HOTS Memberangus Hoaks

Judul buku : Penilaian dan Pembelajaran Berbasis HOTS
Penulis : Dr. Helmawati
Penerbit : Rosda, Bandung
Cetakan : Pertama, Maret 2019
Tebal : 301 halaman
ISBN : 978-602-446-330-4
Peresensi : Muhammad Itsbatun Najih
Bergiat di Pustaka Muria, Kudus

Eksis di dunia maya tidak sepenuhnya menghadirkan imbas positif. Justru, ujaran kebencian dan kabar bohong alias hoaks terus-menerus menghunjampara pemakai gawai. Kian mengkhawatirkan saat pengguna media sosial tidak bisa membedakan antara informasi sahih atau tidak. Semua paparan informasi di layar gawai, nyaris teranggap benar.
Fenomena banjir informasi di era digital macam sekarang, mengandaikan saban orang memerlukan sikap kritisisme; semacam seperangkat pengetahuan dan praktik untuk menelaah ulang dan tidak buru-buru mengaminkan sebuah informasi. Lebih-lebih hal ini dialamatkan kepada kawula muda, generasi anak-anak sekolah; yang hampir-hampir kesemuanya telah memiliki ponsel pintar (smartphone).
Secara tidak langsung, tapi boleh jadi cara ampuh, buku ini mendedahkan alternatif memberangus hoaks. Menujukan untuk para guru agar diajarkan kepada anak didik. Sekolah teranggap masih menjadi sarana efektif untuk memulai atas apa saja berkait pembentukan mental dan lebih-lebih pengembanganketerampilanberpikir kritis. Kini, peserta didik berjumlah jutaan; dan mereka terlalu aktif serta reaktif atas segala hal untuk kemudian dikomentari dan dibagikan (sharing).
Ditilik mendalam, pergaulan kaum pelajar di media sosial tampak begitu riuh tapi nirfaedah. Padahal, bila kecakapan nalar mereka terasah, bukan tidak mungkin justru menjadi modal berharga –sebagai investasi masa depan Indonesia yang lebih baik-penyikapanlakulampah. Dengan kata lain, kecakapanberpikirkritismelahirkanpembentukan mental dannalar yang lebihmapan. Sehingga, merekasejakmudatelahdimampukanuntukmengeksplorasisebuahwawasan-pengetahuan.
Sedangkan, apa yang tersaji dalam lanskap interaksi anak-anak sekolah hari ini adalah disparitas yang kian menganga antara kehidupan literasi di sekolah pada satu sisi, dan kehidupan pasca sekolah; di rumah dan pergaulan sosial. Nyaristiadakesinambunganuntukbisateraplikasikanantaradiktum-diktumpengetahuan yang diajarkandenganrealitaskeseharian.
Boleh jadi, musabab utama adalah ketiadaan kecakapan atau keterampilan peserta didik berpikir kritis. Pada pembelajaran konvensional, anak didik masih terjejali metode hapalan dan doktrinasi. Pertanyaan begini dan jawaban harus begitu. Keseragaman metode pembelajaran macam itu, bisa-bisa menumpulkan tumbuhkembang nalar. Karena itu, sudah waktunya metode penalaran pada anak didik menjadi corak baru pembelajaran.
Lantas, bersebutlah HOTS (Higher Order Thinking Skill) atau keterampilan berpikir kritis sebagai istilah formal. Melalui buku ini, HOTS lebih cepat-lebih baik ditibakan pada usia sekolah dasar dan berlanjut pada bangku sekolah menengah atas (SMA). Bila HOTS tersampaikan sistematis, anak didik telah mempunyai pondasi kokoh untuk kemudian secara tepat dan benar dapat menempatkan masalah beserta langkah-langkah pemecahan.
Loris Anderson, seorang pakar pendidikan, membabarkan struktur ranah kognitif secara ideal; memperbaiki teori penalaran-taksonomi ala Bloom. Oleh penulis buku, Helmawati, taksonomi Anderson cocok untuk peserta didik pada era pendidikan abad ke-21 seperti hari ini. Selain “menganalisis”, taksonomi Anderson juga berlanjut pada tahapan “menilai” dan “berkreasi/menciptakan” (hlm: 78).
Kemampuan “menganalisis” sebagai bagian HOTSmerinci dengan pertanyaan berkait: fungsi, asumsi, relevansi, dan motif. Sementara “menilai” mendefinisikannya berupa: konsistensi, validitas, dan kredibilitas. Sedangkan tahapan “berkreasi-mencipta”, berfokus pada pengajuan alternatif sebagai pembeda pemecahan masalah (problem solving). Dan, buku ini menawarkan cara-cara pengembangan keterampilan berpikir kritis untuk diterapkan pada semua mata pelajaran (hlm: 80).
Konsekuensi lanjutannya, berpikir metode HOTS juga diandaikan diterapkan pada kehidupan di luar jam sekolah, di area rumah dan lingkungan sosial. Lebih-lebih mampu dipraktikkan pada penggunaan media sosial dan aktivitas berinternet. Konklusinya, kawula muda sebagai pengguna aktif media sosial, akan lebih peka dan selektif menjaring segala rupa informasi. Dengan kata lain, informasi yang berseliweran di jagat maya, mestilah diklarifikasi dahulu dengan menggunakan metode di atas.
Ada banyak rupa anasir positif yang bisa dimanfaatkan peserta didikketika mereka mulai berpikir ala HOTS. Selain menjadikan lebih literat-kritis pada banjir informasi di dunia maya, HOTS juga sangat berfaedah meningkatkan kecepatan belajar. Belajar pun menjadi menyenangkan lantaraan HOTS antitesis kegiatan hapal-menghapal yang kerap membikin peserta didik jemu-jenuh untuk belajar. Walhasil, praktikkan HOTS, maka hoaksakanturun.

———- *** ————

Rate this article!
HOTS Memberangus Hoaks,5 / 5 ( 1votes )
Tags: