Hasil Survei dan Pemetaan Gunung Piramid, Disparpora Akan Segera Gelar FGD

Salah satu tim survei dan pemetaan, Chuk S Widharta saat menjelaskan hasil ekspedisi ke Puncak Gunung Piramid di Aula Disparpora Bondowoso. (Ihsan Kholil/Bhirawa)

Bondowoso, Bhirawa
Untuk mengetahui kondisi dan tingkat kesulitan jalur pendakian Gunung Piramid, Desa Tegal Tengah, Kecamatan Curahdami, Kabupaten Bondowoso. Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Pariwisata Pemuda Dan Olahraga (Disparpora) setempat menggandeng tim pendaki profesional untuk melakukan survei dan pemetaan.

Dengan melibatkan organisasi kegiatan alam bebas Wanadri, pendaki profesional dan tim konsultan, akhirnya langkah yang diambil dengan metode primary survei atau pengamatan langsung ke Gunung Piramid yang memiliki ketinggian 1521 Mdpl itu.

Kapala Bidang (Kabid) Pariwisata Disparpora Bondowoso, Arif Styo Raharjo mengatakan, bahwa pihaknya akan melakukan kordinasi dengan Perhutani, BKSDA dan pemangku walilayah di Kecamatan Curahdami.

“Kami akan sampaikan hasil survei dan pemetaan. Kami akan segera gelar FGD (Focus Group Discussion). Secepatnya melakukan kesepakatan kerja sama. Jadi dibuka dengan catatan khusus sesuai hasil survei,” katanya usai pemaparan hasil analisis konsultan Pendakian Gunung Piramid, di Aula Disparpora Bondowoso, Kamis (10/12).

Kata Aris, jalur pendakian Gunung Piramid bisa dibuka namun dengan catatan. Untuk itu, Pemkab dan Perhutani harus mempersiapkan SDM, peralatan pendakian yang representatif dan legalisasi kawasan hutan menjadi kawasan pariwisata minat khusus.

“Kita harapkan ada kepastian bagi masyarakat dan wisatawan. Jalur pendakian Gunung Piramid bisa dibuka, nantinya setelah ada hal-hal yang kita penuhi terlebih dulu,” urainya.

Menurutnya, pihaknya berkomitmen untuk mengupayakannya agar ini bisa menjadi kawasan pariwisata minat khusus. Dengan tetap berdasarkan prosedur, yakni dengan melengkapi rekomendasi hasil analisa jalur yang direkomendasikan oleh konsultan.

Adapun kesiapan infrastruktur dan keamanan tidak kalah pentingnya. Karena mengingat jalurnya sangat ekstrim dan rawan kecelakaan bagi pendaki yang tak profesional. Akan hal itu, pihaknya harus menyiapkan operator, kesiapan SDM masyarakat lokal, peralatan pendakian, penentuan titik-titik pendakian dan lain sebagainya.

Aris memaparkan, jika membaca dari hasil ekspedisi oleh tim konsultan untuk jalur pendakian, maka Gunung Piramid dinyatakan layak dibuka sebagai jalur pendakian wisata, namun wisata minat khusus.

“Karena ini adalah minat khusus, treatment nya khusus. Sehingga tidak semua masyarakat bisa melakukan itu tanpa kesiapan terlebih dulu,” terangnya.

Ditempat yang sama, salah satu tim survei dan pemetaan Gunung Piramid, Chuk S Widharta menjelaskan, bahwa dirinya tim pendaki profesional dan Wanadri telah melakukan survei ke atas Gunung Piramid selama lima hari.

Maka dari hasil survei yang dilakukan, disimpulkan bahwa tingkat bahaya Bukit Piramid Bondowoso setara Puncak Jaya atau Piramida Carstensz di Papua dengan ketinggian 4.884 mdpl (meter di atas permukaan laut). Adapun Gunung Pyramid yang terletak di Kecamatan Curahdami memiliki ketinggian 1.521 mdpl.

“Tingkat kesulitannya setara Cartenzs. Memang tingginya tak setinggi Puncak Jaya. Gunung bukan hanya soal tingginya. Tapi potensi bahayanya juga diperhitungkan. Itu kesamaannya dengan Cartenzs,” katanya.

Menurutnya, jalur pendakian Gunung Piramid sangat ekstrim. Apalagi ketika sampai di Punggung Naga. Jalannya hanya setapak, dan kanan kiri tebing sedalam sekitar 200 meter.

“Di tebing itu tidak ada pohon. Hanya rumput liar yang mudah tercabut akarnya. Jadi secara logika kalau tergelincir sedikit saja tak akan selamat. Hanya mukjizat yang bisa menyelamatkan,” jelasnya.

Kata dia, jika seseorang yang mendaki ke puncak Gunung Piramid tanpa menggunakan alat keselamatan sangat terancam. Bahkan perbandinganya sampai 80:20 persen.

“Jadi kalau selama ini ada warga ke puncak dan turun dengan selamat. Berarti masuk yang 20 persen,” jelasnya. Dijelaskannya, bahwa di jalur menuju puncak, para pendaki dan pendaki lainnya tak bisa berpapasan karena jalannya setapak. Jadi semisal ada yang berpapasan, maka salah satu dari pendaki harus duduk, baru pendaki lainnya melangkah, tapi itu pun harus hati-hati.

“Di puncak pun hanya luasnya sekitar lima meter. Hanya cukup enam orang. Itu pun berdempetan. Viewnya memang indah. Tapi kalau tidak safety nyawa taruhannya,” urainya.

Dari survei yang dilakukan dan dengan mewakili tim, pihaknya merekomendasikan dua pilihan pada pemangku kebijakan. Yakni dibuka dengan pengelolaan yang profesional atau tidak sama sekali.

“Hanya dua pilihan itu, karena kalau tidak akan banyak korban lain,” tandasnya. [san]

Tags: