HET Beras Menguntungkan Siapa ?

Oleh :
Agus Samiadji
Wartawan Senior di Surabaya

Setelah gonjang gonjing tata niaga beras yang diserahkan dengan harga di pasaran bebas, terjadi kenaikan harga beras yang tidak wajar. Bahkan ada permainan beras oplosan dari beras jenis premium yang dicampur dengan beras medium, sehingga harganya meningkat di pasaran dan mengganggu stabilnya harga beras di dalam negeri. Karena masalah beras merupakan komoditas strategis, maka pemerintah harus campur tangan masalah harga beras di pasaran umum, pasar tradisional maupun pasar modern. Karena hal tersebut, maka pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan menetapkan HET (Harga Eceran Tertinggi). Harga beras berdasarkan wilayah dan berlaku secara nasional. Harga Eceran Tertinggi (HET) beras tersebut berlaku mulai 1 September 2017.
Dalam rapat membahas HET tersebut, agar harga beras bisa stabil dan terkendali dan diharapkan tidak terjadi permainan harga oleh para pengusaha pabrik beras, distributor dan tengkulak. Agar memudahkan kontrol HET beras, maka dibagi menjadi tiga jenis beras. Yakni beras jenis medium dengan derajat sosoh minimal 95%, kadar air maksimal 14% dan butir patah maksimal 25% dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 9.838,- per kg. Adapun beras jenis premium, derajat sosoh 92%, kadar air maksimal 14%, butir patah maksimal 15% ditetapkan dengan harga tertinggi sebesar Rp 13.188,- per kg. adapun jenis khusus kriteria akan diatur dan ditetapkan oleh Kementerian Pertanian, beras khusus tersebut antara lain beras organik, beras bersertifikat IG, jenis basmati, thai mali dan ketan diumumkan secara khusus dalam waktu dekat.
Agar konsumen tidak bingung, maka produsen pabrik beras harus mencantumkan mutu / jenis beras medium dengan kemasan khusus jenis beras beserta harganya. Demikian juga beras jenis premium, harganya per kg dicantumkan pada kemasan beras tersebut, agar konsumen tidak sampai dipermainkan oleh para distributor maupun pengecer. Para konsumen atau masyarakat hampir 90% tidak mengerti jenis beras medium dan beras premium yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Konsumen biasanya hanya mengambil beras, tidak mengerti kadar air, dan butir patahnya. Konsumen hanya melihat setelah diambil segenggam dan dibolak balik saja, pokoknya berasnya bagus dan putih dianggap baik.
Pabrik Beras Besar Gembira, Yang Kecil Sengsara
Dengan adanya HET yang telah diputuskan oleh pemerintah dari hasil rapat para pemangku kepentingan antara lain para pengusaha pabrik beras, wakil dari petani, pedagang, Bulog, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, wakil dari pasar modern, dll. Menurut hemat saya keputusan HET beras dengan segala persyaratan yang telah ditentukan derajat sosoh minimal 95%, kadar air maksimal 14% dan butir patah 25% untuk beras medium, dan beras premium derajat sosoh minimal 95%, kadar air maksimal 14%, butir patah minimal 15% memang baik untuk konsumen dan penyimpanan beras.
Namun, yang biasanya memenuhi persyaratan mutu tersebut adalah hanya bisa dilakukan oleh para pengusaha pabrik beras besar saja, yang sudah berpengalaman mempunyai fasilitas pabrik yang lengkap. Sementara bagi pabrik beras kecil, yang diusahakan oleh UMKM dan koperasi tidak bisa memenuhi persyaratan beras yang ditentukan pemerintah tersebut. Dengan demikian, maka persyaratan jenis beras yang ditentukan pemerintah hanya bisa dipenuhi oleh pabrik beras yang dahulu sudah biasa Bulog untuk stok pangan nasional. Sementara pabrik beras kecil, yang diusahakan oleh UKM dan koperasi tidak bisa memenuhi persyaratan mutu beras yang ditentukan oleh pemerintah tersebut. Adapun munculnya tata niaga beras dengan ketentuan mutu beras dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras tersebut adalah untuk mengatur tata niaga perberasan di dalam negeri, agar para pengusaha dan pabrik beras tidak bisa mempermainkan harga, karena HET harga beras sudah ditentukan, sehingga masyarakat/konsumen tidak dirugikan.
Dengan adanya ketentuan jenis mutu beras untuk HET perberasan tersebut sudah bisa dikatakan bahwa “pabrik beras besar gembira, sedangkan pabrik beras kecil sengsara”. Dengan maka dengan adanya “HET” beras yang menikmati hasilnya tetap bagi pengusaha pabrik beras besar saja. Bagi pengecer atau toko beras, di beberapa tempat di Surabaya menyatakan mengaku tidak mengerti mutu beras medium / premium dengan beberapa aturannya. Yang penting mereka kulakan ke distributor dengan harga yang telah ditentukan, kemudian dijual ke masyarakat sesuai ketentuan yang berlaku, pokoknya pengecer tidak merugi.
Sehubungan hal tersebut, maka Dinas Perdagangan, pertanian, koperasi, UMKM dan satgas pangan harus selalu memantau Harga Eceran Tertinggi (HET) beras di pasar tradisional maupun pasar modern secara berkala. Bila terjadi harga beras melewati HET harga beras, cepat dilakukan penindakan dan diproses secara hukum.
Agar pabrik beras kecil yang diusahakan oleh para UMKM dan koperasi bisa memproduksi beras mutu medium dan premium, maka agar pemerintah dalam hal ini Kementrian Koperasi dan UKM membantu fasilitas kelengkapan pabrik beras. Bantuan berupa pembuatan lantai jemur, menambah mesin baru yang lengkap dan produksinya meningkat.
Dengan memberikan bantuan fasilitas kelengkapan pabrik beras kecil milik UMKM dan koperasi tersebut, maka para pengusaha UMKM dan koperasi tersebut bisa memproduksi beras mutu medium dan premium, bisa memasukkan beras ke gudang Perum Bulog untuk keperluan stok nasional. Selain beras, Perum Bulog biasanya menerima setoran gabah dari pabrik beras besar, maupun pengusaha UMKM dan koperasi. Bagi Perum Bulog memang lebih senang menerima setoran beras dari pabrik beras swasta, maupun UMKM dan koperasi, karena bisa cepat disalurkan bila sewaktu-waktu ada permintaan operasi pasar. Kalau menerima setoran gabah, maka Perum Bulog harus terlebih dahulu melakukan kontrak kerja ke pabrik beras dan memakan waktu agak lama dan biaya pun bertambah.
Kemudian bagi jenis beras khusus, yang kini masih dalam penelitian dan juga untuk pasaran umum yang harganya lebih murah dari beras mutu medium dan premium. Sekalipun HET sudah ditentukan, bila harga di pasaran tradisional maupun pasar modern lebih rendah tidak menjadi masalah boleh-boleh saja, karena menguntungkan masyarakat konsumen.
Selain masalah HET beras, pemerintah dalam hal ini Kementrian Keuangan telah menghapus 14 komoditas pangan dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 116 Tahun 2017 tentang barang kebutuhan pokok termasuk komoditas gula, beras, gabah, buah-buahan, kedelai, garam, daging, telur, susu. Khusus mengenai HET beras, Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimusa menyatakan akan mengawal dan memberikan bimbingan kepada pengusaha pabrik beras besar dan pabrik beras kecil agar melaksanakan HET beras. Sutarto Alimusa yang pernah menjabat sebagai Kepala Perum Bulog itu akan memantau kebijaksanaan pemerintah tentang tata niaga perberasan dan HET beras.

                                                                                                   ————- *** ————–

Rate this article!
Tags: