Hingga November 2021, Angka Percerai di Kabupaten Bojonegoro Capai 2.551 Perkara

Panitera PA Bojonegoro, Sholikin Jamik.

Bojonegoro, Bhirawa.
Wabah pandemi Covid-19 tidak cukup membuat roda perekonomian menjadi lesu, hal tersebut juga berpengaruh pada renggangnya hubungan rumah tangga di Bojonegoro yang berujung pada perceraian. Data Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro, mencatat angka perceraian dalam kurun waktu bulan Januari hingga akhir November 2021, sedikitnya 2.551 wanita dan pria saat ini menyandang status menjadi janda dan duda baru sejak pandemi berlangsung.

Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Sholikhin Jamik mengatakan, angka perceraian terhitung mulai bulan Januari hingga akhir November 2021 capai 2.551. Adapun pemicu utama perceraian tersebut dikarenakan faktor ekonomi dan sumber daya manusia (SDM) atau rendahnya tingkat pendidikan pasangan suami istri.

“Jumlah perceraian tersebut didominasi perkara cerai istri gugat suami (cerai gugat), yaitu sebanyak 1.813 perkara, sementara sisanya merupakan perkara cerai suami talak istri (cerai talak), sebanyak 738 perkara,” ungkap Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Sholikhin Jamik, kemarin (7/12),

Sholikin menjelaskan banyaknya cerai diajukan oleh istri disebabkan karena alasan faktor ekonomi. Paling banyaknya adalah faktor ekonomi dan masih jadi masalah utama tingginya kasus perceraian di Bojonegoro. “Faktor terbesar tetap ekonomi, sulitnya mendapatkan pekerjaan dan juga penggangguran mencapai 59% jadi penyebab terjadinya perceraian,” jelasnya.

Kasus perceraian rawan terjadi pada pasangan suami istri yang saling berjauhan, seperti salah satu pasangan bekerja sebagai TKI/TKW di luar negeri. Selain itu, kata Sholikin Jamik, perceraian bisa terjadi juga lantaran akibat penggunaan alat komunikasi yang kurang tepat dan pengaruh media sosial (Medsos) yang memicu perselingkuhan, hingga ketidakpuasan di ranjang itu juga bisa menjadi faktor penyebab perceraian. “Kasus perselingkuhan mencapai 24% hal ini disebabkan karena pengaruh HP, 14% kasus perceraian juga terjadi pada TKI/TKW, sisanya 3% akibat ketidakpuasan di ranjang,” jelasnya.

Data Pengadilan Agama Bojonegoro dari bulan Januari hingga November 2021, PA menerima 9 perkara izin poligami, cerai gugat 1.813 perkara, cerai talak 738 perkara, harta bersama 6 perkara, pengasuhan anak 6 perkara, hak hak bekas istri 1 perkara, perwalian 73 perkara. Kemudian isbath nikah15 perkara, dispensasi kawin 593 perkara, wali adhol 29 perkara, 25 perkara penetapan ahli waris dan 15 perkara lain-lain sehingga total 3.340 perkara.

“Tingginya angka perceraian dan perkara dispensasi nikah di Bojonegoro, di sebabkan karena tingkat kemiskinan tinggi, kemakmuran tidak merata. Masih banyak masyarakat yang terisoler dan akses kesehatan belum merata. Dan tingkat pendidikan masyarakat masih rendah,” pungkasnya.[bas]

Tags: