HTI Jatim Tolak Pengiriman TKW ke Luar Negeri

kunjungan-HTI-ke-Bhirawa.-[geh/bhirawa]

kunjungan-HTI-ke-Bhirawa.-[geh/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Salah satu isu yang terus hangat dibicarakan adalah perlindungan terhadap perempuan dari kemiskinan dan eksploitasi. Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) meminta pemerintah menghentikan pengiriman Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke luar negeri. Hal tersebut disampaikan dalam kunjungan  ke Kantor Harian Bhirawa, Selasa (21/4) siang bersama keempat rekan DPD I HTI Jawa Timur.
Iffah Ainur Rochmah selaku Juru Bicara Muslimah HTI mengatakan, eksekusi mati Siti Zainab dan Karni pada bulan April 2015 di luar negeri seharusnya menjadikan berbagai pihak terkait persoalan tersebut.
” Pemerintah harus bertanggung jawab atas eksekusi mati di luar negeri. Biasanya yang paling tidak tahan melihat kemiskinan adalah seorang ibu, sekalipun resiko sudah ada di depan mata. Jadi stop total pengiriman TKW ke luar negeri,” kata Iffah ketika berdiskusi di Kantor Harian Bhirawa.
Pada jajaran Direktur dan Redaktur Harian Bhirawa, Iffah mengatakan, menurut pandangan islam bahkan pendidikan pun, seorang ibu harus melakukan penjagaan kepada anaknya, selain ada jaminan financial.
” Jangan lagi kita membiarkan kaum perempuan menjadi tumbal kemiskinan keluarga dan bangsa,” tambahnya.
Iffah menambahkan kemiskinan menjadi problem mendasar membuat perempuan mencari kerja hingga keluar negeri.”Kemiskinan di dalam negeri harus segera dipecahkan, agar kaum perempuan bisa menempatkan mubahnya hukum bekerja,” terangnya.
Selain itu menurut Iffah, paradigma Negara terhadap perlakuan kepada warga harus diubah. Negara harusnya melindungi masyarakat agar terpenuhi kebutuhan rakyat. ” Ketika zamannya Pak SBY (Presiden RI ke VI) memberikan solusi TKW harus dibekali kredit Handphone untuk bisa berkomunikasi dengan keluarganya. SBY juga menyebut 0,01 persen TKW yang mempunyai masalah,” ungkap Iffah.
Menurutnya, perbaikan regulasi, peningkatan diplomasi dan moratorium pengiriman ke negara-negara tertentu yang dianggap rawan masalah tidaklah cukup.  “Terus mengirimkan kaum perempuan untuk bekerja jauh dari keluarganya dan dalam kondisi rawan tereksploitasi adalah membiarkan terjadinya dharar (bahaya) terhadap perempuan yang dilarang oleh Islam,” pungkasnya.
Ia juga menyatakan kondisi buruk kaum perempuan sebagaimana saat ini tidak pernah terjadi sepanjang sejarah peradaban Islam dalam institusi Khilafah Islamiyah. Kaum perempuan senantiasa hidup di sekitar keluarganya, melaksanakan fungsi dan fitrahnya sebagai ibu generasi dengan jaminan finansial tanpa perlu banting tulang di negeri orang demi keluar dari kemiskinan.
“Karenanya, kami serukan pada seluruh komponen umat untuk menggunakan  kekuatan, kemampuan, dan potensi jejaring yang dimilikinya guna mewujudkan Indonesia sebagai negeri  yang melindungi harkat dan martabat kaum perempuan sesuai fitrahnya,” serunya.
Namun, ia juga mengingatkan, semua akan terwujud bila negeri ini memiliki pemerintahan berdasarkan seluruh syariat Islam yakni Khilafah Islamiyah yang mendudukkan pemerintah sebagai penanggung jawab, pelindung dan pemberi pengayoman pada seluruh rakyat termasuk kaum perempuannya.
“Imam (pemimpin) itu laksana perisai, (rakyat) akan berperang dibelakangnya dan akan dilindungi olehnya,” kata Iffah yang mengutip hadits Nabi. (geh)

Tags: