Himpunan Reportase yang Menggugah Nalar Kemanusiaan

Judul: Mereka Sibuk Menghitung Langkah Ayam
Penulis: Rusdi Mathari
Peresensi : Arinhi Nursecha
Penerbit: Buku Mojok
Tahun terbit: Cetakan 1, Juli 2018
ISBN: 978-602-1318-63-8

Sinopsis:
Buku ini merupakan himpunan reportase yang ditulis mendiang Rusdi Mathari sejak kurun 2007 hingga 2017. Membaca ulasan di dalamnya akan membuat kita kagum dengan kegigihan dan keuletan Cak Rusdi, begitu beliau biasa dipanggil, dalam memperoleh hingga menyusun tulisan. Judul “Mereka Sibuk Menghitung Langkah Ayam” dipilih karena dianggap sebagai liputan terbaik dalam buku ini.
Memperingati hari AIDS sedunia yang jatuh pada 1 Desember lalu, buku ini dibuka dengan artikel berjudul Mereka Mengidap AIDS, Mereka Dikucilkan. Berkisah tentang pengalaman Cak Rusdi saat masih menjadi wartawan di majalah berita ketika mewawancarai Yanti dan Immanuel (3 tahun), ibu dan anak pengidap HIV/AIDS. Keduanya terinfeksi HIV setelah tertular dari Yance, suami Yanti, orang Papua yang bekerja sebagai kontraktor watertreatment.
Kisah Yanti dan Nuel berawal saat mereka diliput dalam sebuah stasiun televisi untuk memperingati hari AIDS. Para tetangga yang menonton acara itu kemudian meminta pemilik kontrakan mengusir Yanti dan Nuel. Beruntung Baby Jim Aditya, seorang aktivis AIDS kemudian menampung keduanya di rumah Baby di Cilandak.
Saat ditemui Cak Rusdi, Nuel sedang terserang diare. Yanti sudah membawa Nuel ke RSCM untuk diobati. Namun di polianak rumah sakit itu, tak ada dokter yang bersedia memberikan obat diare. Sepeninggal Yance pada 2002, Yanti dan Nuel harus menderita silih berganti. Pada Februari 2003, Yanti terdepak dari tempat kerja setelah teman-temannya mengajukan petisi agar Yanti dikeluarkan. Di Gereja Stephanus, Cilandak, Yanti pun dikucilkan. Seorang pastor di gereja itu bahkan pernah merekomendasikan agar Yanti diusir dari rumah orang tuanya. Asuransinya dibatalkan karena perusahaan asuransi mengaku tak menerima polis penderita HIV/AIDS.
Sejak virus ini populer pada 1982, dunia terus meminggirkan para penderita HIV/AIDS. Tak hanya Yanti dan Nuel, Ryan White asal Amerika Serikat pun memiliki kisah tragis serupa. Pada 1985, White tertular HIV akibat pemakaian produk darah yang terinfeksi HIV. Di usianya yang baru tiga belas tahun, White dikeluarkan dari sekolah. Sampai akhir hayatnya pada 1990, White terus berjuang agar dapat kembali bersekolah. Namanya terkenal di seluruh dunia dan diabadikan dalam UU perawatan bagi penderita AIDS, yakni Ryan White care act.
Di Afrika Selatan, Gugu Diamini, seorang aktivis AIDS dibunuh tetangganya sendiri setelah Gugu mengumumkan dirinya positif HIV/AIDS di sebuah stasiun televisi Zulu. Menurut psikolog Sarlito Wirawan, ada 2 penyebab penderita HIV/AIDS disingkirkan dari lingkungannya. Pertama, penyakit HIV/AIDS masih dianggap sebagai hal yang negatif. Kedua, ketidaktahuan masyarakat tentang penularan virus ini. (Halaman 6)
Artikel berjudul Mereka Sibuk Menghitung Langkah Ayam berisi liputan Cak Rusdi tentang konflik Suni-Syiah yang berujung pembakaran rumah dan pengusiran warga Syiah di Karang Gayam dan Bluuran, Sampang, Jawa Timur pada Kamis, 29 Desember 2011. Dipicu konflik Tajul dan Rois, kakak beradik yang dikenal sebagai ustaz Syiah. Rois keluar dari Syiah karena menilai Syiah melenceng dari ajaran Islam. Sementara menurut Tajul, Rois keluar dari Syiah karena tidak mendapat posisi dan kesempatan. Sepanjang penelusuran, Cak Rusdi menggali informasi dari para tokoh di balik peristiwa, juga menemukan banyak fakta miris di lapangan terkait konflik NU-Non NU atau Suni-Syiah.
Jika dulu para kiai masih menggunakan empat hukum: halal, haram, makruh, dan mubah, sekarang hanya ada dua hukum: halal, haram, dan tak ada yang membantah. Celakanya, politik kepentingan dan hubungan kiai-umat seperti itu kemudian dipraktekkan dengan serta merta. Hal itu pulalah yang terjadi pada konflik Tajul dan Rois yang semula hanya konflik keluarga, digiring menjadi konflik Suni-Syiah dengan harapan ada yang mendapat keuntungan, bahkan hingga jatuh korban jiwa. Warga awam pun mulai melabeli orang Syiah sebagai penganut aliran sesat. Menilai paham mereka benar, sementara yang lain kafir. Seorang kiai berujar dalam bahasa Madura, “Emok ngetong jhelenna ajem, kalopae sokona dhibhik niddhek tamaccok.” (Mereka hanya sibuk menghitung langkah ayam, tapi lupa kaki mereka justru menginjak tahi ayam). (Halaman 214)
Masih banyak lagi artikel lainnya yang mampu menggugah sisi kemanusiaan pembaca seperti Usman Hamid tentang Muchdi, yang berkisah tentang keberanian Usman Hamid dari lembaga KontraS yang berjuang menyeret Muchdi Purwoprandjono sebagai aktor intelektual di balik tewasnya aktivis HAM, Munir, atau artikel berjudul Pada Sebuah Panti, yang berisi liputan mendalam Cak Rusdi saat mewawancarai sejumlah lansia penghuni panti jompo.

—————– *** —————-

Tags: