Hormati Pekerja yang Puasa, Turunkan Produksi selama Ramadan

Para pekerja UD Alya Collection Dusun Kembiritan, Desa Krajan Banyuwangi.

Para pekerja UD Alya Collection Dusun Kembiritan, Desa Krajan Banyuwangi.

Kepedulian Produsen Songkok di Banyuwangi
Kabupaten Banyuwangi, Bhirawa
Produsen songkok di Kabupeten Banyuwangi rela menurunkan jumlah produksinya selama Ramadan untuk menghormati pekerjanya yang sedang berpuasa.
Permintaan yang naik tajam saat Ramadan tak membuat produsen songkok di Banyuwangi kalap dalam  memproduksi. Sebaliknya, produsen memilih untuk menurunkan jumlah produksi agar pekerjanya yang muslim bisa konsentrasi menjalankan ibadah puasa.
“Sebenarnya permintaan songkok ini membanjir saat Ramadan. Berapa ribupun kita produksi, pasar siap menampung. Namun saya justru membatasi produksi selama Ramadan. Karena produksi kami menggunakan tenaga manusia, dan karyawan saya yang muslim ini tengah berpuasa. Saya merasa bertanggung jawab  menjaga puasanya dengan mengurangi produksi,” ujar Ali Gufron (45), pengusaha songkok  di Banyuwangi kepada Kantor Berita Antara, Senin (27/6).
Pemilik UD Alya Collection ?Dusun Kembiritan, Desa Krajan, Genteng Banyuwangi ini mengatakan khusus di bulan Ramadan, sengaja membatasi produksi pecinya karena untuk menyemangati para pekerjanya agar mampu meningkatkan ibadah selama bulan suci.
Pada hari biasa produksi songkok UD Alya Collection mencapai 1.500 biji, namun khusus di bulan Ramadhan ini, Ali tidak menarget berapa songkok yang harus diselesaikan oleh pegawainya.
Ali pun membebaskan jam kerja karyawannya juga fleksibel. Mereka diperbolehkan memilih waktu kerjanya sendiri, antara siang atau malam hari selepas berbuka.
“Di bulan puasa seperti ini, tenaga kita kan tidak seperti hari-hari biasa. Mereka bebas. Mau kerja siang, atau malam hari silakan. Kita buka 24 jam. Mereka datang, ada yang setelah buka puasa, ada yang setelah Salat Tarawih. Mereka kerja sampai sahur, baru pulang. Dan lagi, bulan Ramadan waktunya kita perbanyak ibadah, bukan justru mengutamakan dunia,” ujarnya.
Songkok produksi Ali memiliki empat merek, yakni Ad-Dawam, Adz-Dzikro, Al Mukarrom dan Al-Musthofa. Khusus untuk merek Adz-Zikro diproduksi eksklusif untuk memenuhi pasar khusus. Produksinya pun tidak terbatas karena berapapun songkok yang diproduksi akan terserap oleh pasar.
“Kalau ada orang yang datang kesini dan mau membeli songkok kami dengan memberikan merek yang lain bisa kami layani,” ujar Ali.
Setiap minggunya, Ali bisa mengirim songkok kalbut buatannya itu antara 6 sampai 10 ribu songkok. Bahkan saat permintaan meningkat, Ali pernah mengirim 20 ribu kopiah atau peci (nama lain dari songkok) per minggunya.
Untuk memenuhi kapasitas tersebut, Ali mempekerjakan 80 karyawan di dua bengkel kerjanya dari pagi hingga sore hari. “Pekerja pria ada 50 orang kami pekerjakan di Genteng sini, sementara sisanya pekerja puteri kami tempatkan di Kecamatan Sempu. Sengaja kami pisah biar semua nyaman,” ucap Ali.
Khusus di bulan puasa, karyawan yang bekerja siang hari sekitar 10 – 30 orang. Justru malam hari yang ramai mencapai 50 orang. Pola kerja seperti ini sangat dimungkinkan, karena Ali menerapkan kerja borongan, yakni semakin banyak songkok yang diproduksi oleh pekerja maka semakin banyak upahnya.
Upah terendah di pabrik Ali ini sebesar Rp 450 per songkok, sedangkan yang paling tinggi Rp 650 per buah. Karena sistem borongan, pendapatan karyawannya bervariasi. Semakin banyak menghasilkan songkok maka semakin banyak upah, demikian juga sebaliknya.
“Mereka bisa mengais rezeki antara Rp 90 ribu sampai Rp 100 ribu per hari. Per bulannya penghasilan yang didapat antara Rp 2 juta hingga Rp 3 juta. Prinsip saya, gaji mereka harus lebih besar dari yang diterima tukang (bangunan) per harinya,” tutur Ali.
Salah satu karyawan Ali di bagian setrika, Muhsin (27) mengungkapkan, rata-rata setiap harinya dia bisa menyetrika 200 songkok. “Tiap hari saya bisa terima upah Rp 450 dikali 200 biji, yakni Rp 90 ribu. Kadang saya juga bisa terima Rp100 ribu – Rp110 ribu,” kata pekerja asal Cangaan, Kecamatan Genteng, ini.
Dengan perolehan tersebut, per bulannya, Muhsin bisa menerima upah dari majikannya sekitar Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta. “Rata-rata perbulan saya terima Rp 2 juta lebih. Kalau tiap Minggu libur. Kalau masuk kerja terus ya bisa lebih,” katanya.
Harga songkok yang dibanderol Ali per kodinya (1 kodi = 20 songkok)? adalah Rp 210 ribu untuk merek Ad-Dawam dan Adz-Dzikro. Sedangkan brand Al Mukarrom dan Al-Musthofa dihargai Rp 150 ribu per kodi. Songkok-songkok ini dikirimkan ke berbagai daerah di Indonesia. “Pesanan kami banyak. Ada dari Surabaya, Jakarta, ada yang dari Aceh, Kalimantan dan daerah-daerah lain. (Pasar) kami me?rata seluruh Indonesia. Kami juga pernah kirim barang ke Malaysia,”  ujar Ali. [Gegeh]

Tags: