Hasil Ujian Paket B Ungguli UN SMP

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

2.919 Peserta Terdaftar Absen
Dindik Jatim, Bhirawa
Di tengah merosotnya hasil Ujian Nasional (UN) SMP/MTs di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota,  ujian kejar Paket B justru menunjukkan hasil yang lebih baik di atas rata-rata UN formal tahun ini.
Data dari Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim menyebutkan, total nilai ujian kejar paket mencapai 380,79 dari enam jenis mata ujian atau rata-rata 63,46. Angka ini  melampaui rerata hasil UN SMP Jatim  yang hanya 62,26 turun dari tahun lalu 66,99. Tingginya perolehan hasil ujian kejar Paket B ini juga terjadi di hampir di seluruh daerah.
Surabaya misalnya, total nilai UN SMP lalu hanya mencapai 235,08 atau rata-rata 58,77. Sementara total nilai ujian kejar Paket B mencapai 364,6 atau rata-rata 60,7. Sementara di Kabupaten Lamongan, hasil ujian kejar Paket B menjadi yang tertinggi di Jatim dengan nilai 470,8 atau rata-rata 78,46. Sementara itu hasil terendah diraih Kota Malang dengan total nilai 285,6 atau rata-rata 47,6.
Kepala Dindik Jatim Dr Saiful Rachman menuturkan, hasil ujian kejar paket memang lebih baik dari UN formal. Ini bukan berarti kualitas pendidikan UN formal lebih rendah dari kejar paket, melainkan karena bobot soal yang berbeda. “Tahun ini memang banyak yang mengeluhkan soal-soal UN karena terlalu sulit, terutama matematika. Bobot soal UN SMP/MTs memang cukup tinggi,” tutur Saiful dikonfirmasi kemarin, Rabu (15/6).
Mantan Kepala Badan Diklat Jatim ini mengakui, hasil yang tinggi ini bukan karena ada indikasi kecurangan. Karena seluruh pengawasan dan pengamanan juga dilakukan sesuai standar operasional yang berlaku. Selain itu, evaluasi pendidikan kesetaraan dari tahun ke tahun terbukti mampu mempercepat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jatim. “Pembangunan IPM kita menurut BPS (Badan Pusat Statistik) tercepat se-Indonesia dengan indeks 1,19%,” tutur Saiful.
Tidak hanya soal nilai, yang menarik dalam pelaksanaan ujian Paket B tahun ini yakni jumlah peserta yang terdaftar mencapai 23.332 warga belajar, namun yang hadir 20.413 warga belajar. Sehingga, total peserta yang absen dari daftar nominasi tetap mencapai 2.919 warga belajar. “Kita memang sangat ketat dalam hal peserta, kalau memang tidak hadir ya dicoret,” tutur Saiful.  Pihaknya tidak ingin ujian yang membuahkan ijazah negara ini diwakili orang lain alias joki.
Kabid Pendidikan Non Formal dan Informal Dindik Jatim Nashor menambahkan, faktor lain yang juga membuat nilai ujian kejar paket lebih baik adalah terkait metodenya. Tahun ini, penyelenggara UN berbasis komputer pada jenjang formal cukup tinggi. Sementara ujian paket seluruhnya menggunakan metode paper test. “Tidak tahu lagi kalau misalnya tahun depan ujian paket pakai komputer juga, apa akan sebaik tahun ini,” tutur dia.
Terkait peserta yang tidak hadir, Nashor mengakui hal tersebut banyak terjadi dari pondok pesantren. Menurutnya, ini merupakan kewenangan Kementerian Agama (Kemenag) di daerah masing-masing untuk melakukan pembinaan. “Kita hanya menerima usulan dari peserta saja. Jadi yang mendata di ponpes itu Kemenag,” tutur Nashor.
Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Jatim Prof Zainudin Maliki menuturkan, kendati nilai ujian kejar paket lebih tinggi bukan berarti bisa disetarakan dengan formal. Sebab, kepercayaan publik terhadap ujian kejar paket masih jauh di bawah ujian formal. “Sekalipun nilai ujian paketnya lebih tinggi, orang akan lebih mempertimbangkan hasil UN formal,” tutur Maliki.
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini mengatakan pendidikan kesetaraan dalam program kejar paket lebih ditekankan pada hak. Artinya, hak anak untuk memperoleh pendidikan setara pendidikan formal. Lulusannya pun berhak melanjutkan ke pendidikan formal. “Tapi kembali lagi, civil effect tetap berbeda,” pungkas dia. [tam]

Rate this article!
Tags: