota dan kabupaten Probolinggo, tentu ssaja harus bersama-sama pemerintah daerah melaui dinas pertanian yang ada, tambahnya. [wiwit agus pribadi]

Tags: